M. Rizal Fadillah: Larang juga Salibisme dan Chinaisme!

Pernyataan Hasto yang menohok umat Islam adalah ngawur dan “out of order”. PKI dan Komunisme dilarang atas dasar landasan hukum yang kuat. Menambah nambah justru membuat persoalan baru. Harus jelas dahulu landasan hukum nya, jika tidak bukan saja bias tetapi juga bisa mengarah pada penistaan. Apalagi menyinggung agama.

Jika “ngotot” dan memaksakan hal yang di luar substansi dari reaksi publik soal pembatalan RUU HIP ajuan PDIP yang berbau komunis dengan menambah “isme-isme” lain, maka sangat wajar jika ada usul larangan juga pada dua isme yang mengganggu dan meresahkan rakyat dan umat Islam yaitu “Salibisme” dan “Chinaisme”.

Salibisme bukan berarti agama Kristen yang dilarang tetapi Kristenisasi dengan upaya masif dan sistemik melakukan pemurtadan umat. Baik melalui pengobatan, pemberian materi, politik kekuasaan, tekanan bisnis, atau lainnya. Dominasi politik “Kristen Internasional” juga menjadi bagian dari Salibisme. Demikian juga dengan merusak kerukunan seperti kasus di Sumatera Barat.

Sering muncul propaganda bahwa umat Islam adalah kelompok intoleran padahal umat lain lah yang justru bersikap intoleran tersebut.

Chinaisme adalah takluknya aspek budaya, ekonomi, maupun politik kepada hegemoni bangsa China. RRC adalah negara sentral komando. Penundukan sukarela maupun paksa pada hal yang serba China adalah bertentangan dengan nasionalisme bangsa. Memarjinalkan kaum pribumi pada aspek budaya, ekonomi, hukum dan politik.

Chinaisme dekat-dekat pula dengan komunisme yang dipastikan sangat berbahaya.

Semestinya persoalan RUU HIP disikapi bijak. Faktanya adalah rakyat telah menolak. Ada muatan yang mengganggu. Tidak perlu disikapi “terima atau revisi dengan syarat”. Rakyat khususnya umat Islam sudah bersikap tetap menolak RUU. Tak perlu berapologi apalagi menambah nambah larangan ala Hasto Kristiyanto.

Jika Hasto terus bersemangat menyodok umat, maka usulannya adalah tegas larang juga Salibisme dan Chinaisme. (*sumber: glr)

Penulis: M. Rizal Fadillah,

Bandung, 24 Juni 2020