#RenunganRamadhan: Bermaksiat Bisa Halangi Turunnya Rezeki Allah Swt, dan Ketaqwaan Melancarkannya

sujud-shalat-di-masjidEramuslim.com – Tahukah kita jika perbuatan dosa dapat menahan rezeki Allah kepada kita dan ketakwaan dapat melancarkannya. Allah Subhaanahu wa Taala berfirman dalam Al Quran:

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS Al-Ankabuut: 45)

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran),” Allah subhaanahu wa taaala memerintahkan kepada kita untuk membaca wahyunya, yaitu Al-Quran. Arti dari membacanya adalah mengikuti semua yang terkandung di dalamnya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berjalan di atas petunjuk-Nya, membenarkan seluruh pengabaran-Nya, merenungi makna-makna yang terkandung di dalam Al-Quran dan membaca lafaz-lafaznya.

Maksud dari penyebutan “bacalah” dalam ayat ini hanyalah penyebutan sebagian makna untuk mewakili makna yang lain. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa arti perkataan “bacalah” adalah menjalankan agama seluruhnya. Sehingga perintah berikutnya, yaitu “dan dirikanlah shalat!” hanyalah penyebutan sebagian hal dari keumuman perintah untuk menjalankan seluruh agama.

Di dalam ayat ini terdapat perintah khusus untuk mengerjakan shalat, karena shalat memiliki banyak keutamaan, kemuliaan dan akibat-akibat yang sangat indah, di antaranya (disebutkan pada ayat ini) “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”

Al-Fahsyaa (perbuatan-perbuatan keji) artinya seluruh dosa yang dianggap besar dan sangat buruk dan jiwa terpancing untuk melakukannya. Al-Munkar adalah setiap maksiat yang diingkari oleh akal dan fitrah manusia. Mengapa shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Ini dikarenakan seorang hamba jika mengerjakannya dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syarat shalat serta memperhatikan ke-khusyuu-annya, maka hal tersebut dapat menerangi dan membersihkan hatinya, menambah keimanannya, semakin kuat keinginannya untuk berbuat baik dan semakin sedikit atau bahkan tidak ada keinginan untuk melakukan keburukan.

Oleh karena itu, dengan selalu mengerjakan dan menjaga shalat dengan sifat yang telah disebutkan, shalat akan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Dan ini termasuk tujuan dan hasil dari shalat. Dzikir di dalam shalat mencakup dzikir di dalam hati, lisan dan badan. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia hanyalah untuk beribadah kepadanya. Dan ibadah yang paling afdhal yang dilakukan oleh manusia adalah shalat. Di dalam shalat terdapat ibadah dengan menggunakan seluruh tubuh, yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. Oleh karena itu, Allah subhaanahu wa taaala mengatakan, “Dan Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar”

“Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan,” baik hal-hal yang baik maupun yang buruk. Allah subhaanahu wa taaala akan membalas dengan balasan yang sesuai.

Penjabaran Ayat

“Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”

Allah subhaanahu wa taaala memerintahkan hamba-Nya untuk mengerjakan shalat. Shalat memiliki berbagai macam manfaat. Di antara manfaat shalat adalah seseorang akan terhalangi untuk mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu bahwasanya dia berkata:

“Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, Sesungguhnya si Fulan shalat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya shalatnya tersebut akan menahan dirinya untuk melakukan seperti yang engkau katakan..”

Ibnu Masuud dan Ibnu Abbas radhiallaahu anhumaa berkata:

.

“Di dalam shalat terdapat sesuatu yang dapat menahan dan mencegah seseorang dari mengerjakan perbuatan maksiat kepada Allah. Barang siapa yang shalatnya tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan maruuf (yang baik) dan tidak melarangnya dari perbuatan mungkar, maka dia hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah dengan shalat tersebut.”

Al-Qatadah dan Al-Hasan rahimahumallaah berkata:

“Barang siapa yang shalatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan fahsyaa dan mungkar, maka shalatnya tersebut menjadi perusak dirinya.”

“Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan”

Perkataan Allah “dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar” ditafsirkan dengan berbagai macam tafsir berikut:Mengingat Allah lebih besar pengaruhnya untuk menahan seseorang dari melakukan perbuatan keji dan mungkar daripada shalat, karena shalat memang dapat mencegah seseorang untuk melakukan kemungkaran di dalam shalat, tetapi ketika di luar shalat pengaruhnya lebih kecil. Sedangkan ber-dzikir kepada Allah bisa menjadi pelindung darinya dari melakukan perbuatan mungkar setiap saat.

Ber-dzikir kepada Allah termasuk amalan yang paling afdhal. Di dalam riwayat Abud-Darda radhiallaahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya:

“Maukah saya kabarkan kepada kalian amalan yang paling baik dari amalan-amalan kalian, lebih di-ridha-i oleh Pemilik kalian, lebih meningggikan kalian dari derajat-derajat kalian, lebih baik daripada memberikan emas dan perak, serta lebih baik daripada kalian bertemu dengan musuh kalian, kalian penggal kepala-kepala mereka kemudian mereka memenggal kepala kalian?” Mereka pun berkata, “Apakah itu, ya Rasulullah!” Beliau berkata, “Dzikir kepada Allah.”

