Tujuan-tujuan Umum Harakah Islamiyyah (2)

Oleh: DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris *

***

Jalan Lain Menuju Perubahan

Apa yang penulis bicarakan pada jalan pertama merupakan jalan utama menuju perubahan ketika ada iklim kebebasan bagi harakah dan dakwah .

Tetapi ketika manusia ditekan, mulut dibungkam dan para da‘i dilarang menyebarkan dakwah Islam dan menyampaikan pesan agama, lantaran realitas kehidupan mereka diatur dan semua sarana informasi untuk dakwah ditutup, maka Imam Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah mengisyaratkan jalan lain, yaitu perubahan dengan kekuatan. Isyaratnya ini sangat jelas dan gamblang. Ia mengatakan,
“Banyak orang bertanya-tanya, apakah Al-Ikhwan Al-Muslimun berniat untuk menggunakan kekuasaan dalam mencapai tujuan-tujuan mereka. Saya tidak ingin meninggalkan mereka yang bertanya-tanya itu dalam keadaan bingung. Karena saya pun ingin memanfaatkan kesempatan ini. Saya akan mengungkapkan jawaban yang sejelas-jelasnya. Silakan simak!”

“Saya katakan kepada mereka yang bertanya-tanya, sesungguhnya Al-Ikhwan Al-Muslimun akan menggunakan kekuatan riil ketika sarana lain tidak berguna dan ketika mereka yakin telah menyempurnakan bekal iman dan persatuan. Ketika mereka akan menggunakan kekuatan, maka mereka akan menjadi orang-orang yang terhormat. Mereka akan memberikan peringatan terlebih dahulu, lalu menunggu jawaban, lalu mereka maju dengan terhormat dan penuh harga diri. Mereka akan menanggung setiap akibat dari sikap mereka ini dengan ridha dan lapang dada.”

Imam Hasan rahimahullah pernah menggunakan jalan ini, yaitu jalan penggunaan kekuatan untuk mencapai tujuan, di banyak tempat.

Al-Banna rahimahullah berkata, “Dapat dipahami sekiranya para reformer Islam itu puas dengan rutinitas nasihat dan pengarahan apabila mereka mendapati eksekutip sebagai pihak-pihak yang mau mendengar perintah Allah dan menjalankan hukum-hukum-Nya. Adapun saat ini, seperti yang Anda lihat, syari’at Islam berada di satu lembah dan perundangan-undangan di lembah lain, maka sikap pasif para reformer Islam untuk menuntut pemerintah merupakan sebuah dosa yang tidak bisa dilebur kecuali dengan bangkit dan merebut kekuasaan eksekutif dari tangan orang-orang yang tidak komit terhadap hukum-hukum Islam yang hanif.”

Al-Banna rahimahullah juga berkata, “Pemerintahan adalah bagian dari manhaj Al-Ikhwan Al-Muslimun. Mereka akan berusaha merebutnya dari tangan setiap penguasa yang tidak melaksanakan perintah-perintah Allah.”

Al-Banna rahimahullah juga menjelaskan sikap Al-Ikhwan Al-Muslimun terhadap pemerintah, “Apabila pemerintah lalai, maka yang pertama dilakukan adalah memberinya nasihat dan arahan, kemudian digulingkan dan dijauhkan dari kekuasaan. Tidak ada kewajiban taat kepada makhluk dalam perkara maksiat kepada Khaliq.”

Sayyid Quthub rahimahullah berkata, “Sesungguhnya manhaj Islam adalah menyingkirkan semua thaghut dari seluruh muka bumi, menghambakan manusia kepada Allah semata, mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada sesama hamba menuju penghambaan kepada Rabb-nya para hamba. Islam tidak memaksa mereka untuk memeluk akidahnya, tetapi Islam menyingkirkan penghalang bagi manusia untuk memeluk akidah ini, setelah menghancurkan sistem politik yang berkuasa, atau menglahkannya, hingga ia membayar jizyah dan menyatakan ketaklukannya, lalu masyarakat diberi kebebasan untuk memeluk akidah ini.”

