Hersubeno Arief: Survei Litbang Kompas, Misteri Hilangnya Angka 17 Persen

Sebaliknya bagi Kompas angka itu juga tetap aman. Dengan MoE 2.2 persen, mereka tetap bisa menyampaikan pesan kepada publik, bahwa sesungguhnya Jokowi masih tetap berpeluang dikalahkan.

Bila benar ternyata hasil Pilpres 17 April Jokowi-Ma’ruf kalah dari Prabowo-Sandi, kredibilitas Litbang Kompas tetap terjaga.

Seorang wartawan senior Kompas ketika ditanya perubahan data tersebut menjawab secara diplomatis. Setelah dicek dengan kertas asli yg dikirim interviewer ada ketidak-cocokan antara yang di-entry dengan kertas asli. Cukup masuk akal dan acap kali dalam proses tabulasi hasil survei di lapangan.

Rapat umum menentukan

Lepas dari berapapun besarnya angka survei yang dipublish, hasil survei itu membuka mata publik : Elektabilitas Jokowi tidak sebesar yang dipublikasikan lembaga survei “koleksi” istana. Selama ini ada yang bermain-main dengan angka elektabilitas untuk menggiring opini publik.

Kompas juga memberi semacam petunjuk bahwa Pilpres 2019 masih jauh dari selesai. Rapat umum atau kampanye terbuka akan sangat menentukan. Padahal dalam dua bulan terakhir masa kampanye, Jokowi kesulitan mengumpulkan massa pendukungnya. Sebaliknya kampanye Prabowo pecah dimana-mana.

Soal fenomena ini Kompas punya penjelasan. Mau dilihat dari indikator apapun, pendukung Prabowo lebih militan dibanding pendukung Jokowi. Dari enam indikator yang diukur, pendukung Prabowo jauh lebih unggul.

Enam indikator itu meliputi: selalu mengikuti informasi, menyebarkan hal yang positif, membela bila ada informasi yang merugikan, kesediaan mengikuti kampanye, kesediaan memberi sumbangan materi, dan mengajak orang lain mendukung paslon.

Sebagai inkumben, sihir Jokowi tampaknya tidak lagi membuat silau pemilih. Publik sudah paham permainan sulapnya. Seperti disebut wartawan senior asing John McBeth, Jokowi sering bermain smoke and mirrors. (Asap dan kaca). Sinyalemen itu terbukti benar, karena Jokowi sering kedapatan memaparkan data yang tidak benar dan over claimed.

Klaim berlebihan terbaru yang dibongkar kompas.com adalah soal pembangunan transportasi massal di Jakarta (MRT). Jokowi mengklaim hal itu dapat terwujud karena keberaniannya bersama Ahok mengambil keputusan politik. Saat itu dia masih menjadi gubernur DKI dan Ahok menjadi wakil gubernur.

Sementara data yang disampaikan kompas.com pembangunan MRT merupakan proses panjang dari pemerintah pusat maupun para gubernur sebelumnya. Pencanangan proyek itu bahkan dimulai pada masa akhir jabatan Gubernur Fauzi Bowo.

Apakah ini merupakan tanda-tanda Syandyakalaning Jokowi dan lembaga survei bayaran? [end]


BEST SELLER BUKU PEKAN INI, INGIN PESAN? SILAHKAN KLIK LINK INI : https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-diponegoro-1825-pre-order-sgera-pesan.htm