MUI Jangan Asal Dukung

MUI Jangan Asal Dukung (Menyambut Rakernas MUI di Jakarta 21-23 Januari 2011)

Oleh Hartono Ahmad Jaiz*

MUI (Majelis Ulama Indonesia) hendaknya bertaubat dan jangan asal mendukung apa-apa yang berkembang di masyarakat, apalagi yang berbau haram namun berkaitan dengan duit. Masa’, di saat Ummat Islam menghadapi banyak problem aneka macam, justru MUI mendukung musik yang jelas diharamkan dalam Islam.

Seandainya Ummat Islam tidak menghadapi aneka problem pun wadah para “ulama” itu sama sekali tidak pantas mendukung musik, baik secara agama (Islam) maupun etika hidup yang Islami atau akhlaq. Oleh karena itu, Rakernas (rapat kerja nasional) MUI 21-23 Januari 2011 di Jakarta hendaknya mengevaluasi diri. Jangan sampai Ummat Islam justru malu punya MUI. Mungkin di daerah-daerah juga Ummat Islam malu bila MUI Daerah mendukung calon pemimpin dalam pilkada dan semacamnya namun yang didukung itu sudah diketahui Ummat bahwa itu tidak sesuai dengan aspirasi Islam.

MUI lebih tahu, apa saja yang sebenarnya merugikan Islam namun selama ini dan bahkan akhir-akhir ini justru MUI jalani.

Beratnya kondisi yang dihadapi Ummat Islam pun diingatkan dalam pidato Menteri Agama dalam pembukaan rakernas MUI. Inilah cuplikan beritanya:

Menag: Umat Islam Hadapi Tantangan Berat

Antara – Sabtu, 22 Januari

Jakarta (ANTARA) – Menteri Agama (Menag) Suryadhama Ali mengakui, umat Islam ke depan menghadapi tantangan berat dan kompleks, selain pengaruh globalisasi sebagai akibat kemajuan sains dan teknologi juga adanya kecenderungan maraknya kelompok sempalan.

Tantangan lain secara kontemporer adalah radikal, terorisme, liberalisme, narkoba, pornografi, pornoaksi, pergaulan bebas dan rendahnya kesadaran membayar zakat, katanya ketika memberi sambutan pada pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat malam.

Para ulama perlu melakukan redefinisi dan peninjauan kembali terhadap sejumlah konsep dan pranata keagamaan yang bersifat non-dasar, sudah mapan di masyarakat.

Ia mencontohkan pembahasan kembali syarat kemampuan (syuruth al-istitha`ah) calon jamaah haji yang kini dikaitkan dengan pembatasan quota haji, penerapan waqaf tunai (waqf al-nuqud) dan penerapan hukum surat-surat berharga yang dahulu belum begitu populer.

Suryadharma Ali juga melihat bahwa kini ada fenomena melemahnya ukhuwah Islamiyah dan meningkatnya secara drastis angka perceraian. (http://old.id.news.yahoo.com/antr/20110122/tpl-)

Kondisi Ummat Islam yang tantangannya berat itu membutuhkan penanganan yang baik, di antaranya memerlukan jasa MUI tentunya. Selama ini tampaknya MUI telah berupaya. Namun di tengah upayanya itu tampaknya ada kecepretan sesuatu yang bau tak sedap, di antaranya mendukung cewek yang main musik. Inilah beritanya:

Gita Gautawa Didukung MUI

Senin, 16 Agustus 2010 – 5:42 WIB

JAKARTA (Pos Kota) – Gita Gautawa terbilang beruntung. Baru kali ini album religi didukung Majelis Ulama Indonesia (MUI), itulah album Balada Shalawat yang dinyanyikan oleh Gita Gautawa. Bagi Gita dukungan itu membuatnya lebih bersemangat lagi untuk menyanyikan lagu-lagu religi.

“Terima kasih banget MUI mendukung album Balada Shalawat. Ini kesempatan yang jarang saya peroleh,” kata Gita Gautawa ditemui Pos Kota saat peluncuran album religinya di Plasa FX Senayan, Jakarta Jumat, (13/8), kemarin.

Dalam kesempatan itu MUI yang diwakili Amir Syach Tambunan menerima secara simbolis album Balada Shalawat dari Gita Gautawa dan didampingi oleh ayahnya Erwin Gautawa.
Album religi Gita Gautawa diluncurkan dua hari setelah usianya genap 17 tahun. Niat Gita membuat album religi sudah ada sejak lama.

Sebelumnya Gita hanya meluncurkan single religi berjudul Jalan Lurus dan Salam Ramadhan duet religi Gita Gautawa dengan Haddad Alwi. Kini kedua single tersebut dimasukkan kembali kedalam album religi dengan aransemen baru. Salah satu lagu album religi itu berjudul Surga dibawa telapak kakimu diambil dari rekaman live konser tunggal Gita di awal Februrai 2010 lalu.

ORKESTRA

Lagu lain dalam album tersebut berjudul Ketika Tangan & Kaki berkata ciptaan almarhum Chrisye dan Taufiq Ismail yang diaransemen ulang. Keindahan khas Gita dipadu dalam balutan orkestra membuat lagu ini terada dalam.

