Pertamina Merugi, Mana Tanggungjawab Jokowi?

*Keempat*, selain ketiga faktor penyebab di atas, Pertamina juga harus menanggung beban kebijakan lain berupa public service obligation (PSO) BBM satu harga, PSO over quota LPG 3kg, pembangunan rumah sakit untuk Covid-19, akuisisi perusahaan Maurel & Prom Prancis diperkirakan bernuansa moral hazad, dll. Sesuai UU BUMN No.19/2003 beban PSO harus ditanggung APBN. Keseluruhan beban kebijakan tersebut dapat mencapai triliunan Rp juga.

Hanya dari 3 kebijakan pemerintah yang diurai di atas yaitu 1) beban keuangan SB Rokan Rp 11,3 triliun, 2) membeli crude domestic mahal Rp 9,25 triliun dan 3) biaya bunga akibat kebijakan populis Pilpres 2019 Rp 3 tiriliun, Pertamina harus menanggung beban keuangan sekitar *Rp 23,55 triliun.* Artinya, jika kebijakan sesuai konstitusi, tidak melanggar aturan dan GCG, maka Pertamina masih untung sekitar Rp (23,55 – 11,3) triliun = *Rp12,25 triliun.*

Terkait posisi Ahok sebagai Komut yang masih dihujat publik, masalahnya sama, yaitu pemerintah mengangkat Ahok tanpa peduli aturan dan GCG. Ahok diangkat menjadi Komut dengan melanggar sejumlah ketentuan dalam UU BUMN No.19/2003, Permen BUMN No.02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan Pengangkatan Komisaris BUMN, dan Permen BUMN No.01/2011 tentang Penerapan GCG. Karena itu, seperti juga sikap publik, IRESS bersikukuh pada sikap semula, Ahok harus segera dilengserkan dari posisi Komut Pertamina.

Jika dikaitkan dengan peraturan harga BBM yang berlaku saat ini, dimana pemerintah tak kunjung menurunkan harga BBM, sebenarnya konsumen BBM telah mensubsidi Pertamina minimal Rp 20 triliun. Artinya, rakyat telah menyelamatkan Pertamina dari kerugian yang lebih besar dari sekedar Rp 11,3 triliun. Untuk itu IRESS bersama sejumlah tokoh dan aktivis telah mengajukan Somasi terhadap Presiden dan Citizen Law Suit kepada Pengadilan Jakarta Pusat menuntut ganti kemahalan harga BBm pada Juni-Juli 2020. Masalah ini akan dibahas dalam tulisan IRESS berikutnya.

Sebagai kesimpulan, kerugian Pertamina sebenarnya terjadi akibat kebijakan pemerintah yang melanggar konstitusi, peraturan dan GCG. Dalam kondisi harga BBM yang tetap tinggi seperti sekarang, Pertamina malah bisa untung Rp 12,25 triliun, jika pelanggaran tidak terjadi. Namun karena berbagai pelanggaran oleh pemerintah, 265 juta rakyat kehilangan kesempatan memperoleh manfaat SDA migas bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Keuntungan hanya dinikmati segelintir orang dalam lingkar kekuasaan. Karena itu, sebagai pemimpin pemerintahan, rakyat wajar menuntut pertangungjawaban Presiden Jokowi. (*)

Jakarta, 2 September 2020

Penulis: Marwan Batubara