Adab Berbicara Dalam Islam: Dilarang Memotong Omongan Orang Lain

Kedua, memotong pembicaraan seseorang tidak dibenarkan. Setiap orang memilki hak untuk didengarkan sehingga hak dia untuk berbicara tidak bisa dipangkas begitu saja tanpa ada alasan yang bisa dibenarkan secara syar’i, seperti menggunjing. Menggunjing dilarang di dalam ajaran Islam. Alquran mengibaratkan menggunjing orang lain sebagai memakan bangkai saudaranya sendiri yang telah mati. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam penggalan Surat al-Hujurat, ayat 12, berikut ini:

.وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمُ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَنْ يَأكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ

Artinya; ”Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik.”

Namun demikian, memotong pembicaraan orang lain bisa saja diperbolehkan meskipun ia tidak menggunjing, asalkan sebelumnya sudah mengajukan izin, lalu dipersilakan. Sebagai contoh, seorang murid bermaksud menyela omongan guru karena ada sesuatu yang ingin ditanyakan. Ini boleh dilakukan jika murid tersebut meminta izin atau memohon maaf lebih dulu. Jika guru memberikan izin, maka apa yang dilakukan murid tersebut tidak salah.

Ketiga, jika seseorang bercerita kepada tentang suatu peristiwa yang tidak persis sama dengan keadaan yang sebenarnya, maka itu tidak harus disangkal secara frontal. Hal ini berlaku untuk hal-hal yang tidak prinsipil. Misalnya, seseorang bercerita tentang peristiwa kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jalan Sudirman antara sepeda motor dengan mobil. Lalu ia mengatakan peristiwa itu terjadi pada pukul 09.00 WIB.

Kebetulan ada orang lain yang juga mengetahui peristiwa itu dan tahu persis pada pukul berapa kecelakaan itu terjadi. Jika sudah tahu bahwa peristiwa itu terjadi pada pukul 09.10, orang itu tidak perlu secara frontal apalagi marah-marah menyangkal soal waktu kejadian yang dibicarakan tadi. Apalagi jika orang yang bercerita itu lebih menekankan tentang peristiwanya dan bukan tentang waktu kejadiannya serta tidak ada maksud berbohong, maka hal yang tidak prinsipil ini bisa ditoleransi.