"Abang, partainya apa?"demikian anakku bertanya, ketika abangnya baru saja selesai melepas sepatu ditangga pintu masuk rumahku. "Partai apaan jek, kecil-kecil ngomongin partai (sambil mencuil pipi adiknya yang gembul penuh roti isi coklat)."
"Uh..abang ni, payah, belajar mulu, emang abang gak punya partai ? jundi aja (kawannya sekelas di kelas I primary Tahfidz program) kecil-kecil punya partai, namanya Gaza night, partai apaan tuh bang? kalau si Afif sama kayak ibunya, partainya XYZ (menyebutkan sebuah nama partai islam) dan kalau ayahnya ABC (menyebutkan sebuah partai baru). Aneh ya, bapak ibu partainya beda-beda, keluarga kita partainya apa mi ?" tolehnya padaku. "Kalau aku maunya partai XYZ (menyebutkan nama partai Islam yang sama dengan kawannya)." Lalu abangnya menjawab : "umi pastilah sama kayak abi sama ama yang lain partainya, sama kayak ustad kamu jek, tapi teman abang si Syaiful (nama samaran) sombong banget mi, mentang-mentang ibunya caleg, gambarnya ada dimana mana, sok banget sekarang mi. Abang jadi gak suka dengan partainya."
"Alhamdulillah kita sekeluarga sama ya mi, berarti kita bisa masuk surga bersama dong mi, tapi umi gak jadi caleg kan? foto umi gak ada dimana-mana, adanya cuma difesbuk" gumam si kecil (6 tahun) lega sambil menghapus mukanya.
Diam-diam sambil terus mengiris buah untuk anak-anakku, aku berfikir, dulu aku waktu seumur mereka hampir tak perduli dengan partai ini dan partai itu, yang aku tahu hanya tiap lima tahun sekali ada sebuah poster besar yang isinya foto2 para mentri yang mana hari itu juga harus dihafal dan minggu depan ulangan dengan pertanyaan yang sama dengan tahun lalu, hanya jawabnya berbeda, seperti : "Siapakah mentri dalam negeri sekarang ? Siapakah menteri peridustrian? Siapakah mentri A dan begitu seterusnya.
Ternyata dengan maraknya pemilu yang sekarang dan juga dengan bertebarannya spanduk dimana2, menutupi spanduk nasi uduk dan ayam goreng, juga banyaknya bertebaran foto-foto caleg yang manis kayak artis, membuat aku kembali tersadar akan betulnya sabda nabi, sadar, bahwa sudah saatnya mengajarkan anak tentang apa saja, termasuk soal pemilu. Mengapa ada pemilu, karena sungguh akupun tak sangka, anak 6 tahun sudah aware (sadar dan peka, atau ; ‘ngeh’ bahasa betawinya) soal partai, jadi tak heran akupun kembali bergumam dan semakin yakin untuk mengikuti sabda nabi :
"Allimu Awladakum fa Innahum Yaiisyuuna fi Ghoiri zamanikum (didiklah anakmu sesuai dengan zamannnya)."
Dan ketika tanggal 9 april, pemilu berlangsung dan semua warga dikampungku berangkat ke alun-alun, maka anakku tak berfikir bahwa hari ini ada pesta ulangtahun. Karena sekolah libur dan ayah ibu pun pakai baju rapih, tidak pakai sarung, tapi dia akan sadar bahwa pada hari itu, kita semua sedang berpartisipasi dalam merubah masa depan bangsa, yang notabene adalah masa depan anak-anak kita.
Maka bersegeralah untuk mendidik anak sesuai dengan jamannya (dalam hal apapun) aku sampai ingin menangis, betapa hebatnya rasulullah. Sabda-sabda beliau menunjukan ketajaman beliau dalam melihat pendidikan dimasa 1400 tahun setelah kehidupan beliau. "didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka tidak hidup pada zamanmu." Hiks…
Allohummasoli ala muhammad wa alaali wassobihi wassalam.
Salam education, mum that luv kids that ALLAH given free !!! without paying anything, without choosing like Pemilu !!"