Salafi Jihadi, Momok Musuh Islam

salafi jihadiZaenal Abidin

Istilah Salafi Jihadi kini makin populer, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Entah siapa yang pertama mempopulerkan dan sejak kapan. Tapi yang pasti, kombinasi manhaj Salaf dan gerakan jihad menjadi momok yang menakutkan bagi banyak kalangan, karena dua kosa kata ini menjadi duet maut yang amat sulit ditaklukkan.

Unsur kekuatan umat Islam memang dua, kuat secara fisik dan kuat secara ilmu. Al-Qur’an menyebutnya dengan ungkapan: basthatan fil ilmi wal jismi (kuat secara ilmu dan fisik) – QS 2: 247. Jika umat umat memiliki dua unsur kekuatan tersebut, segala hal yang merusak kemerdekaan Islam bisa disingkirkan atau minimal bisa ditangkal.

Istilah Salafi tepat mewakili kekuatan ilmu, sedangkan Jihadi mewakili kekuatan fisik. Salafi merupakan istilah lain untuk ahlussunnah wal jamaah. Inti dari istilah Salafi adalah konsep memahami teks dalil baik ayat Al-Qur’an atau hadits Nabi saw sesuai dengan pemahaman generasi salaf/terdahulu yang sholih. Generasi salaf untuk menyebut generasi Sahabat Nabi saw, dan dua generasi sesudahnya, Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in. Meski demikian, ulama-ulama generasi sesudahnya juga digelari sebagai ulama salaf jika manhaj ilmunya mengikuti manhaj tiga generasi pertama tersebut.

Orang yang bermanhaj salaf cara pandangnya terhadap Islam menjadi puritan alias fundamentalis. Islam yang asli sebagaimana diturunkan, dengan menyingkirkan buih-buih pemikiran dan praktek keislaman yang disebut dengan bid’ah, khurafat, takhayul, pemikiran filsafat, logika, liberalisme, pluralisme dan sebagainya. Semua buih dibersihkan sehingga Islam yang sudah terkontaminasi pemikiran dan nafsu manusia bisa kembali menjadi Islam yang orisinil. Keaslian ini akan menjadi spirit unik yang dahsyat, sebagaimana dahulu para Sahabat digerakkan oleh spirit tersebut.

Kemurnian Islam Islam akan berdampak lahirnya kepekaan terhadap apapun dan siapapun yang merusak konsep ilmu Islam yang murni. Inilah yang menjadi momok menakutkan bagi pemikiran liberal, kesesatan dan penyimpangan lain untuk mencoba merusak Islam. Manhaj salaf menjadi benteng kokoh tak dapat ditembus oleh tangan-tangan jahil yang ingin merobohkan menara ilmu Islam dan benteng aqidah umat Islam. Pada gilirannya melahirkan puritanisme, fundamentalisme dan militansi, sesuatu yang dicoba dipadamkan sejak dahulu oleh musuh Islam.

Manhaj Salaf sebagai Akar Perlawanan

Kasus merebaknya Syiah di Indonesia menjadi pelajaran berharga dalam hal menguji ketahanan ilmu umat Islam. Penyikapan umat terhadap Syiah bisa menjadi tolok ukur sejauh mana umat memiliki kepekaan terhadap anasir jahat yang berpotensi merusak Islam dan umat Islam.

Banyak umat Islam yang gagal mengendus bahaya Syiah. Bukan hanya kalangan awam, bahkan tokoh agama dan tokoh politik di negeri ini. Ada yang terkesima karena busananya. Ada yang terkecoh dengan solidaritas kemanusiaannya. Ada yang terkesan dengan keramahan dan sopan santunnya. Dan yang paling banyak, terkecoh karena selalu membawa nama Nabi Muhammad saw dan keluarganya (ahli bait) dalam menyampaikan pesan.

Mereka terkecoh dengan Syiah karena tak memiliki sesuatu yang membuat mereka bisa mengenali kekeliruan Syiah. Mereka menjadi amat rapuh di hadapan makar dan siasat licik Syiah yang dengan lihai memanfaatkan kejahilan umat Islam terhadap kemurnian Islam. Mereka memanfaatkan beragamnya cara pandang umat Islam dalam menyikapi Syiah, antara yang membela, simpati, netral hingga menentang. Perbedaan pandangan ini akan dijadikan amunisi bagi Syiah untuk mengadu umat Islam. Tokoh yang simpati diadu dengan tokoh yang menentang. Akhirnya umat Islam menjadi bulan-bulanan permainan politik dan lobby Syiah.

