Islam pun Mampu Mengatasi Banjir

chinabanjirSeperti diberitakan, hujan deras yang mengguyur Jakarta beberapa hari ini telah membuat sejumlah titik di Ibu Kota terendam air dan ribuan warga Jakarta terpaksa mengungsi. Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI mencatat sebanyak 31 kelurahan terendam banjir hingga Senin (13/1/2014). Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menerbitkan status siaga banjir sebagai langkah antisipasi menghadapi banjir dan dengan status tersebut, satuan kerja perangkat daerah terkait dapat mengambil langkah-langkah penanganan banjir sesegera mungkin sesuai prosedur yang telah diatur.

Menurut Ketua Umum Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta yang dikutip dari kompas.com, Puput Tridarmaputra, banjir yang berulang kali melanda Ibu Kota negara merupakan potret amburadulnya tata ruang. “Kajian tata ruang tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Terbukti perizinan terhadap pembangunan gedung-gedung komersial terus diberikan tanpa adanya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal),” cetus Puput seraya menambahkan bahwa penanganan dan pengendalian banjir hanya dianggap sebagai proyek. 92% wilayah DKI Jakarta diketahui sudah dikonversi menjadi “hutan beton”, dengan kata lain, ruang terbuka hijau (RTH) sebagai ruang resapan hanya tersisa 8%. Selain itu, aspek rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sangat nyata terjadi, terutama kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan, bahkan memenuhi aliran sungai kerap dilakukan. Terlihat saat banjir, sampah yang terbawa arus Sungai Ciliwung yang melintasi wilayah Rawajati, Pancoran, Jakata Selatan, menumpuk di kolong flyover Kalibata. Lautan sampah yang tak terhitung jumlahnya itu tersangkut akibat ketinggian air yang menyamai tinggi jembatan di bawah kolong flyover tersebut.

Banjir, Ulah manusia

Menilik faktor utama pemicu banjir, yaitu buruknya tata ruang dengan semakin hilangnya ruang terbuka hijau dan rendahnya kepedulian lingkungan, jelas banjir terjadi karena murni kesalahan manusia. Karena sesungguhnya Allah telah menyediakan alam ini dengan kapasitas yang tepat, termasuk dalam menampung air hujan, karena siklus air pun bersifat tetap, tidak berkurang ataupun bertambah. Pun sifat aliran air sudah jamak dipahami, bahwa selalu mengalir menuju tempat yang rendah, maka pada pemukiman dataran rendah harus diupayakan mekanisme penahanan air yang tepat di daerah hulu, agar tidak melimpah menggenangi daerah di bawahnya, dan fungsi penahanan air oleh akar tanaman pun sudah jelas dipahami.

Allah, telah menunjukkan semua aturanNya

Manusia sesungguhnya dibekali akal untuk digunakan dalam memahami ayat-ayatNya, memikirkan penciptaanNya, sehingga bisa menemukan keterkaitan aturan Allah dengan fakta yang dihadapinya. Maka solusi jitu pun pasti dihasilkan, karena konsep solusi berakar dari Sang Maha Pemberi Solusi. Apa saja aturan Allah yang saat ini diabaikan, yang jika diterapkan tentu saja akan sangat berdampak pada penyelesaikan berbagai persoalan, termasuk banjir, antara lain :

1.      Syariat ekonomi Islam.

Islam menetapkan tentang status kepemilikan harta di dunia, terbagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan umum, negara dan individu. Kepemilikan umum dan negara tidak boleh dikuasai atau diserahkan pengolaannya pada individu, baik lokal maupun asing atau diprivatisasi. Kepemilikan umum di antaranya mencakup sumber alam seperti minyak bumi, tambang emas, perak, tembaga, dan lain-lain; benda-benda yang pembentukannya tidak mungkin dimiliki individu-seperti masjid, jalan raya; juga benda-benda vital yang dibutuhkan dan dicari-cari oleh manusia dan memiliki jumlah kandungan (deposit) yang amat besar, misalnya sumber mata air. Maka kawasan-kawasan pelindung siklus air yang vital yang pada umumnya berupa bukit-bukit, hutan, gunung, pantai, daerah aliran sungai tidak boleh diubah menjadi milik pribadi dan pengontrolan penuh dilakukan oleh negara. Negara tidak berhak mengubah kepemilikan umum (milik masyarakat) menjadi milik individu, apa pun dalihnya, termasuk membiarkan pembangunan pemukiman yang mengancam keberadaan daerah tersebut.

