Memotret dari Dekat Kehidupan Anak-anak Gaza di Kamp Pengungsian yang Penuh Sesak

Eramuslim.com – Sekira satu juta warga Palestina, setengahnya adalah anak-anak, tinggal di tempat penampungan formal dan informal di Jalur Gaza setelah pasukan penjajah ‘Israel’ mengusir mereka dari tempat tinggal mereka.

Defense for Children International – Palestine (DCIP) mengunjungi tempat penampungan di Sekolah Al-Daraj di Kota Gaza untuk meninjau kondisi dan mewawancarai orang-orang yang sedang bertahan di sana.

Sekolah-sekolah yang dioperasikan oleh UNRWA di Gaza telah berfungsi sebagai pusat penampungan bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.

Namun, serangan besar-besaran militer penjajah laknatullah terhadap Gaza yang merupakan upaya genosida telah menciptakan kondisi pengungsian yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Keluarga-keluarga pengungsi Gaza berjuang melawan kemiskinan ekstrem yang diperparah dengan tidak memadainya fasilitas vital kehidupan.

Terbatasnya akses terhadap air bersih, yang diperburuk oleh kekurangan bahan bakar akibat pembatasan yang dilakukan penjajah ‘Israel’, telah menyebabkan penyebaran berbagai penyakit.

Air minum yang langka menyebabkan banyak orang terpaksa meminum air yang tidak layak minum sehingga makin memperparah risiko kesehatan di tempat penampungan yang penuh sesak itu

Video: Ritaj yang berusia 8 tahun tinggal di sekolah penampungan bersama bibinya setelah selamat dari serangan udara penjajah ‘Israel’ yang menewaskan keluarganya dan memaksa dokter untuk mengamputasi kakinya. 

Kehidupan Sehari-hari di Sekolah Al-Daraj 

Sekolah Al-Daraj di Kota Gaza merupakan salah satu penampungan terbesar di wilayah tersebut. Saat ini, Al-Daraj menampung sekira 3.600 warga dari 460 keluarga, 1.700 di antaranya anak-anak, termasuk sedikitnya 15 anak penyandang disabilitas dan seorang gadis muda pengidap kanker.

Banyak anak yang tinggal di tempat penampungan itu terpisah dari anggota keluarga lainnya.

“Saya berharap bisa melihat keluarga saya di selatan. Saudara, bibi, dan ayah saya ada di sana. Saya merindukan mereka semua, dan saya berharap bisa pulang,” kata Janat A. yang berusia 13 tahun.

Fasilitas penampungan, yang terdiri dari 69 ruang kelas dan 19 tenda di koridor dan halaman itu penuh sesak; dengan rata-rata enam hingga sembilan keluarga, atau sekira 30 hingga 50 orang, menempati setiap ruangan.

Sekolah Al-Daraj menampung sekira 3.600 warga, di mana setengahnya adalah anak-anak. (DCIP)

“Saya ingin pergi ke kamar mandi yang bersih. Saya sangat terganggu dengan kebersihan di sini,” kata Atef Q, 17 tahun, kepada DCIP.

Dengan hanya empat kamar mandi, antrean panjang dan tidak ada habisnya selalu terjadi. Tidak adanya petugas kebersihan yang ditunjuk membuat kamar mandi dalam kondisi tidak sehat, memaksa warga untuk mencari lokasi alternatif guna mengumpulkan air dan menjaga kebersihan pribadi, termasuk ke fasilitas terdekat seperti Rumah Sakit Baptis Al-Ahli.

“Air hanya mengalir selama setengah jam. Jadi, saya tidak bisa mengisi wadah-wadah persediaan air. Kadang-kadang saya pergi ke Rumah Sakit Baptis untuk mengisinya, tetapi saya merasa lelah karena harus membawanya ke mana-mana. Saya berharap kami semua bisa makan makanan yang sama satu sama lain. Saya makan, tetapi saya tahu sebagian orang tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan. Saya ingin mereka semua bisa makan,” kata Mohammad H., 15 tahun.

Salah satu masalah yang paling mengkhawatirkan adalah memburuknya jaringan pembuangan limbah di Sekolah Al-Daraj. Genangan air limbah yang menggenang menarik serangga pembawa penyakit sehingga meningkatkan risiko penyakit di lingkungan pengungsian.

