Mengapa Tokoh dan Ormas Islam di Indonesia Tidak Bisa Bersatu

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Semua tokoh-tokoh umat Islam di Indonesia tahu bahwa persatuan itu perlu, dan begitu juga dengan ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah, tapi mengapa mereka tidak bisa bersatu.

Apakah tokoh-tokoh umat ini dan pimpinan-pimpinan ormas-ormas Islam ini tidak berdosa Ustadz, karena gara-gara mereka Umat Islam di Indonesia hancur dan bercerai berai?

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang apa yang anda tanyakan ini termasuk masalah besar yang sering mengusik perhatian kita. Kami cenderung untuk tidak terlalu mudah menuduh mereka sebagai orang yang berdosa. Sebab di lapangan kerja yang nyata, memang ada beberapa kendala yang perlu kita pahami.

Sebab kalau belum apa-apa kita sudah main tuduh mereka berdosa, sebenarnya sikap kita sendiri sudah menggambarkan mentalitas kita yang juga tidak pandai untuk bersatu.

Sebagai muslim yang baik, yang harus kita tanamkan adalah sikap berbaik sangka (husnudzdzan) kepada siapa pun, sambil tetap memberi ruang untuk adanya harapan tanpa lupa untuk tetap berusaha.

Rasanya masih ada secercah harapan di balik perasaan kecewa melihat kurang kompaknya para pemimpin umat. Ada beberapa hal yang barangkali bisa kita jadikan catatan tentang hal ini.

1. Belum Ada Pola Implementasi

Sebenarnya semangat untuk bersatu di kalangan pemimpin umat bukan tidak ada sama sekali. Hanya yang sering jadi kendala adalah masalah implementasinya. Buktinya kalau kita bertemu langsung dengan para tokoh itu dengan topik persatuan, maka mereka adalah orang-orang yang menyatakan diri berada pada garis terdepan untuk mengusungnya.

Tinggal terkadang implementasinya yang belum jelas. Mungkin juga memang belum dicanangkan dalam visi dan program kerja. Semangatnya ada, tapi teknis implementasinya masih rada samar.

Ke depan, kita berharap agar wacana persatuan umat Islam selalu dikedepankan oleh para tokoh, agar bisa menjadi kenyataan yang tidak terlalu jauh.

2. Masalah Perbedaan Paradigma

Selain itu barangkali masalahnya juga karena faktorparadigma masing-masing tokoh itu.Seringkali kita dapati di leveltokoh nasional bahwa paradigma untuk bisa bekerjasama seiring sejalan dengan sesama ormas Islam lain sudah sering bergema, sehingga sudah bukan hal yang asing lagi.

Namunyang harus kita terima adalah lain elit lain akar rumput. Di level akar rumput, seringkalipersoalan tidak sesederhana di level elit. Terutama urusan ‘persaingan’ dengan kompetitor. Bahkan tidak jarang memang masih kita rasakan sisa-sisa semangat masa lalu yang sebenarnya untuk ukuran zaman sekarang sudah kurang relevan lagi.

3. Orang Lama dan Orang Baru

Biasanya kendala kurang bersatu ini masih menghantui ‘orang-orang lama’ yang belum bisa melihat angin perubahan. Di kalangan tertentu memang terkadang masih ada semangat kebanggaan masa lalu yang tidak lepas dari rasa ingin dipandang berjasa dan merasa benar sendiri. Atau semacam rasa ingin dianggap sebagai tokoh di depan para juniornya.

Kita bisa maklum kalau hal itu masih belum bisa dengan mudah dihilangkan secara tiba-tiba. Insya Allah kita berharap seiring dengan pergantian generasi, ada setitik pencerahan dari para calon pemimpin ormas Islam di masa mendatang, di mana semangat persatuan umat bisa dijadikan tujuan yang bersifat prioritas.

Karena itu sebelum habisnya masa jabatan para pemimpin ormas itu, tidak ada salahnya kita bersikap luhur kepada mereka dengan menjungjung tinggi semua prestasi yang telah mereka capai selama ini. Kita tidak perlu terlalu mencari-cari kesalahan mereka, karena kalau dicari memang pasti akan selalu ada.

Yang kita pikirkan sekarang mungkin adalah berharap kepada calon pemimpin masa depan dari masing-masing ormas, agar mereka nantinya punya apresiasi yang baik tentang urgensi persatuan umat.

4. Persatuan Pernah Ada Meski Tergantung Even

Bukti bahwa semangat untuk bersatu itu ada, ialah tatkala awal tahun 90-an Bosnia dianeksasi oleh Serbia di bawah pimpinan Slobidan Milosevic. Kami masih ingat saat itu, nyaris hampir tidak ada ormas atau orsospol yang tidak mendukung perjuangan umat Islam Bosnia. Bahkan setiap jamaah dan kelompok yang selama ini terkesan kurang kompak, tiba-tiba bahu membahu menggalang dana dan solidaritas untuk rakyat Bosnia.

Umat Islam se Indonesia seakan tersentak kaget melihat tayangan video yang menyayat hati. Rekaman demi rekaman yang sampai ke negeri kita menggambarkan bagaimana sadisnya tentara Slobodan membantai nyawa tak berdosa, sedangkan korban itu beragama Islam.

Bahkan pak Harto sampai berangkat sendiri ke sana dan bahkan membangun masjid. Padahal sebelumnya, dia dianggap musuh umat Islam karena tindakannya yang agak represif. Namun tahun-tahun itu boleh dibilang tahun kemesraan umat Islam dengan mantan penguasa orde baru.

5. Persatuan dalam Bentuk KerjaNyata yangProduktif

Terkadang kita memang tidak boleh berharap terlalu banyak untuk mewujudkan impian di mana ormas-ormas Islam itu bersatu, melebur jadi satu. Rasanya agak aneh kalau memang yang diharapkan seperti itu.

Tetapi persatuan boleh saja tidak dalam bentuk bersatunya ormas Islam. Melainkan dengan bersatunya sekian banyak unsur umat Islam dalam wadah lain yang lebih bersifat produktif. Misalnya, seandainya umat ini bisa membangun jaringan media massa sendiri, katakanlah bisa membangun stasiun TV. Di dalamnya ada putera terbaik dan profesional dari beragam ormas, meski tidak secara resmi menjadi wakil atau utusan.

Lalu jaringan pers ini bisa mengusung kebersamaan, persatuan, keberpihakan kepada ormas-ormas Islam dan seterusnya. Rasanya persatuan model begini lebih realistis. Selain juga sudah langsung ke arah kerja nyata, bukan lagi baru sekedar formalitas.

Atau misalnya para kader dari sekian banyak ormas itu bisa membangun kekuatan industri dalam negeri yang kuat dan punya nilai bargaining tinggi di pasarinternational. Misalnya industri Informasi Teknologi (IT).

6. Komunikasi

Harus kita akui bahwa saluran komunikasi yang tersumbat terkadang sering menjadi salah satu faktor kurang kompaknya para tokoh. Padahal kalau seandainya forum silaturrahim di antara mereka bisa dibangun, tentu kesan bahwa mereka tidak kompak bisa ditepis.

Mereka sebenarnya cukup kompak, tapi karena jarang bertemu, akhirnya terkesan kurang akrab.

Ke depan, kita berharap para tokoh ini bisa sering-sering duduk bersama sambil membahas kendala umat dalam semangat persatuan umat. Dan beberapa agenda sudah nampak berjalan.

Kita berdoa kepada Allah agar hati para pemimpin umat itu bisa dilunakkan untuk dapat saling mengasihi dalam koridor cinta kasih kepada Allah, Amien.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc