Catatan Fahri Hamzah: Sudahlah, Dia Sudah Tak Sanggup…

*Semua itulah yang membuat kawan ini seolah-olah bisa menjadi Presiden. Tapi sudahlah. Cukup. Sadarlah bangsa Indonesia. Bahwa kawan kita itu sudah tak sanggup. Tapi kita tak boleh minta dia lempar handuk ditengah. Ada mekanismenya. Nanti di 2019, kawan kita itu dengan sadarlah, bahwa, janganlah di situ (Istana).*

Cari tempat lain. Nanti boleh maju lagi Pilpres kapan-kapan kalau latihan tinjunya sudah agak bagus. Kalau orang diingat mundur baik-baik, orang juga bisa menerima kembali baik-baik. Seperti Mahathir.

*Jadi kalau usul saya, Pak Jokowi istirahat dulu (dari Pilpres di 2019 nanti). Latihan dulu. Ambil kursus kepemimpinan di Amerika kah. Sebulan dua bulan. Kumpul sama aktivis dulu. Ngopi dulu sama kita. Belajar dulu tentang teori pergerakan. Belajar teori pembangunan. Belajar pidato tanpa teks. Sudah semua itu dilakukan dan hal-hal lain yang dibutuhkan, persiapkan diri.*

*Saya katakan. 2019 nanti, generasi baru mestinya yang harus memimpin Indonesia. Yang terlibat dalam demonstrasi. Yang berani menggulingkan rezim. Yang siap dengan situasi sekarang. Jadi, kita harus mulai ngomong jujur. Apalagi puasa. Nanti habis Ramadhan kita mesti lebih jujur lagi tentang kondisi hari ini.*

Karena kekacauan yang terjadi sekarang ini, bubarkan ormas, tuduhan makar kepada yang kritis, penegakan hukum yang tidak berpegang pada azas keadilan dan sebagainya, itu adalah bentuk dari amatirnya Pemimpin kita. Tetangga negara kita itu tertawa melihat betapa amatirnya Pemimpin kita. Sakit perut.

Dalam demokrasi, memang kadang-kadang pemimpin itu kadang dianggap tidak penting. Karena ada transformasi dari figur kepada sistem. Tapi bagi kita para aktivis, mengerti betul bahwa pemimpin kita ini sudah tak sanggup. Tidak ada janji pilpresnya yang diselesaikan. Tidak ada satupun.

Tapi sekarang, di negara kita, tanpa prestasi pun, rakyat diminta tepuk tangan. Padahal masalah tidak selesai. Ketimpangan luar biasa. Saya menulis buku tentang indikator ketimpangan yang nampak nyata. Ini kita punya standar yang miris tentang kesejahteraan bahwa kalau orang makan dengan 5.000 rupiah atau 10.000 rupiah dianggap sejahtera. Padahal ini salah. Sementara orang yang berpendapat berbeda dengan Pemerintah itu dibungkam. Supaya yang nampak itu puja-puji.

Kalau mau diri kita aman di negeri ini, maka lancarkan puja puji saja. Maka diri kita selamat. Akan aman. Selama Anda di pihak Pemerintah, maka apapun yang Anda perbuat, Anda akan aman-aman saja. Kasus *Novel Baswedan* sudah berapa lama tidak ketemu dalangnya. Tapi ini teroris dibongkar sedemikian cepat. Seolah-olah aparat super canggih