Ketika Rasa Malu Hilang, Maka Anak Mampu Berbahasa Inggris

“Salah lagi.. bukan ini yang aku maksud, yang aku maksud coklat yang itu yang bergaris-garis yang ada krim lembut diatasnya, namanya chocholate melting cake, coklat itu tidak pakai rum dan tidak pakai alkohol, agak mahal memang, makanya jangan sampai salah pesan, mumpung ada yang bayarin,” Siska memberi petunjuk kepada adiknya, Rio yang sama-sama terpilih untuk mengikuti program pertukaran budaya antar negara Asia-Australia, di Australia. “Hmm…sedap sekali nampaknya dipandang namun kok rasanya tidak seenak kelihatannya yah, rasanya keras dan ada kacangnya, wah ini sih namanya brownies bukan coklat mouse atau apalah yang sejenisnya yang seperti aku inginkan,” lanjut Siska.

 

Ketika akhirnya petugas restoran datang dan menghidangkan makanan yang ternyata salah di pesan oleh Siska dikarenakan dia tidak tahu bahasa Inggrisnya apa, dengan setengah merengut Siska mengucapkan kalimat-kalimat yang menunjukkan bahwa harga makanan tersebut terlalu mahal dengan rasa yang dia belum tentu suka. Rio adiknya yang berusia 10 tahun tanggap akan kekesalan kakaknya, semua kawan Siska mendorong Siska untuk bicara langsung kepada sang petugas restoran, namun Siska enggan. “Malu, aku tidak tahu mau bicara apa, lalu ngomongnya gimana juga aku gak tau, takutnya salah pengertian, kan malu banget kalau aku sudah bicara dalam bahasa Inggris susah payah, eh orang  bule-nya gak ngerti dan gak enak banget kan ketika aku bicara salah, terus orang bule-nya membalas dengan suara keras lalu orang-orang sekeliling pada ngeliatin, pokoknya malu deh,” ucap Siska kepada kawan-kawannya.

 

Siska sendiri sebenarnya menguasai bahasa Inggris namun entah kenapa lidahnya terasa kaku ketika akan berbicara dalam bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan rasa takut dan malu Siska dalam memperaktekkan bahasa Inggris. Melihat kakaknya tidak berani berbicara, tidak lama kemudian Rio yang malah mencoba berbicara kepada petugas restoran. Dengan percaya diri dia berbicara kepada petugas yang menghidangkan coklat di meja. Hasilnya, tidak lama kemudian sang petugas dengan cekatan mengambil kembali piring yang ada di depan Siska untuk ditukar dengan makanan yang diinginkan oleh Siska.

 

Siska memandang kagum kepada Rio. Siska pun berpikir mengapa Rio bisa berani menggunakan bahasa Inggris padahal dia tidak begitu menguasainya. Ternyata dikarenakan Rio masih kecil sehingga tidak merasa malu, juga tidak terlalu banyak berpikir dalam bertindak maka hal ini membuat Rio dapat mengalahkan ketidakmampuannya dalam berbahasa Inggris. Dengan penuh percaya diri dan tidak merasa takut salah, Rio pun lantang berbicara dalam bahasa Inggris yang terpatah-patah namun dapat dimengerti oleh petugas restoran yang merupakan orang asli Australia.

 

Ketika rasa malu kita upayakan untuk dihilangkan ternyata dapat berdampak positif yaitu dapat menimbulkan kepercayaan diri seseorang sebagai modal untuk berani berbahasa Inggris walaupun masih suka salah. Namun lama kelamaan akan lancar dengan sendirinya karena bahasa Inggris itu kan juga datangnya dari Allah, maka akan mudah bagi siapa saja menggunakannya. Hal penting yang harus ditekankan ketika ingin bisa berbahasa Inggris adalah membuang rasa malu serta pikiran-pikiran negatif yang menggelayutinya, seperti tidak enak, takut salah dan lain-lain. Orang ‘bule’ juga sebenarnya tidak peduli dengan gaya bahasa kita, walaupun bahasa Inggris kita masih salah-salah ketika pertama-tama berkomunikasi dengan mereka, yah karena mereka maklum bahwa kita bukanlah orang Inggris ataupun orang Australia. Begitupun sebaliknya, mereka pun kalau bicara bahasa sunda atau bahasa jawa misalnya pasti tidak bisa, jadi yaa pede saja lah. Yakinlah kita pasti bisa, insya Allah.