Ucapan Imam kepada Makmumnya sebelum Takbir

Assalamu’alaikaum wr. wb.

Ustadz yang saya hormati pertanyaan saya sebagai berikut:

1. Apa yang diucapkan seorang imam sholat untuk mengajak makmumnya, sebelum imam sholat mengangkat takbir, apa Nabi melakukannya?

2. Adakah hadist Nabi mengenai surat-surat yang dibaca dalam shalat setiap hari, misalnya untuk hari Senin Nabi membaca surat apa pada rakaat pertama dan surat apa dalam rakaat kedua, kemudian untuk shalat Zuhur, Ashar, Mahgrib, dan Isya. Kemudian untuk hari Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu?

3. Dalam pengajian saya pernah mendengar pak Kiyai berkata dalam ceramahnya berkata, "Kita harus tahu siapa yang punya Surah Yasin." Kita harus tahu siapa itu syaidina Angkasa? Pertanyaan saya apa betul ada yang punya surah Yasin?, dan siapa Syaidina Angkasa?

Terima kasih Pak Ustadz Jazakumullahi kasiron.

Wassamu’alaikum wr. wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada dasar dari sunnah buat imam untuk mengajak orang-orang shalat bersamanya, kecuali panggilan azan dan iqamat. Sebab shalat berjamaah itu merupakan ibadah yang secara otomatis sudah harus dijalankan. Sebagian ulama ada yang mengtakan hukumnya fardhu ‘ain dan sebagiannya mengatakan sunnah muakkadah. Selain ada juga yang mengatakan fardhu kifayah juga. Tentu masing-masing datang dengan dalil dan hujjahnya.

Tapi tidak ada masyru’iyah secara khusus di mana sebelum shalat imam mengatakan lafadz tertentu untuk mengajak shalat. Kecuali seruan imam untuk meluruskan shaf (barisan shalat).

وَعَنْ أَنَسٍ, عَنْ اَلنَّبِيِّ قَالَ رُصُّوا صُفُوفَكُمْ, وَقَارِبُوا بَيْنَهَا, وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Dari Anas ra. dari Nabi SAW, "Luruskan shaf kalian dan dekatkan antara shaf-shaf itu. (HR Abu Daud dan Nasai serta Ibnu Hibban menshahihkannya)

‏‏ وروي عن عمر أنه‏ ‏كان يوكل رجالًا بإقامة الصفوف فلا يكبر حتى يخبر أن الصفوف قد استوت‏‏ أخرجه عنه الترمذي

Diriwayatkan dari Umar ra. bahwa beliau menugaskan seseorang untuk meluruskan shaf, maka janganlah imam bertakbir sebelum dikabarkan bahwa shaf telah lurus. (HR Tirmizy)

Dan diriwayatkan pula bahwa Utsman ra dan Ali ra. melakukan hal yang demikian, seraya berkata, "Luruskan." Bahkan Ali ra. berkata, "Majulah wahai fulan dan mundurlah wahai fulan."

Bahkan Imam Ibnu Hazm mewajibkan hal itu untuk diucapkan oleh imam sebelum memulai shalat.

2. Selama ini kami tidak pernah menemukan ketentuan dalam membaca surat dalam shalat. Misalnya hari Senin harus baca surat a, Selasa surat b, Rabu surat c dan seterusnya. Semua itu tidak pernah ada dalilnya yang tsabit dari Rasulullah SAW. Sehingga tidak boleh dibuat-buat sedemikian rupa, lantaran ini adaah masalah ibadah mahdhah.

Ibadah mahdhah itu tidak boleh dikarang-karang seenak hati, kecuali ada nash yang sharih dari Rasulullah SAW.

Memang ada diriwayatkan dalam beberapa hadits bahwa pada suatu event shalat tertentu beliau membaca surat tertentu, misalnya pada shalat Jumat beliau membaca di rakaat pertama surat Al-A’la dan pada rakaat kedua membaca Al-Ghasyiah. Demikian juga pada shalat witir, sebagaimana hadits berikut ini:

وَعَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ يُوتِرُ بِـ "سَبِّحِ اِسْمَ رَبِّكَ اَلْأَعْلَى", و, "قُلْ يَا أَيُّهَا اَلْكَافِرُونَ", و, "قُلْ هُوَ اَللَّهُ أَحَدٌ" رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ

Dari Ubay bin Kaab berkata bahwa Rasulullah SAW shalat witir dengan membaca "sabbihisma rabbikal a’la", "qulya ayyuhal kafirun" dan "qulhuwallahu ahad". (HR Ahmad Abu Daud dan An-Nasai)

Akan tetapi tidak ada keterangan bahwa tiap hari ada ayat tertentu yang harus dibaca. Ini tentu mengada-ada dan tidak bisa diterima kecuali bila didasari dengan hadits yang sharih dan shahih. Dan tanpa dalil itu, kita boleh kita mengarang sendiri aturan shalat.

3. Tidak ada keterangan dari Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa tiap surat ada pemiliknya. Keterangan seperti ini kalau mau disampaikan, tentu membutuhkan dalil yang juga sharih dan shahih.

Selama tidak ada dalil yang muktamad, maka pernyataan ini menjadi gugur dengan sendirinya.

Dan seharusnya setiap muslim wajib punya sikap kritis dan berhak 100% untuk bertanya tentang dalil dari suatu fatwa atau keterangan yang dikeluarkan oleh siapapun.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.