Hersubeno Arief: Prediksi Hasil Sidang MK, Diskualifikasi atau Putusan Kompromi?

Semula permohonan kuasa hukum Prabowo-Sandi fokus pada kecurangan penghitungan suara dan adanya kecurangan yang terstruktur sistematis, dan massif (TSM) berupa pelibatan aparat negara dan aparat hukum.

Permohonan itu disampaikan pada tanggal 24 Mei. Sesuai dengan PMK pemohonan diberi waktu maksimal tiga hari setelah penetapan. KPU mengumumkan hasil penetapan rekapitulasi Pilpres 2019 pada tanggal 21 Mei.

Dari berbagai sengketa pilkada dan pemilu yang ditangani MK, sengketa Penghitungan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tingkat keberhasilannya rendah. Itulah yang menjelaskan mengapa tim kuasa hukum KPU dan terutama tim kuasa hukum paslon 01 sangat percaya diri. Permohonan sengketa yang diajukan kuasa hukum Prabowo-Sandi mudah dipatahkan.

Namun ketika terjadi materi perbaikan permohonan cacat formil dan materiil paslon, petanya berubah drastis. Posisi termohon (KPU) dan terkait (paslon 01) diujung tanduk.

Posisi cawapres Ma’ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri menjadikan pencalonannya cacat secara formil.

Sementara ditemukannya pelanggaran sumbangan pribadi Jokowi dan “kelompok” perusahaan untuk dana kampanye, masalahnya jadi serius. Cacat materiil itu sangat mudah dibuktikan.

Perbaikan permohonan itu dimasukkan pada tanggal 10 Juni, sesuai hasil konsultasi dengan juru bicara MK.

Dua skenario

Sampai sejauh ini sikap resmi dari majelis hakim belum begitu jelas. Dari satu sisi majelis menolak untuk segera memutuskan apakah akan mengadili sengketa berdasar perbaikan materi permohonan (10 Juni), atau materi sebelum perbaikan permohonan (24 Mei).