Self Promotion (5)

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (58) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Para penulis dan peneliti tentang solusi implementasi kaidah-kaidah, sistem, formulasinya, dan hukum-hukum fikihnya itu sejak pertama kali bingung mengenai cara memilih anggota dewan syura tanpa melalui pencalonan diri dan self-promotion! Bagaimana mungkin hal ini diterapkan dalam masyarakat tempat kita tinggal seperti ini, sedangkan mereka tidak mengenal satu sama lain, serta tidak mengukur dengan kriteria-kriteria kecakapan, kebersihan, dan sifat amanah!

Begitu juga, mereka bingung mengenai metode memilih pemimpin tertinggi? Apakah pilihan itu berasal dari masyarakat umum, ataukah dari usulan dewan syura? Apabila pemimpin tertinggi akan memilih anggota dewan syura—mengikuti larangan mempromosikan diri sendiri atau pencalonan diri, maka bagaimana mungkin mereka berbalik memilih pemimpin tertinggi? Tidakkah hal ini mempengaruhi pertimbangan mereka? Kemudian, jika mereka itu yang berbalik mencalonkan pemimpin tertinggi, tidakkah mereka punya kuasa atas pemimpin tertinggi, sedangkan pemimpin tertinggi tersebut memiliki kewenangan tertinggi? Kemudian, tidakkah hal itu membuatnya memilih individu-individu yang diyakininya loyal kepadanya, dan ini menjadi unsur pertama dalam pertimbangannya?

Dan masih banyak pertanyaan lain yang tidak mereka temukan jawabannya dalam kebingungan ini!
Saya mengetahui titik permulaan labirin ini. Yaitu asumsi bahwa masyarakat jahiliyah tempat kita hidup saat ini adalah masyarakat muslim; dan bahwa kaidah-kaidah sistem pemerintahan yang Islami dan hukum-hukum fikihnya itu bisa diimpor untuk diterapkan pada masyarakat jahiliyah ini dengan struktur keanggotaannya yang ada saat ini, dan dengan berbagai nilai dan moralnya yang ada saat ini!

Ini adalah titik permulaan labirin tersebut. Ketika peneliti bertolak darinya, maka sesungguhnya ia bertolak dari kekosongan dan berkutat pada kekosongan, sehingga ia semakin masuk dalam kebingungan, dan hingga ia mati!

Sesungguhnya masyarakat jahiliyah tempat kita hidup ini bukan masyarakat Muslim. Dari sini, sistem pemerintahan yang Islami tidak akan bisa diterapkan di dalamnya, dan begitu juga hukum-hukum fikih yang terkait khusus dengan sistem tersebut. Ia tidak bisa diterapkan karena mustahil, sebab fondasi sistem pemerintahan yang Islami dan hukum-hukum fikihnya tidak mungkin bergerak dalam kekosongan, karena sesuai wataknya ia tidak muncul dalam kekosongan, dan juga tidak bergerak dalam kekosongan!

Sesungguhnya masyarakat Islami itu tumbuh dengan struktur keanggotaan yang berbeda dengan struktur keanggotaan masyarakat jahiliyah. Ia lahir dari individu-individu dan kelompok-kelompok yang berjihad menghadapi jahiliyah untuk mendirikannya. Dan di tengah-tengah pergerakan tersebut kemampuannya teridentifikasi dan posisinya terpilah-pilah.

Itulah masyarakat baru, masyarakat dinamis yang selalu meniti jalannya untuk membebaskan “insan” seluruhnya di “muka bumi” seluruhnya dari penghambaan terhadap selain Allah; dan untuk mengangkat harkat mereka mereka dari penghambaan terhadap para thaghut, apapun dan siapapun thaghut tersebut.

Masalah seperti self-promotion, penuntutan jabatan, pemilihan pemimpin tertinggi, pemilihan anggota dewan syura, dan lain-lain, merupakan masalah yang banyak timbul. Para peneliti Islam menanganinya dalam kekosongan, di tengah masyarakat jahiliyah tempat kita hidup ini..dengan struktur keanggotaannya yang berbeda sepenuhnya dari struktur keanggotaan masyarakat Muslim, dengan berbagai nilai, kriteria, pertimbangan, akhlak, moral, dan konsepsinya yang berbeda sepenuhnya dari nilai, kriteria, pertimbangan, akhlak, moral, dan konsepsi masyarakat Muslim.

Juga seperti industri bank dengan prinsip interest-nya, perusahaan asuransi dengan sistem ribanya, keluarga berencana, dan masih banyak hal yang tidak saya ketahui! Ada banyak “masalah” dimana para “peneliti” itu terbelit di dalamnya dan berusaha menjawab permintaan fatwa yang ditujukan kepada mereka.

Sayangnya, mereka semua berangkat dari titik awal yang membingungkan! Mereka berangkat dari asumsi bahwa kaidah-kaidah sistem pemerintahan Islam dan hukum-hukumnya itu dapat diimpor dan diterapkan pada masyarakat jahiliyah kontemporer dengan struktur keanggotaannya yang ada saat ini, sehingga diharapkan masyarakat-masyarakat tersebut—ketika hukum-hukum Islam telah diterapkan padanya—akan beralih kepada Islam!

Ini adalah konsepsi yang menggelikan, bila bukan menyedihkan!

Fikih Islam dengan setiap hukumnya itu bukan yang membangun masyarakat Muslim. Sebaliknya, masyarakat Muslim dengan pergerakannya dalam menghadapi jahiliyah dan kebutuhan hakiki kehidupan itulah yang membangun fikih Islam dengan mengambil sumber dari prinsip-prinsip universal syari’at. Ttidak mungkin terjadi kebalikannya sama sekali!

Fikih Islam tidak bisa muncul dalam kekosongan, dan juga tidak bisa hidup dalam kekosongan. Ia tidak muncul dalam otak dan di atas kertas, melainkan tumbuh dalam realitas kehidupan. Bukan sembarang kehidupan, melainkan kehidupan masyarakat Muslim lebih tepatnya. Dari sini, harus ada masyarakat Muslim terlebih dahulu dengan struktur keanggotaan yang natural, sehingga ia menjadi wahana tempat fikih Islam itu dibangun dan diterapkan. Pada saat itulah hilang kesimpang-siuran.

Pada saat itu, terkadang masyarakat khusus tersebut—setelah ia tumbuh sembari menghadapi jahiliyah dan bergerak sembari menghadapi kehidupan—membutuhkan bank, perusahaan asuransi, program keluarga berencana, dan lain-lain. Tetapi terkadang juga tidak membutuhkan! Hal itu karena kita sejak awal tidak mampu menilai dasar kebutuhannya, ukuran kebutuhan tersebut, dan bentuknya, sehingga kita bisa menetapkan aturan menurut kondisi tersebut! Sebagaimana hukum-hukum agama yang kita punya ini tidak cocok dengan tuntutan-tuntutan masyarakat jahiliyah, dan tidak bisa memenuhinya. Hal itu karena agama ini sejak awal tidak mengakui legalitas masyarakat jahiliyah ini, dan tidak menerima eksistensinya. Dari sini, agama ini tidak menaruh perhatian untuk mengakomodir kebutuhan-kebutuhannya yang timbul dari kejahiliyahannya!