Kondisi Objektif Gerakan Dakwah Saat Ini (5)

7. Krisis Keteladanan

Sesungguhnya keteladanan bukan hanya sebuah kewajiban bagi para aktivis dakwah dan para pemimpinnya. Keteladan juga sangat besar perannya dalam kesuksesan dakwah itu sendiri. Keteladanan yang kita maksudkan di sini ialah mencakup keteladanan leadership (kepemimpinan), keteladanan gaya hidup, ketaladan ilmu dan pemikiran, keteladan mencari rezki, keteladanan pelayanan (public services) dan seterusnya.

Muhammada Qutb menjelaskan dalam bukunya “Manhaj At-tarbiyah Al-Islamiyah”, bahwa keteladanan amat besar perannya dalam kesuskesan tarbiyah. Keteladanan merupakan sarana tarbiyah yang terbaik dan yang paling dekat dengan kesuksesan. Amat mudah mengarang buku tarbiyah. Amat mudah merumuskan manhaj (konsep), kendati memerlukan pengetahuan yang luas dan kecerdasan… Akan tetapi, manhaj tersebut akan tetap sebagai tinta di atas kertas…. Akan tetap mengangantung di angkasa selama tidak berubah menjadi kenyataan dan realitas yang bergerak di atas muka bumi dan selama manhaj dan isinya tidak menjelma menjadi manusia yang mampu menerjemahkannya ke dalam prilaku, aktivitas dan perasaannya. Jika sudah menjelma dalam kehidupan nyata, ketiak itulah manhaj berubah menjadi kenyataan, pergerakan dan bahkan berubah menjadi sejarah.

Sungguh Allah Maha Mengetahui – Dialah yang menciptakan manhaj yang Agung – bahwa realisasi manhaj tersebut membutuhkan manusia dan hati manusia yang mampu mengembannya dan merubahnya menjadi kenyataan agar manusia mengenal kebenaran manhaj tersebut dan lalu mengikutinya.

Sebab itulah Allah mengutus Rasul Muhammad Saw. untuk menjadi teladan bagi manusia.

Sungguh terdapat dalam diri Rasulullah itu teladan yang amat baik bagi orang mengharap (bertemu) Allah dan hari akhirat dan ia berzikir kepada Allah dengan banyak. (QS. Al-Ahzab / 33 : 21)

Allah telah meletakkan dalam pribadi Rasul Saw. gambran sempurna bagi manhaj Islam (konsepsi Islam), sebuah gambaran yang hidup nan abadi sepanjang sejarah.

8. Krisis Perencanaan

Salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh Gerakan Dakwah saat ini ialah krisis perencanaan. Krisis perencanaan tersebut dapat kita lihat melalui dua indakator utama berikut :

1. Sikap reaktif terhadap perubahan masyarakat dan sistem pemerintahan atau kekuasaan, baik lokal maupun global.

2. Tidak mampu membreakdown (menguraikan secara rinci dan sistematik) sebuah perencanaan yang matang bersifat long terms (jangka panjang) berdasarkan prinsip-prinsip awlawiyat da’awiyyah (skala prioritas dakwah) , proaktif, tanpa dipengaruhi atau diarahkan oleh perubahan-perubahan situasi politik yang terjadi baik di tingkat lokal maupun global.

Sesungguhnya perencanaan itu amatlah penting dalam semua aktivitas kehidupan, baik individu, rumah tangga, terlebih lagi organisasi dan pemerintahan. Bahkan keberhasilan gerakan-gerakan kebathilanpun sangat ditentukan oleh sebuah perencanaan yang matang dan berjangka panjang.
Gerakan Zionis Internasional misalnya, memiliki perncanaan yang matang dan berjangka panjang yakni 50 tahunan. Ketika Hertzel, pimpinan Zionis mengadakan konferensi pertama di Basel Perancis tahun 1897, ia dengan rekan-rekan seperjuangannya mencanangkan pendudukan Palestina dalam waktu 50 tahun. Untuk mencapai target tersebut, mereka menyusun perencanaan kerja (master plan) yang sangat strategis dan berjangka panjang. Di antara yang mereka rencanakan ialah :

