Eramuslim.com -DALAM Islam kepemimpinan itu penting. Ibadah shalat berjamaah harus ada pemimpin yang disebut Imam. Komandonya harus diikuti oleh pengikut (ma’mum) sepanjang sesuai aturan yang dalam hal ini adalah syari’at.
Mendahului gerak imam kelak celaka di akhirat. Berubah bentuk menjadi keledai “shurotahu shurota himaar” (HR Bukhori-Muslim). Suatu larangan berat. Pemimpin itu harus ditaati.
Jika imam salah, maka ma’mum harus menegur dengan santun “subhanallah” hanya Allah yang suci, engkau imam ada salah.
Bila imam bandel, sudah batal tak mau “mundur” maka imam harus diganti. Demi keselamatan semua jama’ah. Yang di belakang imam harus berani maju menggantikan posisi imam. Bahasa politiknya “coup d’etat”.
Bila bepergian bertiga, salah seorang harus diangkat menjadi “imam safar” begitu hadits riwayat Abu Dawud mengingatkan. Bepergian saja harus ada pemimpin apalagi dalam kehidupan keseharian dan pergaulan sosial.
Islam sangat peduli pada aspek kepemimpinan ini. Pemimpin harus amanah dalam menjaga kebaikan dan kemashlahatan umat. Hal ini menyangkut pertanggungjawaban kehidupan di dunia maupun akhirat.
Ada pemimpin yang dikualifikasikan buruk menurut agama. Mereka antara lain yang disebut penipu. Gemar menipu yang dipimpinnnya, menipu rakyatnya. Sabda Nabi:
“Ayyuma roo’in ghosysya ro’iyatahu fahuwa fin naar” (siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka) HR. Ahmad.
Kepentingan diri dan kelompok sering membuat pemimpin sengaja atau terpaksa untuk menipu rakyatnya.
Begitu juga pemimpin buruk adalah yang biasa berdusta pada orang yang dipimpinnya. Sementara orang-orang di sekelilingnya mendukung atau melindungi keburukan dan dustanya. Maka jika muslim, mereka tidak diakui sebagai umat Nabi Muhammad SAW.