Berislam Secara Kaffah (5)

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاء فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nur [24]: 4)

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS An-Nur [24]: 30)

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nur [24]: 31)

Dalam masyarakat ini isteri-isteri nabi sendiri – selaku isteri yang paling suci yang hidup di rumah yang paling suci dan di zaman yang paling suci – diberi perintah yang sama:

يَا نِسَاء النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS Al-Ahzab [33]: 32)

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS Al-Ahzab [33]: 33)

Di dalam masyarakat yang seperti ini isteri merasa aman terhadap suaminya dan suami merasa aman terhadap isterinya, dan sekalian wali-wali merasa aman terhadap kehormatan-kehormatan mereka, dan seluruh orang merasa aman atas syaraf dan hati mereka. Karena mata mereka tidak menatap pemandangan-pemandangan yang menimbulkan nafsu berahi, dan mata mereka tidak menarik hati mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan haram; baik itu saling mengkhianati di antara suami dan istri, atau keinginan-keinginan nafsu yang tertekan, dan penyakit-penyakit jiwa dan ketegangan saraf. Masyarakat Islam yang bersih dan suci akan terus aman dan tenang, dinaungi oleh sayap-sayap kedamaian, kesucian dan keamanan.

Dan yang terakhir, masyarakat Islam menjamin adanya pekerjaan dan penghasilan bagi setiap yang orang yang mampu bekerja, menjamin kehidupan yang layak bagi setiap orang yang lemah, dan menjamin adanya isteri yang salihah bagi setiap orang yang ingin hidup bersih dan terjaga. Ia menganggap setiap orang yang hidup di dalam masyarakat itu sebagai orang yang bertanggungjawab dari segi pidana seandainya ada seseorang yang mati kelaparan di kalangan mereka. Bahkan ada sebagian ulama fikih berpendapat bahwa mereka dikenakan denda diyat.

Masyarakat Islam menjamin kebebasan manusia, kehormatan dan harta benda dengan kekuatan undang-undang, setelah dijamin dengan perintah-perintah dan arahan-arahan Allah yang pasti dipatuhi.

Dalam masyarakat Islam seseorang tidak ada dihukum berdasarkan dugaan; tidak boleh memanjat rumahnya untuk mencari rahasia; tidak ada darah yang tumpah sia-sia selagi ada undang-undang qisas; dan tidak ada seorang pun yang kehilangan harta karena dicuri atau dirampok selagi ada undang-undang hudud.

Masyarakat Islam ditegakkan di atas dasar syura, nasihat dan saling membantu, di samping ditegakkan di atas dasar persamaan dan keadilan yang tegas, yang membuat seseorang itu merasa haknya terjamin dengan kekuatan syari’at Allah, bukan sesuai keinginan pemerintah, keinginan para pembesar yang berada di sekeliling pemerintah, dan keinginan kaum kerabat seorang pembesar.

Masyarakat Islam adalah satu-satunya masyarakat di antara seluruh masyarakat manusia lainnya yang membuat manusia tidak tunduk kepada sesama manusia. Sebaliknya, setiap orang baik pemerintah atau rakyat wajib tunduk kepada Allah dan syariat belaka, serta wajib melaksanakan hukum Allah dan syari’at-Nya. Mereka semua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah di hadapan Allah Tuhan semesta alam dan Hakim yang paling adil dengan penuh ketenteraman, kepastian dan keyakinan.

Semua ini merupakan sebagian dari makna kata as-silmi yang diisyaratkan ayat ini, yaitu ayat yang menyeru umat manusia supaya memasuki kedamaian agar mereka menyerahkan seluruh jiwa raga mereka kepada Allah. Tiada satu pun yang kembali kepada mereka, melainkan semuanya kembali kepada Allah semata dengan penuh kepatuhan dan penyerahan.

Makna as-silm (kedamaian) ini tidak dapat difahami dengan sebenarnya oleh orang yang tidak pernah mengetahui bagaimana hebatnya kebingungan dan kegelisahan itu berkecamuk di dalam jiwa yang tidak mendapat ketenangan iman, dan berkecamuk di dalam masyarakat-masyarakat yang tidak mengenal Islam atau pernah mengenal lslam kemudian meninggalkannya karena kembali kepada jahiliyah yang memakai berbagai nama di sepanjang zaman.

lnilah masyarakat-masyarakat yang malang dan berada di dalam kebingungan walaupun ia mempunyai segala sesuatu yang dapat memberikan kemewahan kebendaan, kemajuan peradaban dan seluruh nilai-nilai kemajuan sesuai tradisi jahiliyah yang menganut keyakinan-keyakinan yang sesat dan berpedomankan timbangan-timbangan yang rusak.