2.      Pengaturan tentang tanah.

Islam juga memiliki aturan dalam pemanfaatan tanah. Islam mendorong umat manusia untuk mengelola tanah secara produktif. Tanah-tanah telantar (yang dibiarkan tidak tergarap, meskipun berpotensi subur) akan menjadi hak milik si penggarap. Syaratnya, selama tanah tersebut dikelola dan digarap. Rasulullah saw. bersabda:

Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati maka tanah itu adalah miliknya. (HR al-Bukhari).

Jelas, kebijakan semacam itu sangat bermanfaat dalam memotivasi rakyat untuk bekerja produktif, mengatasi pengangguran, dan berdampak pada pemerataan harta melalui pembagian tanah-tanah telantar (ardhu al-mawât). Siapapun yang menelantarkan selama 3 tahun, maka kepemilikan otomatis akan berpindah pada yang menggarapnya. Produktivitas lahan akan memicu daerah resapan yang semakin luas, karena semakin bertambahnya daerah resapan air yang terbangun.

3.      Tata Kota

Prinsip tata kota yang dikembangkan harus memberikan daya dukung lingkungan, karena Islam melarang bersikap dzolim baik terhadap sesama manusia maupun hewan dan tumbuhan. Daerah produktif untuk pertanian misalnya, maka tidak boleh dibuka untuk perindustrian, karena membalikkan tanah menjadi produktif lagi tidaklah mudah. Pembangunan pemukiman atau fasilitas publik lain harus mengutamakan faktor sanitasi karena Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan, maka saluran pembuangan pun menjadi aspek yang tidak boleh ditinggalkan, termasuk saluran drainase yang memudahkan air mengalir dengan daya tampung yang mencukupi.

4.   Sistem pemerintahan Islam

Dukungan utama pemberlakuan aturan yang sesuai syariah adalah sistem pemerintahan yang sesuai dengan amanah Rasulullah SAW, yaitu sistem pemerintahan Islam, yang jelas sangat berbeda dengan sistem demokrasi. Sistem pemerintahan Islam tidak memberi ruang pada manusia untuk menetapkan hukum kecuali tidak bertentangan dengan syariat, karena kedaulatan ada di tangan syariat, bukan ditangan rakyat. Khalifah hanya berhak mengadopsi hukum yang tidak bertentangan dengan syariat, majelis umat hanya akan memusyawarahkan kebijakan yang tidak bertentangan dengan syariat dan umat akan mengontrol pelaksanaan syariat. Maka jelas, tidak akan ada kebijakan yang lahir dari kompromi antara penguasa dengan pengusaha seperti dalam sistem demokrasi, yang melahirkan banyak aturan transaksional, dan menumbuhsuburkan praktek korupsi.

5.   Sistem pendidikan Islam

Kesadaran terhadap lingkungan yang rendah tentu saja berangkat dari sistem pendidikan yang buruk. Sistem pendidikan Islam mentargetkan output peserta didik yang bershaksiyah Islam, dengan pola pikir dan pola sikap Islam, sehingga ketika hal tersebut tidak terbentuk, maka jangan harap mereka akan terstempel LULUS, sekalipun nilai akademiknya memuaskan. Ketakwaan individu inilah yang akan didorong dalam sistem pendidikan Islam, yang akan melahirkan para professional, para ilmuwan dan para negarawan yang tidak hanya ahli di bidangnya namun juga memiliki ketakwaan yang tinggi

6.   Sistem Sanksi

Islam juga memiliki sistem sangsi yang terkenal dengan ketegasannya, karena Islam memahami bahwa pelaksana sistem adalah manusia, yang bisa saja khilaf dan menyimpang. Maka sistem sanksi dalam Islam haruslah sistem sanksi yang memberi efek jera sehingga mencegah penyebarluasan kemaksiatan yang tak terkendali, dan menebus kesalahan individu yang berbuat jika ikhlas menjalani hukuman sehingga mendapat ampunan Allah di akhirat. Para qadli atau hakim dalam sistem Islam adalah mereka yang paham syariat, karena pada beberapa kasus keputusan adalah diserahkan pada hasil ijtihadnya.

Tentu saja, semua itu tak akan terwujud jika Islam tidak diterapkan secara kaaffah. Wallahualam

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya:

 “Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan taqwa, pasti Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka dustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka oleh perbuatannya” (QS al-A’râf [7]: 96).[]

Tari Admojo <[email protected]>