Berdoa Harus dengan Lafadz dari Hadis?

Assalamualaikum WW.

Ustaz yang saya hormati. Baru-baru ini di musholla kami seorang penceramah menyatakan hal sesuai judul di atas, dan hal tersebut membuat saya menjadi ragu tentang doa yang saya lakukan, karena saya sering menggunakan bahasa Indonesia untuk berdoa di samping dengan doa yang di ajarkan Rosullah SAW. Mohon diberikan penjelasan mengenai:

1. Batasan-batasan apa yang menjadikan ibadah itu disebut ibadah mahdoh, seperti sholat, shaum dan lain-lain.
2. Mohon saya diberikan dalilnya

JazaKumuLLAH,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang benar bahwa sebaiknya kalau kita berdoa, maka kita menggunakan lafadz yang datang dari kitabullah atau dari sunnah Rasulullah SAW. Dari segi keutamaan, tentu keduanya lebih utama, karena merupakan kalamullah dan sabda Rasul-Nya.

Namun bukan berarti berdoa dengan lafadz yang kita buat sendiri menjadi haram atau terlarang. Tidak demikian cara kita memahaminya. Bahkan ada banyak riwayat yang menyebutkan adanya shahabat nabi yang berdoa dengan menggunakan gubahannya sendiri, namun alih-alih melarangnya, justru Rasulullah SAW memujinya.

Ini menunjukkan bahwa berdoa dengan lafadz yang kita gubah sendiri sama sekali tidak terlarang. Kecuali bila ada yang salah dalam redaksinya, sehingga malah merusak esesi doa kita.

Namun selama isinya masih sejalan dengan aqidah dan syariah, tidak ada larangan untuk hal itu.

Di masa Rasul, ada seorang shahabat yang diriwayatkan berdoa dengan lafadz yang beliau SAW belum pernah dengar. Sampai beliau SAW minta shahabat tadi mengulanginya. Bunyinya:

الحمد لله حمدًا كثيرًا طيبًا مبارَكًا فيه كما يحبُّ ربُّنا أن يُحمَدَ ويَنبغي له

Segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak dan baik serta diberkati di dalamya, dengan pujian yang Tuhan kami menyukai untuk dipuji dengannya dan pantas pujian itu untuk-Nya.

Setelah mendengar sekali lagi lafadz doa gubahan shahabatnya itu, beliau bersabda, "Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh 10 malaikat berebutan untuk menuliskannya. Namun mereka tidak tahu cara menuliskannya hingga mereka bawa kepada rabbul ‘izzah Allah SWT, maka Allah SWT perintahkan, "Tulislah sebagai hamba-Ku mengucapkannya."

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dengan para perawi yang tsiqah. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, namun dengan sedikit perbedaan, yaitu:

الحمد لله حمدًا كثيرًا طيبًا مبارَكًا فيه كما يحبُّ ويرضى

Segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak dan baik serta diberkati di dalamya, dengan pujian yang Tuhan kami sukai dan ridhai.

Hadis ini bisa kita periksa dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib, pada bagian Az-Zikr wad- du’a.

Selain hadits di atas, juga ada hadits lainnya yang senada.

عن عبد الله بن عمر، رضي الله عنهما، فيما رواه الإمام أحمد وابن ماجه أن رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ حدثهم أن عبدًا من عباد الله قال, "يا ربِّ، لك الحمدُ كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك" ولم يَدرِيَا كيف يَكتُبانِها، فصَعِدَا إلى السماء فقالا: يا ربنا، قد قال مقالة لا ندري كيف نكتبها! قال الله وهو أعلم بما قال عبده: ماذا قال عبدي؟ قالا: يا ربِّ، إنه قال: يا ربِّ، لك الحمدُ كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطان. فقال لهما: اكتباها كما قال عبدي حتى يلقاني فأجزيَه بها

Dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasulullah SAW menceritakan tentang seorang hamba dari hamba-hamba Allah yang berdoa, "Ya Tuhan, bagi-Mu segala puji sebgaimana pujian yang pantas untuk kemuliaan wajah-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu." Namun kedua malaikat tidak tahu bagaimana cara menuliskan pahalanya. Maka mereka naik ke langit dan bertanya, "Wahai Tuhan kami, hamba-Mu telah berdoa dengan lafaz yang kami tidak tahu bagaimana cara menuliskan pahalanya." Maka Allah bertanya, "Apa yang dilafazkan hamba-Ku?" Keduanya menjawab, "Dia berdoa, "Ya Tuhan, bagi-Mu segala puji sebagaimana pujian yang pantas untuk kemuliaan wajah-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu. Maka Allah perintahkan kepada mereka berdua, "Tulislah sebagaimana hamba-Ku mengucapkannya, hingga Dia menemui-Ku, maka Aku akan berikan pahala-Nya."

Dua hadits di atas membuktikan bahwa Rasulullah SAW tidak melarang shahabatnya berdoa dengan lafadz yang dikarangnya. Tentunya dengan lafadz yang benar serta tidak melanggar adab berdoa.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.