Dr. Tony Rosyid: Jalan Tol, Untuk Siapa?

Kalau sesekali lewat tol, itu semata-mata untuk menghindari jembatan timbang. Masuk Weleri, keluar Pekalongan. Cuma 60 ribu rupiah. Dari pada kena tilang di jembatan timbang Rp100 ribu. lumayan, bisa menghemat 40 ribu rupiah.

Pantas saja, jembatan timbang Subah Kabupaten Batang sepi. Terjadi penurunan hingga 90 persen, kata ketua Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Subah, Arif Munandar. Rupanya, para sopir truk sudah mulai cerdas.

Bus juga males lewat tol. Alasannya sama. Mahal! Padahal, mereka yang setiap hari jalan. Dari mana melihatnya mahal? Tanya Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Apa urusannya dengan LBP ya? Apakah tol sekarang sudah jadi urusannya menko maritim? Cuma komentar kan boleh-boleh aja. Apalagi seorang menteri. Sah!

Anda hanya sesekali lewat jalan tol. Itupun kalau lebaran. Atau mendadak ayah, ibu atau keluarga anda ada yang meninggal. Anda terpaksa lewat tol. Jika tak mendadak, dan bukan di hari lebaran, apakah anda pulang kampung lewat tol? Terutama yang punya mobil Avanza dan sejenisnya.

Jakarta-Semarang (424,5 km) pakai Avanza, anda butuh bensin sekitar 300 ribu rupiah. Biaya tol? 289 ribu. Jadi, anda harus keluar biaya hampir dua kali lipat. Jakarta-Surabaya (760 km)? Anda keluar uang untuk beli bensin sekitar 600 ribu. Tol Rp 483.500. Jadi lebih dari 1 juta. Belum lagi anda masuk rest area. Harga makanannya cukup mahal. Beda jauh harganya dengan warung Si Mbok di pinggir jalan Pantura.

Yang pasti, tol tidak dinikmati oleh sopir truk dan para penumpang bus yang umumnya orang-orang kecil yang berekonomi lemah. Juga mereka yang mobilnya tak mewah. Yang masih terasa berat beli bensin, apalagi biaya tol. Lebih-lebih, bensin dan tol beberapa tahun ini berebut naik. Seperti sedang berkompetisi.

Anda pernah merasakan bagaimana nasib para pedagang di jalan sepanjang Pantura? Ada ribuan penjual telur di sepanjang jalan raya Tegal dan Brebes. Ada toko-toko batik di Pekalongan. Ada warung-warung kecil berderet di Batang. Sepi! Sebagian sudah tutup.

Begitu juga nasib sejumlah rumah makan. Sebagian sudah mulai gulung tikar, karena mobil-mobil mewah memilih lewat tol. Tak lagi mampir di rumah makan- rumah makan itu. Sementara, mobil-mobil murah dan bekas, berhitung seribu kali makan di restoran. Bawa bekel sendiri dari rumah. Irit! Karena ekonomi sedang susah.

Tak hanya rakyat kecil yang menjerit, tapi juga PT. Jasa Marga (Persero) tbk.. Tarif sekarang tidak buat kita untung. Bertahan saja berat, kata Donny Arsal, Direktur Keuangan PT. Jasa Marga (Persero) tbk.