Tahun Baru Hijriah 1435 H : Momentum Perubahan Peta Politik Umat Islam

islamPerlu dipahami Rasul saw beserta kaum Muhajirin, hijrah dari Mekah ke Madinah bukan dalam rangka eksodus atau pelarian diri dari siksaan dan kejaran kaum Quraisy kala itu, namun murni karena perintah Allah swt. Karenanya Rasul saw pernah bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya engkau (Makkah) adalah bumi Allah yang terbaik, dan aku mencintai bumi Allah kerana Allah, jika tidak karena aku dikeluarkan dari Makkah (diperintahkan untuk berhijrah), niscaya aku tidak akan keluar dari bumi ini.” (HR. Ahmad, no. 17966, dan At-Tirmidzi, no. 3860, lihat juga Penjelasan hadits ini dalam Tuhfah al-Ahwadzi).

Makna hijrah Nabi saw sebenarnya lebih bermuatan politik, dengan ujung perjalanan menerapkan Islam secara menyeluruh dengan tegaknya sebuah negara (Daulah Islam), hal ini sesuai informasi Sirah Nabawiyah secara mutawatir historis. Bahkan seorang penulis Katolik berkebangsaan Inggris, Jhon Austin berkata: Dalam kurun waktu hanya sedikit lebih dari satu tahun, Beliau sudah menjadi pemimpin di Madinah. Kedua tangannya memegang sebuah tuas yang siap mengguncang dunia. (Muhammad the Prophet of Allah, in T.P.’s and Cassel’s Weekly for 24th September 1927).

Dengan demikian makna dibalik hijrah Nabi saw adalah perubahan peta politik baik dalam negeri maupun luar negeri. Artinya kaum muslim tidak boleh menjadikan momen peringatan hijrah, hanya sebagai seremonial belaka, namun mesti memiliki efek signifikan dalam perubahan kondisi negeri yang mayoritas berpenduduk muslim ini, dari kondisi yang rusak menjadi kondisi yang Islami. Lalu jika memang sepakat dengan konteks ini, bagaimana cara mewujudkannya?

Pertama, melakukan edukasi atau penyadaran tentang kondisi kerusakan yang ada di negeri ini, hal ini tidak dimaksudkan menyerang individu tertentu, namun dimaksudkan agar umat memahami bahwa terdapat kerusakan yang terjadi sehingga mendorong mereka untuk memperbaikinya secara revolusioner, tidak parsial. Misal, masalah korupsi, kerusakan moral, birokrasi buruk, kezhaliman yang menimpa umat dan lain sebagainya. Semua diselesaikan mesti secara integral dan revolusioner.

Kedua, menyiapkan konsep atau sistem pengganti bagi sistem yang sudah diketahui secara nyata rusak dan mesti diganti. Konsep atau sistem pengganti ini mesti digali berdasarkan istinbath dan istidlal yang sesuai Syariah. Ketika pemerintahan bersistem non Islam ini rusak, maka disiapkanlah konsep Sistem Pemerintahan Islam, yang mana dijelaskan disana mampu membawa kepada kehidupan sesuai Islam dan mendapat keridha’an Allah swt. Ingat bahwa perubahan sistem adalah kontekstualisasi hijrah masa kini, karena hijrah didefinisikan para ulama dengan keluar dari darul kufur menuju darul Islam, yakni keluar dari kondisi kekufuran dan menuju wilayah yang diterapkan Islam secara komprehensif disana.

Ketiga, melakukan gerakan secara terorganisir bersama kelompok atau kutlah (partai) dakwah yang hakiki memperjuangkan Islam dan ber-Ideologi Islam. Sehingga energi umat Islam bisa fokus dalam dua hal sebelumnya, sembari terus menciptakan kader-kader dakwah Ideologis sejati, yang jiwa dan raganya hanya demi Islam dan kemuliaan umat Islam. Sembari berhati-hati agar terus konsisten dengan ideologinya, mesti ada yang menawari dengan harta, tahta dan jabatan.

InsyaAllah dengan tiga hal tersebut perubahan peta politik Umat Islam, yang asalnya selalu berpihak kepada musuh Islam, akhirnya berpihak kepada Islam. Setelah ketiga hal tadi dilakukan secara maksimal, dengan izin Allah, selanjutnya secara logis umat pasti akan memihak Islam dan mau memberikan kekuasaanya kepada Ideologi Islam, yang kelak akan dikristalkan menjadi entitas pelaksana pemikiran dalam bentuk Daulah Khilafah Islamiyyah. Wallahu A’lam.

 

Oleh: Yan S. Prasetiadi

(Pengamat Studi Islam)

 

Purwakarta 14 November 2013