Utang Tak Terbayar, Presiden Turun!

Eramuslim.com

Utang Tak Terbayar, Presiden Turun!

LAPORAN Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya melegitimasi kekhawatiran publik atas kebijakan pemerintah yang terus-menerus memperbesar utang.

Masyarakat sudah gelisah atas penanganan yang acak-acakan dalam mengelola negara. Negara dibawa ke arah kebangkrutan sehingga yang terdengar utang dan utang saja.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani sibuk mencari pinjaman. Ironinya adalah pinjam untuk sekedar membayar bunga. Ratusan trilun lagi.

Menurut BPK rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen melampau rekomendasi IDR sebesar 4,6 persen-6,8 persen dan rekomendasi IMF 7 persen-19 persen, serta rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampau rekomendasi IDR 92 persen-167 persen dan rekomendasi IMF 90 persen-150 persen.

Hingga akhir Desember 2020 utang pemerintah mencapai Rp. 6,074,56 triliun. Naik tajam dari akhir Desember 2019 Rp. 4.778 triliun. Dalam setahun utang bertambah Rp. 1.296,56 triliun.

Ketua BPK Agung Firman menyatakan “memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang”.

Sibuk mencari pinjaman untuk bunga itu sangat ironi. Jika dapat pinjaman tentu menambah beban, jika tidak dapat, maka segera masuk IGD.

Masalah utang pemerintah ini menjadi persoalan serius. Menyangkut kelangsungan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang konon digadang-gadang untuk memperpanjang jabatan hingga tiga periode.

Jangankan tiga periode, dua periode saja rakyat dan bangsa Indonesia sudah sesak nafas. Tak ada kemajuan, tak ada prestasi, yang ada hanya frustrasi.

Persoalan utang pemerintah hanyalah satu masalah dari pengelolaan negara yang belepotan. Sudah mengorbankan kedaulatan ekonomi dengan memeluk negara komunis RRC, masih juga investasi macet.

Alih-alih maju, justru banjir TKA Cina. Publik mereaksi atas mengalirnya TKA yang tak jelas jumlah dan kualifikasinya itu.

Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan sang protektor harus loncat sana loncat sini demi investasi. Lucunya, sampai harus menghadap Dubes Saudi segala sambil mengurus kuota haji katanya.

Ketika pemerintah tak mampu membayar utang maka negara menjadi negara gagal bayar (default) yang berimpilikasi luas pada banyak sektor. Hilang kepercayaan dari investor sudahlah pasti dan ini membuat anjlok atau kacaunya pasar saham.

Lembaga keuangan akan gagal melakukan antisipasi apapun. Pendanaan untuk pendidikan, kesehatan, dan fasilitas publik lain akan terhenti. Masyarakat resah.

Keresahan membuat masyarakat ingin menyelamatkan uangnya dan akibatnya perbankan pun kolaps. Ini berpengaruh pada nilai mata uang nasional.