Genangan air merupakan tempat berkembang biaknya nyamuk dan serangga lain yang menyebarkan penyakit. (DCIP) 

Tidak adanya fasilitas memasak yang memadai memaksa para keluarga untuk menggunakan cara-cara seadanya, seperti memasak dengan menggunakan kayu bakar.

“Saya capek harus terus-menerus membawa air. Saya juga jenuh dengan asap ketika menyalakan api bersama ibu saya,” kata Yasmin Q, 16 tahun.

Gas untuk memasak tidak dapat diakses karena pembatasan yang diberlakukan oleh otoritas ‘Israel’. Ketergantungan pada kayu untuk memasak atau memanaskan air menyebabkan seringnya terjadi kebakaran.

Asap memperburuk masalah pernapasan, khususnya di kalangan anak-anak, sedangkan penggunaan bahan plastik sebagai bahan bakar menimbulkan ancaman kesehatan tambahan.

Masalah Kesehatan di Sekolah Al-Daraj 

“Banyak penyakit telah menyebar di antara anak-anak di pusat penampungan, seperti dehidrasi, dan tidak ada garam rehidrasi untuk mengatasi masalah ini,” ucap dr. Mohammad Ibrahim Zabar, seorang dokter penyakit dalam yang menjadi sukarelawan di beberapa tempat penampungan.

“Kami juga memiliki masalah terkait kekurangan vitamin. Mengingat meluasnya malnutrisi, banyak anak yang menderita kekurangan vitamin, sayangnya kami tidak bisa memberikan apa pun kepada mereka. Hepatitis juga telah menyebar secara mengerikan di antara anak-anak ini sebagai akibat dari penumpukan air limbah dan kurangnya kebersihan di tempat tersebut.”

Tidak ada layanan pengelolaan limbah atau sanitasi di Sekolah Al-Daraj. (DCIP)

“Ada banyak penyakit kulit yang menyebar di sini,” jelas Dr. Zabar, “nyamuk dan beberapa serangga aneh bermunculan karena penumpukan air limbah dan sampah. Anak-anak di sini juga menderita diare, infeksi usus, dan anemia, sedangkan kami tidak memiliki obat-obatan yang bisa diberikan. Kudis dan kutu air juga menyebar pada anak-anak perempuan akibat kekurangan air dan jarang mandi.”

“Sudah berulang kali kami berdiri tak berdaya di hadapan anak-anak penderita diabetes, karena tidak ada obat yang dapat diberikan kepada mereka dan mereka tidak bisa menerima dosis insulin yang diperlukan. Selain itu, jika insulin tersedia, maka harus disimpan di lemari es, sedangkan tentunya tidak ada lemari es yang berfungsi karena minimnya bahan bakar.”

Tidak berhenti di situ. Abdulqader Al-Moubayed, Direktur Sekolah Al-Daraj, mengatakan, “Pusat perlindungan ini menjadi sasaran langsung pada tanggal 16 Desember, ketika sebuah peluru artileri menghantam lantai empat, mengakibatkan banyak korban jiwa, termasuk puluhan warga sipil dan anak-anak.”

“Selain itu, gedung klinik UNRWA yang berdekatan juga menjadi sasaran beberapa kali selama agresi ini. Salah satu serangan terjadi pada tanggal 4 Desember, disusul serangan lainnya pada tanggal 16 Januari, yang mengakibatkan hilangnya sekira 15 nyawa, termasuk lima anak-anak,” lanjutnya.

Penargetan tempat penampungan, seperti Sekolah Al-Daraj, yang terjadi berulang kali oleh serdadu penjajah zionis selama serangan militer di Gaza, menjadi bukti telak pengabaian negara palsu tersebut terhadap hukum kemanusiaan internasional dan keselamatan warga sipil.

Penargetan tempat penampungan di Gaza dengan sengaja merupakan pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan internasional, sebagaimana tercantum dalam Konvensi Jenewa Keempat tahun 1949.

Konvensi ini melarang serangan terhadap objek sipil, termasuk sekolah yang digunakan untuk melindungi warga sipil selama konflik bersenjata. Tindakan tersebut juga bertentangan dengan prinsip pembedaan, yang mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk membedakan sasaran sipil dan militer.

Selain itu, Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional menyatakan bahwa penargetan yang disengaja terhadap warga sipil atau objek sipil adalah kejahatan perang, dan dapat dihukum berdasarkan hukum internasional. (DCI Palestine/Sahabat Al-Aqsha)

Beri Komentar