1. Untuk menuju Palestina, terlebih dulu harus melewati Khilafah Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Artinya, Khilafah Usmaniyah harus dihancurkan terlebih dulu, baru ada jaminan dapat menguasai Palestina. Untuk menhacurkanya, mereka menghalalkan segala cara. Mereka menggunakan tiga cara paling ampuh sepanjang sejarah manusia yakni, tahta, harta dan wanita. AKhirnya tidak sedikit para petinggi Khilafah Usmaniyah yang terjebak dan terperangkap ke dalam tiga perangkap Yahudi tersebut. Mereka yang terperangkap itu tak lain adalah mereka yang mudah silau oleh kelap kelipnya kenikmatan dunia yang sementara lagi menipu. Di antaranya adalah Mustafa Kemal Ataturk yang menjadi pelaksana utama pembubaran Khilafah Utsmaniyah 1924.

2. Melakukan kaderisasi secara kontinyu dan sangat serius yang didasari oleh doktrin agama yang bersifat ideologis (keimanan), kendati mereka harus mengarang-ngarang cerita tentang Palestina yang sebenarnya tidak tercantum dalam kitab suci mereka. Semua doktrin ideologis yang mereka tanamkan bertumpu pada “Palestina adalah bumi yang dijanjikan Tuhan untuk bangsa Yahudi (promis land)”. Hanya bangsa Yahudilah satu-satunya yang berhak memilikinya. Keyaknikan dan pemahaman seperti ini mereke sebarkan dalam semua media yang mereka kuasai, termasuk dituangkan dalam berjilid-jilid buku.

3. Menguasai ekonomi dan media masa di dunia, khususnya di Eropa dan Amerika. Sekali lagi, peguasaan ekonomi dan media masa juga mereka lakukan dnegan menghalalakan segala cara. Dengan penguasaan ekonomi, mereka mampu menekan pemerintahan di Eropa dan Amerika, termasuk Kahilafah Usmaniyah dengan dalih pemeberian pinjaman keuangan. Dengan menguasai media masa, meraka berhasil membentuik opini dunia bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa yang teraniaya dan terusir dari negeri asalanya, yakni Palestina. Duniapun percaya dan tertipu oleh kebohngan publik yang terus menerus mereka cipatakan.

4. Menghancurkan agama-agama lain, khsusnya Islam dengan melahirkan agama baru yang didesain seakan menjadi penyelamat krisis dunia, seperti komunisme / sosialisme, nasionalisme, demokrasi dan kapitalisme. Penghancuran moral juga mereka galakkan melalui pendirian berbagai club-club malam dan tempat-tempat judi, pelacuran serta berbagai media porno dan sebagainya.

5. Menguatkan loby dan pengaruh terhadap negara-negara besar di dunia khususnya Inggris, Prancis, Amerika dan Rusia.

6. Memanfaatkan Perang Dunia ke 1 dan ke 2 untuk menguasai kemampuan perang, khususnya oleh generasi muda yang sengaja dirancang akan berperang di Palestina.

7. Membeli tanah, perkebunan dan rumah orang Palestin sebanyak mungkin melalui broker-broker tanah dari kalangan masyarakat Palestina yang orientasi hidup mereka hanya bisnis dan uang, bahkan sebagaiannya dibeli atas nama broker-broker tersebut.

8. Menggalakkan orang-orang Yahudi yang tersebar di berbagai belahan dunia untuk hijrah ke Palestina sebanyak mungkin, kendati hanya dengan tangan kosong.

9. Untuk menutupi semua kejahatan yang mereka lakukan dan sekaligus memperbanyak dukungan moril dan materil dari kalangan non Yahudi, mereka mendirikan lembaga-lembaga sosial (LSM) seperti Rotary Club dan Lions Club, khususnya untuk kalangan tokoh-tokoh formal, informal dan para pengusaha yang dibangun di atas dasar pemikitran kemanusiaan, persamaan, persaudaraan, hak asasi manusia, persamaaan hak antara kaum pria dan wanita (gender), toleransi beragama, semua agama adalah sama dan pemisahan antara agama dan kehidupan (sekularisme).