Kita akan segera maklum dengan kerapuhan pertahanan ilmu dan aqidah umat. Jangankan terhadap Syiah yang terkesan bagian dari umat Islam, kepada agama lain saja tidak punya sesuatu yang bisa mendorong mereka untuk menolaknya. Doktrin semua agama sama masih terlalu kuat mengakar di benak mereka sejak pertama diajarkan di bangku sekolah dasar.

Oleh karenanya manhaj Salaf menjadi sesuatu yang strategis bagi kekuatan umat Islam. Manhaj Salaf adalah kekuatan ilmu yang harus disiapkan dengan baik di tengah umat agar tercipta spirit ideologi untuk menangkal serangan musuh dari sisi ilmu dan aqidah. Dalam istilah Abu Mus’ab As-Suriy, ta’shil judzur shira’, menancapkan akar permusuhan di hati umat kepada apapun yang merusak kemurnian Islam. Kepekaan ini mesti diasah, ditularkan dan dipopulerkan dengan mengajarkan manhaj salaf kepada sebanyak mungkin umat Islam, agar tercipta kondisi: “membela Islam tanpa sadar” karena telah menjadi spirit yang mengakar di lubuk hati paling dalam. Kemurnian Islam yang dibawa manhaj Salaf menjadi neraca dalam menimbang cinta dan benci, simpati atau antipati, pertemanan atau permusuhan.

Jihad, Kekuatan yang Melumat Intrik Politik

Sementara jihad adalah syariat yang kuat nuansa fisiknya, oleh karenanya tepat mewakili sisi kekuatan fisik umat. Kasus Suriah menjadi contoh, betapa syariat jihad tampil sebagai obat mujarab mengatasi krisis akut di sana. Kasus Suriah unik, karena kekuatan dunia tak sependapat dalam mengatasinya. Berbeda dengan kasus Libya, Yaman, Somalia, Afghanistan dan lain-lain.
Pilar kekuatan dunia – pemilik hak veto PBB – terbelah dua dalam menyikapi Suriah. AS, Inggris dan Perancis ingin ada tindakan keras kepada rejim Suriah, minimal secara lisan, meski diam-diam mendukung rejim karena berguna melindungi Israel. Sementara Rusia dan China ngotot membela rejim Bashar Asad. Walhasil, Suriah hingga kini menjadi medan perang terbuka tanpa ada kekuatan militer dunia yang berpihak secara terbuka. Hukum yang berlaku adalah hukum rimba, siapa yang kuat ia menang. Padahal jika terbuka hukum rimba, biasanya umat Islam akan berpaling kepada syariat jihad.

Dengan ijin Allah, setelah mereka mengamalkan ibadah jihad, Allah beri banyak kemenangan. Maknanya, tekanan fisik berat yang dialami umat Islam bisa mendapat saluran solusi dengan ibadah jihad. Dengan jihad mereka menganyam kekuatan, menjalin perlawanan, melakukan pukulan dan bisa meraih kemenangan, dengan ijin Allah. Ketika kesadaran jihad fi sabilillah telah merebak, mereka menjadi entitas sosial yang kuat tak mudah dijebak dengan intrik politik.

Intrik politik AS di Afghan gagal, karena barisan mujahidin makin solid. Demikian pula dengan intrik politik di tempat lain, semuanya gagal jika rakyat telah tumbuh kesadarannya untuk jihad fi sabilillah, hanya untuk meninggikan kalimat Allah. Barat, Yahudi dan semua anasir musuh Islam kini menghadapi tembok kokoh dengan merebaknya ibadah jihad di berbagai belahan bumi. Dulu mereka bisa menjajah umat Islam lantaran umat meninggalkan ibadah jihad. Kini situasi berbeda.

Nah, jika dua kekuatan ini – manhaj salaf dan ibadah jihad fi sabilillah, yang disingkat menjadi Salafi Jihadi – dirangkai dalam satu tarikan nafas pada jiwa raga seorang mukmin, maka umat Islam akan menjadi kekuatan dahsyat yang membuat putus asa semua anasir jahat yang berniat merusak Islam. Menariknya, jika seseorang jujur dengan pengabdiannya kepada Allah, akan selalu bermuara pada keduanya dari manapun mulainya. Jika jujur dengan Salafinya, ia akan menjadi Jihadi. Jika ia jujur dengan jihadnya, ia akan menjadi Salafi. Wallahu a’lam.

SUMBER :: http://elhakimi.wordpress.com/2012/11/09/salafi-jihadi-momok-musuh-islam/#comment-386