“Saya berharap album religi ini akan suskes. Sebab, sebagian dari hasilnya akan diseumbangkan untuk yatim piatu,” terangya. (rizal/mia/aw) (poskota.co.id)

Kitanya yang malu

Kenapa tulisan ini mengkritik MUI sebegitu?

Ya, karena kitanya yang malu. Karena para ulama tentu telah membaca kitab-kitab, bahkan perlu befatwa, agar mencegah makin merajalelanya musik. Tidak terkecuali apa yang disebut musik religi. Apalagi yang namanya shalawat itu adalah ibadah.

Jadi ketika MUI mendukung musik (yang disebut balada shalawat ataupun religi) itu paling kurang ada dua salahnya.

Pertama, menjadikan salah satu jenis ibadah (shalawat) sebagai lahwan wa la’iban, main-mainan.

Kedua, mencampurkan sesuatu yang suci (ibadah) yang bahkan diperintahkan, dengan sesuatu yang haram, dilarang.

Apakah itu berarti telah menghalalkan yang haram atau bahkan lebih dari itu, seharusnya MUI lebih faham.

Tulisan ini hanyalah sumbangsih, bahwa jasa MUI yang telah besar selama ini, di antaranya menjadi benteng dalam memfatwakan dan menyuarakan mana aliran-aliran yang sesat; telah menjadi pegangan bagi Ummat Islam. Juga jasa tentang pentingnya kehalalan makanan, minuman, dan obat-obatan bagi Ummat Islam. Masih banyak jasa lainnya, seperti tentang mendudukkan masalah ketika Ummat Islam bergesekan dengan pihak agama lain. Oleh karena itu hendaknya MUI lebih hati-hati, jangan sampai jasa baik itu akan rusak dengan kekurang hati-hatian, hingga ibarat nila setitik rusak susu sebelanga.

Dukungan terhadap musik itulah semacam nila setitik.

Berikut ini fatwa haramnya musik:

Musik Haram Apalagi dalam Ramadhan

Soal:

Apakah musik itu haram di tengah Ramadhan?

Jawab:

Alhamdulillah. Mendengarkan musik adalah haram, baik itu dalam Ramadhan atau selain Ramadhan, sedangkan di dalam Ramadhan maka lebih keras haramnya, dan lebih besar dosanya, karena sesungguhnya maksud dari puasa bukan sekadar mencegah dari makan dan minum (saja), tetapi maksudnya adalah mewujudkan taqwa kepada Allah Ta’ala, dan memuasakan anggota-anggota badan dan mencegahnya dari maksiat kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman:

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ) البقرة/183 .

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al-Baqarah [2] : 183).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

{ لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ , الصِّيَامُ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ } رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ وَالْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ وَقَالَ : هُوَ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ

Bukanlah shiyam itu (hanya menahan) dari makan dan minum saja, (tetapi) puasa itu (juga menahan) dari lagha —perkataan dan perbuatan yang tidak berfaedah— dan rafats —perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. (HR Al-Baihaqi dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, dan ia berkata, ini shahih berdasarkan syarat Imam Muslim).

Sunnah yang jelas lagi shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh telah menunjukkan atas haramnya mendengarkan alat-alat musik. Al-Bukhari telah meriwayatkan secara mu’allaq (tergantung, tidak disebutkan sanadnya) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ. (رواه البخاري).

Layakunanna min ummatii aqwaamun yastahilluunal hiro wal hariiro wal khomro wal ma’aazifa.

“Sesungguhnya akan ada dari golongan ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan ma’azif (musik).” (Hadits Riwayat Al-Bukhari). Hadits ini telah disambungkan sanadnya oleh At-Thabrani dan Al-Baihaqi (jadi sifat mu’allaqnya sudah terkuak menjadi maushul atau muttasholus sanad, yaitu yang sanadnya tersambung atau yang tidak putus sanadnya alias pertalian riwayatnya tidak terputus). Lihat kitab as-Silsilah as-shahihah oleh Al-Albani hadis nomor 91.

Yang dimaksud dengan الْحِرَ al-hira adalah zina; sedang الْمَعَازِفَ al-ma’azif adalah alat-alat musik.

Hadits itu menunjukkan atas haramnya alat-alat musik dari dua arah:

Pertama: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam يَسْتَحِلُّونَ menghalalkan, maka itu jelas mengenai sesuatu yang disebut itu adalah haram, lalu dihalalkan oleh mereka suatu kaum.

Kedua: Alat-alat musik itu disandingkan dengan yang sudah pasti haramnya yaitu zina dan khamar (minuman keras), seandainya alat musik itu tidak diharamkan maka pasti tidak disandingkan dengan zina dan khamr itu.

Wajib atas orang mukmin untuk menggunakan sebaik-baiknya bulan Ramadhan yang diberkahi ini, menghadap kepada Tuhannya pada bulan ini, dan bertaubat kepada Allah Ta’ala, dan mencabut diri dari keharaman-keharaman yang biasa dilakukan sebelum Ramadhan, semoga Allah Ta’ala menerima puasanya, dan memperbaiki keadaannya.

Wallahu a’lam.

(Fatawa Islam, Soal dan Jawab juz 1 halaman 916, dengan bimbingan Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid. Sumber: www.islam-qa.com)

*Hartono Ahmad Jaiz, penulis buku Mengungkap Kebatilan Kyai Liberal