Catatan Fahri Hamzah: Sudahlah, Dia Sudah Tak Sanggup…

*Dan kalau memakai logika jaman 2.0 (jaman milenial), breidel sudah tidak ada gunanya lagi. Sosial media melekat dalam diri dan kamar setiap orang. Setiap orang di negeri kita bisa memviralkan diri tentang apa yang ingin dia sampaikan. Dengan caranya sendiri. Tanpa bisa diganggu.*

Tapi (di rejim ini) kok masih ada larangan. Orang menulis status, ditangkap. *Bung Ahmad Dhani* nulis di akun twitter, ditangkap. Saya dengar akunnya diambil alih kepolisian. Followernya 2,7 juta. Akunnya diambil alih dengan paksa.

*Jadi, Reformasi 2.0 ini harus kita lakukan, karena Rezim ini tidak memahami apa yang sedang terjadi. Mereka tidak paham bahwa mesin yang bernama demokrasi ini demikian canggihnya, sehingga peran negara makin lama makin minimalis.*

Kebebasan diantara rakyat itu tumbuh, dinamika dan perubahan semakin cepat, dan apabila negara tidak bisa beradaptasi dan bekerja lebih cepat, maka ia akan tertinggal. Dan itu yang sedang terjadi sekarang ini. Mereka tidak tahu cara mengelola ini semua, sehingga akhirnya mengambil langkah-langkah konyol. Dalam semua bidang.

Ideologi Pancasila yang sudah terbukti lebih dari 70 tahun menjaga Indonesia dan menyatukan kita semua, jangankan dibikin canggih dengan kemampuan artikulatif dari pemimpinnya, untuk mengungkapkan kebanggaan kita pada ideologi bangsa kita ini, malah dia kacaukan ideologi Pancasila itu, dia rusak ideologi bangsa kita dengan semboyan yang macam-macam.

‘Saya Pancasila, Saya Indonesia’. Seolah-olah yang lain tidak Pancasila dan tidak Indonesia.

*Demikian juga dalam dunia politik. Kebebasan partai politik untuk berekspresi ‘ditangkap’ dengan penuh kecemasan oleh penguasa. Sehingga partai-partai itu dipecah. Bahkan ada partai yang nyawanya sekarang itu ada di tangan Menkumham. Adu domba dalam politik begitu luar biasa.*

Presiden kita ini tidak presidensial. Apalagi negarawan. Dia bukan negarawan. Kemampuannya untuk membaca keadaan negara sekarang ini sangat lemah sekali. Kemampuannya untuk menjurubicarai keadaan itu tidak ada. Dia tidak paham Indonesia. Dia tidak paham Sabang – Merauke. Dan mungkin baru pertamakali dia pergi ke Papua, sehingga sekarang bolak-balik ke sana pakai pesawat kepresidenan.

*Dia bukan Angkatan Reformasi. Dia tidak pernah berjuang. Tidak pernah duduk di pinggir jalan. Apalagi pakai ikat kepala dan demonstrasi. Tidak pernah. Kawan kita dari awal hidupnya dagang mebel. Kita jujur ngomong ini.*

Tapi memang, orang kalau jadi Presiden, kelihatan sanggup. Karena jadi Presiden itu ada staf ini itu. Ada ajudan. Ada 12 mobil mengiringi jalan. Ada Paspampres. Pakaian resmi dinas. Ada orang-orang pintar di sekelilingnya yang membuat kebodohan itu jadi pelan-pelan tak kelihatan.