Karena Aku Kidal

Beberapa bulan yang lalu aku melihat seorang suami, makan menggunakan sendok dengan tangan kirinya. Aku terkejut dengan peristiwa itu, karena sang istri telah mengikuti tarbiyah yang lumayan. Maka aku pun menegur istrinya :”Kenapa suamimu makan dengan tangan kiri?” Sang istri ternyata telah memperingatkan suaminya. Dan jawaban sang suami adalah :” Aku tidak bisa, karena aku kidal.”

Alasan tidak bisa berubah, hanya karena merasa di takdirkan menjadi seorang yang kidal, adalah sebuah perbuatan yang tidak terpuji. Karena sebenarnya kita masih mampu melakukan tangan kanan kita. Kita masih mampu mengangkat sebuah beban dengan tangan kanan. Jadi jangan berlindung dengan sebuah kata :”Karena aku kidal!”

Padahal bila mau, insya Allah akan bisa. Sepanjang memang tangan kanan kita masih normal. Lain persoalan bila tangan kanan kita bermasalah atau memang tidak ada. Tentu saja Allah tidak akan memaksakan sesuatu hal kepada makhluknya, bila memang dia tak mampu.

Seharusnya dia bisa mencambuk dirinya untuk bisa menaati syariat, karena sesuai hadist Nabi Muhammad SAW bersabda :” Janganlah seorang dari kamu makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya, sesungguhnya syetan makan dan minum dengan tangan kirinya.” Hadits riwayat Tirmidzi..

Padahal telah jelas di pahami bahwa bila kita mengucapakan syahadatain, maka kita harus berusaha untuk tidak melanggar syariat, termasuk makan dan minum yang menggunakan tangan kiri. Karena sebagai muslim yang baik, adalah di mana kita harus selalu berusaha menjaga hal-hal yang paling sekecil apapun yang akan mendatangkan murka Allah pada kita.

Al-Quran Surat Al-Baqarah (2) ayat 208 : “Hai orang-orang iman masuklah kamu ke dalam Islam secara totalitas dan jangan kamu ikuti langkahnya syetan (karena) sesungguhnya dialah musuh yang jelas bagimu”

Dulunya sih, aku juga menggunakan alasan : ” Karena aku kidal”.Untuk tidak berusaha memperbaiki diri. Maklum diri ini dulunya, hanya memandang Islam sesuai dengan rukun Islam. Bila telah melaksanakan shalat, puasa dan zakat maka aku sudah merasa sebagai seorang Islam yang baik. Ternyata bila kita telah bersyahadat, maka akan banyak konsekuensi yang harus kita lakukan, misalnya tentang adab makan dan minum.

Tapi ternyata aku mampu memperbaiki akhlakku, untuk urusan makan dan minum. Aku merasa Allah sayang padaku, dengan memberikan aku hidayah untuk dapat sukses menyandang status kidal, tapi tidak melanggar syariat.

Baiklah aku akan berbagi cerita tentang status kidal yang telah ku punyai, dan bagaimana aku dapat berubah seperti saat ini.

Status kidal sebenarnya di masyarakat lingkunganku ( saat aku masih tinggal di kota Samarinda ) merupakan sebuah kebanggaan. Saya mengalami sendiri saat masih usia sekolah dasar. Ketika seseorang bertamu ke rumah, mereka bukannya menyuruh aku untuk belajar menggunakan tangan kanan, tapi malah memuji, :” Anakmu ini cerdas lho!?” Katanya sih, orang yang kidal biasanya adalah seorang yang cerdas.. Tentu saja sebagai anak kecil, sangat bangga dengan pujian itu. Yang mengakibatkan pada diri ini, tak ada sedikit pun rasa malu untuk makan dengan tangan kiri. Yah, saat makan memang tak ada teguran dari orang-tua maupun lingkungan, sepertinya semua memaklumi

Tapi untuk urusan menulis, saya kena batunya. Ketika kelas satu SD, guru kondeku ( aku hanya mengingat konde yang dipakainya saat itu, dimana ukurannya sangat besar ) begitulah kami mengingat namanya, memberikan shock therapy padaku. Saat aku menulis dengan tangan kiri, dia memukul mejaku dengan sebilah rotan, dan rasanya meja dan jantungku hampir melompat. Aku sangat terkejut, “Ada apa ini?” Ternyata beliau marah padaku, karena aku menulis dengan tangan kiri.

Efek dari kemarahan sang guru ternyata positif. Aku memang tidak diberitahu, kenapa aku tidak boleh menggunakan tangan kiri. Tapi mulai detik itu, aku secara sungguh-sungguh menggunakan tangan kiriku untuk menulis. Aku tak pernah curi-curi kesempatan untuk menggunakannya lagi. Aku patuh atas perintahnya. Padahal tulisanku termasuk lumayan dibanding teman-temanku saat itu. Tapi ternyata, aku harus mulai belajar lagi dari awal untuk menulis. Sungguh sebuah perjuangan yang berat.

Untuk urusan menulis sudah clear, tapi untuk urusan makan? Ternyata aku tidak pernah mencoba menggantinya dengan tangan kanan. Aku memang menggunakan tangan kanan bila menggunakan tangan, tapi tidak untuk makan dengan sendok. Orang-tua dan orang yang meiihatku makan tidak pernah menegurku. Mereka membiarkan perbuatanku itu. Memang di masyarakat sepertinya sudah maklum, bila seorang penyandang status kidal akan di maklumi, walaupun itu melanggar syariat Islam.

Aku tak pernah merasa malu untuk makan dengan tangan kiri. Karena memang semuanya dalam pemakluman lingkunganku. Tapi pada suatu hari, saat aku istirahat makan siang di sebuah toko elektronik di Samarinda ( tempatku bekerja ), kebetulan makan siang bareng rekan sejawat. Salah satu teman cowok kami, seorang laki-laki Jawa yang tak pernah terlihat shalat ternyata sangat marah padaku. “Hei!!! Itu tangan syaitan!!” Matanya yang memang besar, melotot ke arahku seakan mau menelanku bulat-bulat. Mukanya memerah. Sangat jelas kelihatan dia sangat murka. Aku hanya terdiam. Tak jadi meneruskan makan. Aku memang tahu tidak boleh makan dengan menggunakan tangan kiri, tapi apalah daya, selama ini aku sudah terbiasa.

Pernah aku mencoba menggunakan sendok untuk makan dengan menggunakan tangan kananku, tapi makanan yang masuk ke mulutku tak terasakan sebuah kenikmatan. Aku sangat kaku menggunakannya. Sendok itu seringkali hampir jatuh. Mungkin aku memang kurang latihan, bila di dibandingkan usahaku untuk menulis dulunya.

Dengan peristiwa kemurkaan teman sejawat itulah, aku mulai menyadari kesalahanku selama ini. Rupanya aku yang punya kekuatan di tangan kiri, bisa juga menggunakan tangan kananku bila aku diberikan sebuah BOM! Yah, sebuah kejutan yang menggetarkan jiwaku, baru aku bisa merubahnya.

Demikianlah kisahku. Maka yakinlah, walau kita berstatus kidal, kita akan dapat tetap berjalan di rel syariat, bila ada keyakinan dan kemauan yang kuat dari diri kita untuk berubah. Insya Allah.

Sengata, 5 Juni 2009

Halimah Taslima

Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata

[email protected]