Dalam perbincangan tentang karakter pertama manhaj haraki Islam, yaitu realistis serius, Sayyid Quthub mengatakan, “Islam adalah harakah yang menghadapi realitas manusia. Islam menghadapinya dengan sarana-sarana yang sesuai dengan eksistensi riilnya. Harakah Islamiyyah menghdapai jahiliyah dalam bentuk keyakinan dan persepsi, yang dipayungi dengan sistem yang riil dan praktis dan ditopang dengan kekuatan materi. Dari sini, harakah Islamiyyah menghadapi seluruh realitas ini dengan hal-hal yang sepadan. Harakah Islamiyyah menghadapinya dengan dakwah dan penjelasan untuk mengoreksi keyakinan dan persepsi dan menghadapinya dengan kekuatan dan jihad untuk menghilangkan sistem dan kekuasaan yang melindunginya.”

Sayyid Quthub juga mengatakan, “Pernyataan rububiyyah Allah semata atas alam semesta itu berarti revolusi menyeluruh terhadap hakimiyyah manusia dalam setiap bentuk, sistem dan tatanannya, serta pemberontakan yang sempurna terhadap setiap tatanan di seluruh permuakan bumi yang kekuasaannya ada di tangan manusia dalam bentuk apapun..Atau dengan kata lain, di setiap belahan bumi yang uluhiyyah-nya ada di tangan manusia dalam bentuk apapun. Hal itu karena pemerintahan yang seluruh kebijakannya di kembalikan kepada manusia dan sumber kekuasaannya adalah manusia itu berarti menuhankan manusia.

"Sebagian manusia menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Sesungguhnya makna pernyataan ini adalah mencabut kekuasaan Allah yang dirampas untuk dikembalikan kepada Allah dan mengusir orang-orang yang merampasnya, yang memerintah manusia dengan aturan-aturan yang mereka buat sendiri, lalu sebagian manusia mendudukkan diri sebagai tuhan dan sebagian yang lain mendudukan diri sebagai hamba.

"Sesungguhnya makna pernyataan ini adalah menghancurkan kerajaan manusia untuk mendirikan kerajaan Allah di muka bumi, atau dengan Al-Qur’an Al-Karim, “Dan Dia-lah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi” (QS Az-Zukhruf [43]: 84)

“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus.” (QS Yusuf [12]: 40) Kerajaan Allah di bumi tidak berdiri dengan dikuasainya hakimiyyah di bumi oleh manusia. Tetapi, kerajaan Allah itu berdiri dengan dijadikannya syari’at Allah sebagai penentu hukum dan dikembalikannya kewenangan kepada Allah sesuai syari’at yang telah ditetapkan-Nya.”

Konsep Kekuatan

Imam Syahid Al-Banna rahimahullah menjelaskan kekuatan yang akan digunakan Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk mencapai tujuan-tujuan mereka manakala jalan lain tidak berguna. Ia mengatakan,
“Tetapi Al-Ikhwan Al-Muslimun itu terlalu dalam pemikirannya dan jauh pandangannya untuk terjebak dengan perbuatan dan pemikiran yang dangkal. Mereka tahu bahwa tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan kekuatan adalah kekuasaan akidah dan iman, disusul dengan kekuatan persatuan dan rekatnya hubungan, lalu disusul dengan kekuatan lengan dan senjata. Satu jama’ah tidak bisa disebut kuat sebelum memiliki semua aspek ini.”

Peringatan:

Keberadaan salah satu unsur kekuatan, atau salah satu aspeknya pada jama’ah atau pada sebagian individu-individunya itu terkadang memerdaya beberapa orang untuk buru-buru memetik buah sebelum matang. Ia melakukan tindakan yang membahayakan seluruh jama’ah. Inilah tindakan sembrono yang diperingatkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dengan tegas.

