Pelarangan Jilbab, Kenapa Terjadi Lagi ??

jilbab123Mencuatnya kasus Anita Whardani, siswa SMAN 2 Denpasar, Bali yang mengaku disuruh pindah sekolah gara-gara niatnya mengenakan jilbab, semakin luas mengundang tangapan, termasuk dari Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim. Dengan tegas, Musliar menyampaikan himbauannya terkait kasus tersebut. “Tidak boleh ada larangan berjilbab di sekolah manapun!” Ungkapnya ketika dihubungi Republika, Senin (6/1). Musliar melanjutkan, jika sekolah yang bersangkutan tidak segera menyelesaikan problem tersebut, Kemendikbud akan segera mengambil tindakan. “Kalau tidak mau mengikuti arahan Kemendikbud, sekolah tersebut akan kami beri sanksi,” tandasnya. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Anita Wardhana, siswi SMAN 2 Denpasar, mengaku dipersulit pihak sekolah ketika mengajukan permohonan memakai jilbab sebagai bagian dari seragam sekolahnya sehari-hari. Bukannya dikabulkan, sang Kepala Sekolah malah menyuruhnya pindah ke sekolah lain jika dia bersikeras untuk mengenakan jilbab. Tak puas dengan tanggapan sang Kepala Sekolah, Anita lantas mengadukan kasus tersebut ke sejumlah lembaga advokasi dan bantuan hukum.

Bagi seorang muslimah, menutup aurat jelas adalah perintah Allah. Kalau tidak melaksanakannya, akan mendapat dosa yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Wajar saja kalau Anita mempertahankan tetap mengenakan kerudung di sekolah, karena hal itu bukan sekedar simbol Islam tapi kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslimah yang tidak bisa diwakilkan pada siapapun dalam pelaksanaannya. Tentu demokrasi tidak peduli dengan hal tersebut, karena demokrasi tidak melandaskan pada perintah dan larangan Allah, bahkan justru bertentangan dengan hukum-hukum Allah.

Inilah ambiguitas demokrasi terhadap hak rakyat. Dalam demokrasi, tirani minoritas bisa menghalangi pelaksanaan agama mayoritas muslim. Sungguh, ini menunjukkan motif standar ganda khas sistem demokrasi-kapitalisme. Hal-hal yang menguntungkan akan dipelihara, demi menutupi identitas Islam. Akibatnya, tidak ada kepedulian apakah suatu hal akan melanggar hukum Islam atau tidak. Dengan demikian, tidak selayaknya umat Islam sebagai penduduk mayoritas negeri ini mendiamkan atau malah mengikuti konsep hidup untung-rugi semacam ini. Sudah saatnya umat Islam kembali pada aturan Sang Khalik. Kewajiban menutup aurat sebagai salah satu hukum Islam sudah dijelaskan secara komprehensif dalam Al-Qur’an.

Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS an-Nur [24]: 31).

-Sunarsi Latif-