Hersubeno Arief: Pengamat Asing Nilai Jokowi Berubah Jadi Otoriter

Politik Sandera

Sejak pertengahan tahun ini, sejumlah pemimpin daerah yang berafiliasi dengan oposisi, mengumumkan dukungan mereka untuk Jokowi. Pandangan yang tersebar luas di kalangan elit adalah bahwa aktor-aktor pemerintah telah mengancam orang-orang ini dengan dakwaan hukum ” khususnya yang berkaitan dengan korupsi ” kecuali mereka bergabung  dengan inkumben.

Yang paling menonjol dari para “pembelot” ini adalah Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat dan seorang ulama berpengaruh dan anggota Partai Demokrat. TGB pada tahun 2014  memimpin tim kampanye Prabowo di provinsi NTB, mendukung protes anti-Ahok, dan dinobatkan sebagai salah satu nominasi calon presiden kubu oposisi.

Pada akhir bulan Mei, KPK mengumumkan akan menyelidiki dugaan keterlibatan TGB menerima gratifikasi dalam penjualan saham di pertambangan raksasa operasi Nusa Tenggara Newmont ke pemerintah Nusa Tenggara Barat. Pada awal Juli, TGB mengumumkan dukungannya kepada Jokowi.

Penerus TGB sebagai gubernur NTB, politikus PKS Zulkieflimansyah ” yang namanya juga disebut-sebut terkait dengan kasus Newmont ” segera menampilkan foto dirinya bersama Jokowi di profil WhatsApp-nya dan mengisyaratkan kepada rekan-rekannya bahwa ia lebih menyukai Jokowi dibanding Prabowo.

Di Maluku Utara, gubernur PKS yang berkuasa, Abdul Ghani Kasuba, meninggalkan partainya dan bergabung dengan PDI-P dalam pilkada 2018. Di Papua, juga, Gubernur Lukas Enembe ” yang telah terlibat dalam berbagai skandal korupsi selama masa jabatannya ” juga mengumumkan dukungannya untuk Jokowi setelah memenangkan pemilihan kembali sebagai kader Partai Demokrat.

Pada bulan Juli, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengklaim bahwa Gubernur Sumatera Barat,Irwan Prayitno, politisi PKS dan anggota tim sukses Prabowo tahun 2014, juga mendukung Jokowi.

Upaya-upaya yang oleh para kritikus sebut sebagai “kriminalisasi” politisi oposisi, sering dikaitkan dengan Jaksa Agung. “Seorang pejabat PDI-P yang saya ajak bicara menggambarkan kantor Kejaksaan Agung sebagai “senjata politik” yang “sekarang secara rutin digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan politisi oposisi, dan oleh Nasdem untuk memaksa eksekutif di daerah bergabung dengan pemerintah, ” tulis Power.

Sejumlah besar kepala daerah memang bergabung dengan Nasdem di 2017-2018. Sebagai contoh, selama perjalanan singkat oleh ketua Nasdem Surya Paloh ke Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2018, tiga bupati setempat mengalihkan kesetiaan dari partainya.