Terlepas dari penghalalan segara cara yang dilakuakan Zionis Intermnasional untuk menaklukkan Palestina, sejarah membuktikan, persis 50 tahun setelah Konferensi Basel, yakni tahun 1947, Ben Ghouren mendeklarasikan Negara Israel di Palestina yang didukung oleh semua Negara besar dunia, khususnuya Inggris, Perancis, Amerika dan Rusia. Hal tersebut tidak terlepas dari :

1. Startegi dan perencanaan yang matang dan berjangka panjang.

2. Kesabaran yang luar biasa dalam menjalankan apa ayng sudah menjadi palning (tidak isti’jal).

3. Opitimis yang amat besar dalam menuju suatu cita-cita.

4. Mereka dengan sukarela mengorbankan harta dan jiwa yang mereka miliki untuk mencapai tujuan.

5. Mereka bangun persaudaraan yang kuat di kalangan internal Yahudi yang didasari doktrin agama dan menghindarkan perpecahan internal semaksimal mungkin. Padahal mereka adalah bangsa yang amat mencintai dunia.

Itulah yang dulikukan Yahudi. Dengan ideologi dan konsep kebatilan yang sudah pasti melahirkan strategi dan metode atau cara yang batil pula, mereka berhasil menguasai Palestina dalam kurun waktum 50 tahun. Itulah perjuangan panjang yang tak kenal henti. Bahkan sampai hari ini, mereka yang jumlahnya hanya sekitar 15 – 20 juta jiwa, mampu menundukkan penduduk bumi yang jumlahnya mencapai 6 milyar, termasuk 1.6 milyar kaum Muslimin.

Pertanyaan kita selanjutnya adalah : Sudahkah Gerakan Dakwah hari ini menyusun sebuah perencanaan yang matang dan berjangka panjang sehingga – meminjam istilah syekh Fathi Yakan – para pemimpin dan aktivisnya mengetahuai sudah berapa langkag yang mereka lewati, di mana posisi mereka sekarang dan berapa langkah lagi yang harus mereka lalui?

Krisis perencananaan yang melanda Gerakan Dakwah saat ini tidak dapat lagi disembunyikan. Sebagai indicatornya, kita bisa lihat Gerakan Dakwah terkesan sangat reaktif dan belum bisa membangun sikap proaktif. Yang lebih membahayakan lagi ialah jika Gerakan Dakwah mengikuti atau dipaksa mengingikuti suatu kondisi sesuai perubahan-perubahan polititik yang ada sehingga terpalingkan dari visi dan misinya . Apalagi jika semua itu dilakukan hanya berdasarkan nafsu birahi keduniaan para elite/pemimpinnya. Jika hal tersebut terjadi, tidak ada yang lebih pantas kita ucapkan selain Innal lillahi wa inna ilaihi roji’un.

Adapun efek negatif dari krisis perencanaan tersebut diantaranya ialah :

1. Kebingungan kader dan simpatisan dakwah termasuk juga masyarakat Muslim lainnya. Kebingungan tersebut dengan jelas dapat kita tangkap melalu satu pertanyaan besar yang selalu mereka lontarkan : Mau kemana arah dan tujuan dakwah ini?

2. Mengakibatkan tindak-tanduk atau prilaku para pemimpin dakwah yang tidak konsisten dan selalu berubah-rubah dan bahkan tidak jarang pula paradoks, alias bertentangan dengan nilai-nilai dakwah yang diperjuangkan sebelumnya. Ini juga menyebabkan para kader dakwah dan masyarakat mengalami kebingunagn.

3. Akibat lain yang tidak kalah berbahayanya ialah aktivitas dakwah mengalami statis (lari ditempat) dan bahkan setback (mundur) serta menyimpang dari visi dan misinya.

4. Kehilangan standarasi dalam segala hal, sehingga sulit menentukan benar atau salah, menyimpang atau tidak menyimpang. Dalam kondisi seperti ini, biasanya para pemimpin dakwah dengan mudah melegitimasi kesalahan atau penyimpangan yang mereka lakukan karena tidak ada patokan dan standar yanga jelas dan mudah dipahami oleh para kader dan aktivis dakwah.