Ia mengatakan, “Wahai Al-Ikhwan Al-Muslimun, khususnya orang-orang yang semangat dan terburu-buru! Sesungguhnya jalan kalian ini telah digariskan langkah-langkahnya, telah dibuat batas-batasnya. Saya tidak melanggar batas-batas yang saya yakini dengan sepenuh hati sebagai jalan paling aman untuk mencapai tujuan. Memang terkadang jalan ini sangat panjang, tetapi tidak ada jalan lain. Kedewasaan itu dilihat dari kesabaran, keseriusan dan perjuangan tanpa henti. Barangsiapa di antara kalian yang ingin memetik buahnya sebelum matang, atau memetik bunga sebelum waktunya, maka aku tidak sejalan dengannya sama sekali. Lebih baik ia meninggalkan dakwah ini dan bergabung dengan dakwah lain. Barangsiapa yang sabar sampai benih tumbuh menjadi pohon, lalu berbuah dan tiba saatnya memanen, maka pahalanya ada di tangan Allah. Dia tidak akan lupa memberi kita balasan orang-orang yang berbuat baik; kemenangan dan kepemimpinan, atau mati syahid dan kebahagiaan.”

Terkadang sikap buru-buru ini dipicu oleh bisikan nafsu atau bisikan setan bahwa jalan yang terbaik adalah dengan menaiki puncak kekuasaan atau ikut koalisi dalam kabinet dan terlibat dewan, tanpa melakukan persiapan yang memadahi dan tidak menyiapkan situasi umum agar Islam diterima.
Imam Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah mengatakan, “Atas dasar itu, Al-Ikhwan Al-Muslimun itu terlalu cerdas dan tetguh untuk mengambil tugas pemerintahan saat umat masih dalam kondisi seperti ini. Jadi, harus ada satu fase untuk menyebarkan prinsip-prinsip Al-Ikhwan Al-Muslimun hingga mewarnai pikiran masyarakat, agar mereka tahu bagaimana Al-Ikhwan Al-Muslimun lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.”

*) DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris

DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris adalah anggota Parlemen Jordania. Berasal dari desa Falujah, Palestina yang diduduki Israel 1949. Lahir tahun 1940. Menjadi Anggota Parlemen Jordania pada tahun 1989, kemudian terpilih kembali pada tahun 2003. Sempat dicabut keanggotaannya sebagai anggota parlemen Jordania karena melayat saat terbunuhnya Az-Zarkawi, pimpinan Al-Qaedah di Irak, kemudian dipenjara selama 2 tahun dan dibebaskan berdasarkan surat perintah Raja Abdullah II bersama temannya sesama anggota perlemen Ali Abu Sakr.

DR Abu Faris aktivis Gerakan Dakwah di Jordania. Meraih gelar doktor dalam bidang Assiyasah Assyar’iyyah (Politik Islam). Kepala bidang Studi Fiqih dan Perundang-Undangan di Fakultas Syari’ah Universitas Jordania. Beliau juga Professor pada Fakultas Syari’ah pada universitas tersebut. Di samping itu, beliau juga Direktur Majlis Tsaqofah Wattarbiyah pada Lembaga Markaz Islami Al-Khairiyah. Mantan Anggota Maktab Tanfizi Ikhwanul Muslimin, Anggota Majlis Syura Ikhwanul Mislimin dan Partai Ikhwan di Jordania.

Beliau terkenal dengan ketegasannya, ceramah-ceramah yang dahsyat di Masjid Shuwailih, kota Oman. Beliau memiliki lebih dari 30 karya buku terkait Hukum Islam, Siroh Nabawiyah, Politik Islam, Gerakan Islam. Syekh DR. Abu Faris memiliki ilmu syari’ah yang mendalam sehingga menyebabkan Beliau pantas mengeluarkan fatwa-fatwa syar’iyah. Beliau juga sangat terkenal kemampuan penguasaan pemahaman Al-Qur’an dan tafsirnya.