Hersubeno Arief: Gagalnya Operasi Politik dan Media di Akhir Tahun

Sejumlah orang yang mengaku kader PAN di Sumsel juga melakukan deklarasi mendukung Jokowi-Ma’ruf (12/12). Mereka ternyata dua kader PAN yang tidak aktif. Sementara yang lain bukan kader, tapi mengenakan pakaian dan atribut PAN.

Tak lama kemudian di beberapa wilayah Jabar seperti Sukabumi, dan Bogor, bahkan di beberapa titik di Jakarta beredar spanduk berlogo PAN, berisi penolakan mendukung Prabowo-Sandi. Tim advokasi PAN sudah melaporkan kasusnya ke Bawaslu.

Berita surat terbuka para pendiri PAN yang diplintir dan digoreng, membuka tabir adanya sebuah permainan besar di belakangnya. Mereka salah mengambil “pintu masuk,” untuk mengobok-obok PAN. Targetnya untuk menggoyah soliditas partai pendukung Prabowo-Sandi

Goenawan Cs bukan figur yang tepat untuk menggambarkan perpecahan PAN. Benar ada dua orang tokoh penting PAN yang mengundurkan diri atau non aktif. Keduanya adalah Bendahara Umum Nasrullah Larada, dan Sekretaris Dewan Kehormatan Putra Jaya Husin.

Nasrullah sudah cukup lama tidak aktif, tapi baru menulis surat tanggal 20 Desember. Sementara Putra Jaya sudah non aktif sejak bulan Juli lalu.

Keduanya juga tegas membantah, adanya perpecahan. Pengunduran diri itu hanya masalah ketidak-cocokan mereka secara pribadi dalam mengelola partai. Tidak ada kaitannya dengan dukungan dalam Pilpres.

Dengan tidak menjadi caleg dan pengurus partai, Putra Jaya malah mengaku bisa sepenuhnya fokus dalam Badan Pemenangan Pemilu Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Soal dukungan terhadap Prabowo-Sandi inilah yang menjelaskan mengapa PAN digoyang habis. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Sekjen Eddy Soeparno diketahui sangat aktif berkampanye. Keduanya sering terlihat mendampingi cawapres Sandiaga Uno berkeliling ke berbagai daerah.

Amien Rais sudah bukan rahasia lagi menjadi salah satu tokoh yang paling gigih mendukung Prabowo-Sandi. Jadi mereka harus dilumpuhkan.

detik.com dipilih karena media milik pengusaha Chairul Tanjung ini merupakan media online terbesar dengan jumlah pembaca terbanyak. Jadi sangat efektif untuk operasi politik pembentukan opini. Sayangnya teknik operasinya sangat kasar, dan mudah terbaca.

Peristiwa di penghujung tahun ini kian menegaskan adanya kooptasi media oleh pemegang kekuasaan. Jejaknya makin banyak dan nyata, sulit untuk dinafikan. [hersubenoarief]