“Dan Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar” diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya Dzikir Allah (di hadapan para malaikat kepada hamba-hambanya) lebih besar (daripada dzikir hamba kepada Allah).”

Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Allah subhaanahu wa taaala berkata:

“Barang siapa yang mengingatku di dalam dirinya maka aku akan mengingatnya di dalam diriku. Barang siapa yang mengingatku di sekelompok orang, maka Aku akan mengingatnya di sekelompok (makhluk) yang lebih banyak dan lebih baik dari itu.”

Abdullah bin Rabiah rahimahullaah berkata, “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku, Apakah engkau mengetahui tafsir dari perkataan Allah taaalaa ()? Saya pun mengatakan, Ya. Beliau berkata, Apa tafsirnya? Saya menjawab, Dia adalah bertasbih, bertahmid dan bertakbir di dalam shalat, begitu pula membaca Al-Quran dan yang sejenisnya. Beliau berkata, Engkau telah mengatakan sesuatu perkataan yang mengherankan. Artinya tidak seperti itu, tetapi yang benar adalah Allah mengingat kalian ketika Allah memerintahkan dan melarang di saat kalian mengingatnya, lebih besar daripada ingat kalian kepada-Nya.

“Dan Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar” diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya mengingat Allah (dengan shalat) adalah lebih besar (daripada mengingatnya di selain shalat). Hal ini sebagaimana terdapat pada ayat:

“Bersegeralah menuju dzikir (mengingat) Allah.” (QS Al-Jumuah: 9)

Arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat Jumat. Begitu pula dengan ayat dalam surat Al-Ankabuut ini, arti dzikir dalam ayat ini adalah shalat. Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar

Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana disebutkan di dalam ayat ini. Begitu pula seperti apa yang dialami oleh Nabi Syuaib alaihissalaam. Kaum Nabi Suaib alaihissalaam mencela Nabi Syuaib dengan mengatakan:

“Mereka berkata, Ya Syuaib apakah shalatmu yang memerintahkan kepadamu agar kami meninggalkan apa-apa yang bapak-bapak kami ibadahi atau kami melakukan pada harta-harta kami apapun yang kami inginkan.” (QS. Huud: 87).

Nabi Syuaib alaihissalaam terkenal dengan kerajinannya dalam mengerjakan shalat, sehingga kaumnya pun terheran-heran ketika mereka disuruh untuk meninggalkan kesyirikan dan meninggalkan perbuatan haram mereka dalam mencari harta. Ini menunjukkan bahwa shalat berpengaruh terhadap ketaatan seseorang kepada Allah dan dapat menahan dirinya untuk mencari harta dari jalan yang diharamkan.

Shalat yang seperti apa yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Abul-Aliyah rahimahullaah mengatakan:

“Sesungguhnya di dalam shalat terdapat tiga hal. Setiap shalat yang tidak terdapat satu hal saja dari ketiga hal ini maka dia bukanlah shalat, yaitu: keikhlasan, rasa takut dan mengingat Allah. Keikhlasan akan menyuruhnya untuk berbuat kemaruufan, ketakutannya kepada Allah akan melarangnya dari perbuatan mungkar dan dzikir-nya dengan membaca Al-Quran akan menyuruh dan melarangnya.”

Ibnu Aun Al-Anshari rahimahullaah berkata:

“Apabila engkau sedang shalat, maka engkau berada di dalam hal yang maruf (baik). Engkau telah menahan dirimu dari mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.”

Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi hafidzhahullaah berkata, “Di dalam shalat hal pertama yang dilakukan adalah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, kemudian hal kedua adalah menjaga kebersihan hati dari memalingkan ibadah kepada selain Rabb (Allah) taaalaa ketika mengerjakannya. Kemudian mengerjakan shalat pada waktu-waktunya di masjid-masjid, rumah Allah, dan bersama jamaah kaum muslimin, hamba-hamba Allah dan wali-walinya.

Kemudian memperhatikan rukun-rukunnya, di antaranya: membaca Al-Fatihah, ruku serta ber-thumaninah di dalamnya, bangkit dari ruku serta ber-thumaninah di dalamnya, kemudian sujud di atas dahi dan hidung serta ber-thumaninah di dalamnya dan rukun terakhirnya adalah khusyuu, yaitu ketenangan, kelembutan hati dan meneteskan air mata.

Shalat yang seperti inilah yang memunculkan cahaya energi yang dapat menghalangi seseorang dari menceburkan dirinya ke dalam syahwat dan dosa, serta mendatangi perbuatan keji dan mengerjakan perbuatan mungkar.”(rz)