“Kalau SBY ada disini, baru tahu rasa dia”, demikian geramku, ketika kasir counter money changer di airport Dubai (sebuah negara islam di middle east) menolak rupiah yang aku tawarkan dan hanya menggeleng – geleng. Ketika kupaksakan menukar uangku, si kasir tetap menggeleng sekerasnya, sampai-sampai aku kaget, takut lehernya putus, dan dengansemangatnya dia berkata : “ No rupiah, no rupiah, no rupiahhhhh…..!!!! Dengan cueknya akupun menjawab memakai bahasa Indonesia, bahasa kebanggaanku dan kebanggaan nenek moyangku : “hanya ada rupiah, hanya ada rupiah, hanya ada rupiah!!!"
Kemudian aku dengan menahan haus, memutuskan untuk tidak jadi menukar uang walau aku masih punya dollar sisa-sisa peninggalan suamiku, yang kalau aku mau bisa kutukar, dan aku bisa membeli 5 botol minuman dingin. Apalagi melihat antrian panjang di imigrasi, huh! biar saja haus, pikirku menyiksa diri, daripada rupiahku dihina. Kalau dia bilang, no rupiah, aku juga bisa bilang, no dirham atau arham atau dinar atau sinar (istilah untuk mata uang dubai, aku saking kesalnya sampai-sampai tak mau tahu apa nama mata uang di Dubai).
Dan asli, sampai 2 hari di Dubai aku tidak menukar sedikitpun uang dollar dengan mata uang dubai, karena sakit hatiku yang dalam dan lebar. Aku melihat, SBY mampir di Oman (dekat-dekat Dubai). Wah…sayang SBY gak kesini, biar beliau melihat dengan mata kepalanya sendiri, betapa rupiah kita, yang diperlukan 200 juta penduduk Indonesia sama sekali tidak dihargai, dan jelas -jelas direndahkan. Akhirnya aku berkeras tetap menukar rupiahku yang ada gambar ibu kartini, (walau dia bukan ibuku, namun aku cukup bangga karena mukanya licin tanpa jerawat dan tubuhnya langsing, karena tak pernah makan mie ayam) dengan kawan-kawanku pelajar Indonesia. Mereka aku iming-imingi rupiahku baru loh, masih wangi belum lecek, belum terpakai sama tukang jual pulsa.
Akhirnya, karena SBY belum juga mampir ke Dubai, pada saat aku memerlukannya untuk melihat bagaimana rupiah ditolak di negeri yang sama-sama Islam, maka aku membuka money changer sendiri dengan kawan-kawanku orang indonesia asli yang bekerja disini, titik enggak pakai koma.
Hidup rupiah, tanpamu anak-anakku tak bisa belisusu coklat di warung mangPudjo, senyumku bangga.