Jihad Abdulmumit: Hidupku di Penjara, dan Islam Tempatku Berlindung

jihadabdulmumit

Jihad Abdulmumit menghabiskan hampir separuh hidupnya di dalam penjara. Tempat dimana ia mengalami tindakan rasial dan diskriminasi yang pemicunya cuma dua, jika tidak karena ia warga kulit hitam, pemicu yang lain adalah karena ia seorang Muslim.

Pengalaman itu membuat Jihad sangat menghargai arti kebebasan sehingga ia selalu berusaha memanfaatkan setiap detik waktunya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat.

“Saya melihat kebebasan dengan cara pandang berbeda. Adalah sesuatu yang sangat berharga memiliki kemampuan yang bebas untuk mengekespresikan dri sendiri dengan cara yang sehat dan bermanfaat serta memberikan inspirasi tentang kebesaran dan kemampuan diri seseorang, tanpa adanya hambatan, diskriminasi, penindasan dan rasa dendam,” ujar Jihad tentang makna kebebasan bagi dirinya.

Jihad mendapatkan hidayah Islam ketika ia masih berada dalam tahanan. Tahun 1979, Jihad yang ketika itu masih bernama David Bryant ditangkap, diadii dan divonis hukuman penjara selama lebih dari 23 tahun karena keterlibatannya dalam organisasi Black Liberation Army dan Black Panther Party, dua organisasi yang menyerukan angkat senjata untuk pertahanan diri dan pembebasan warga kulit hitam di AS.

“FBI tidak menganggap orang kulit hitam sebagai teroris, tapi melihat mereka sebagai penjahat,” kata Jihad, meski ia menjalani hukuman dengan status tahanan politik.

Empat bulan menjalani tahanan dan isolasi, Jihad menemukan cahaya Islam. “Saya sangat terinspirasi dan termotivasi untuk belajar bahwa Tuhan, Allah Swt, bukan seorang manusia, tapi Sang Pencipta atas segala sesuatu,” Jihad mengungkapkan perasaannya saat pertama kali menunaikan Salat Jumat berjamaah sebagai seorang mualaf.

Oleh komunitas tahanan Muslim di penjara, ia diberi nama Jihad Daud Abdulmumit setelah ia mengucapkan dua kalimat syahadat. Teman-teman Muslinya memilih nama itu karena ia adalah anggota Black Liberation Army. “Saya kira mereka berpikir bahwa nama ‘Jihad’ cocok untuk saya,” ujarnya.

Jihad mengungkapkan, salah satu dari hal-hal paling buruk di penjara adalah berada di sel isolasi selama berhari-hari. Jihad juga mengatakan bahwa ia banyak mengalami tindakan rasial karena ia warga kulit hitam. “Meski petugas penjara atau petugas konsultasi memperlakukan Anda sama seperti tahanan lainnya, tindakan rasial tetap masih terlihat jelas,” ungkap Jihad.

Tapi ketika Jihad memeluk Islam, ia menemukan “tempat berlindung” yang membantunya melalui masa-masa terberat dalam hidupnya. “Islam mengajarkan saya bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Maka, saya menerima pengalaman saya di penjara dengan sikap tenang dan kesabaran,” ujar Jihad.

Ia mengatakan, banyak tahanan yang Muslim menghadapi perlakuan rasial dengan cara yang justeru membuat mereka akhirnya dihormati oleh tahanan lainnya. “Tahanan Muslim mendapatkan rasa hormat dari otoritas penjara karena kematangan jiwa para tahanan Muslim dan kedisiplinan mereka, serta sikap moral yang kami tunjukan. Otoritas penjara mengakui hal itu,” tukas Jihad.

Sejak bebas dari penjara, Jihad memanfaatkan hari-harinya dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat dan tetap menjadi seorang Muslim. Kini ia menjadi seorang motivator, penulis buku dan aktif dengan berbagai kegiatan di kemasyarakatan. Untuk itu Jihad mengaku menjadi seorang yang beruntung. (ln/iol)