Hersubeno Arief: Neo Dwifungsi, Siapa yang Lebih Butuh: Jokowi atau TNI?

Salim menyebut keterlibatan TNI dalam politik karena adanya dua faktor. Yakni faktor pendorong ( push) dari internal TNI dan faktor tarikan (pull) dari kekuatan politik sipil.

Politisi sipil, kata Salim, kurang percaya diri dalam berpolitik secara demokratis, dan masih memandang TNI sebagai kekuatan politik yang perlu dimanfaatkan untuk melawan pesaingnya.

Godaan menggandeng TNI dalam politik karena merupakan langkah cepat dan mudah dalam meraih kekuasaan. “Muncul kecenderungan posisi tawar politisi sipil semakin kuat ketika berhasil menggandeng pengaruh TNI.”

Beberapa tahun sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (2004) saat masih menjadi Menkopolhukam juga pernah mengingatkan agar politisi tidak menggoda, mencampuri, dan mengajak TNI untuk masuk kembali ke politik praktis. Sebaliknya hasrat TNI untuk kembali ke politik praktis harus dihilangkan.

SBY adalah salah satu jenderal yang ikut merumuskan konsep TNI meninggalkan politik praktis, atau sering disebut sebagai back to basic.

 

Jokowi lebih berkepentingan

Dengan menggunakan teori push dan pull dari DR Salim Said kita bisa menganalisis rencana pemerintah menempatkan para perwira militer di 15 kementerian, departemen, dan lembaga-lembaga negara lainnya.

Dari faktor internal saat ini ada kebutuhan mendesak dari TNI untuk segera menyelesaikan masalah menumpuknya perwira menengah tanpa jabatan. Ada 500 orang perwira berpangkat kolonel yang menjadi pengangguran tak kentara. Soal ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi bom waktu.