Gaji Suami, ke Ibu atau ke Isteri

sigitAssalamualaikum Wr Wb.

Saya sudah menikah selama hampir 3 tahun, selama ini banyak sekali pertanyaan yang ingin saya ajukan mengenai pernikahan ke Ustad. tapi saat ini, saya hanya ingin menanyakan salah satunya yang saya butuhkan jawabannya segera..

Selama pernikahan, suami hanya memberikan sejumlah uang untuk saya setiap bulannya. saya tidak pernah menerima utuh gaji dia, saya tidak pernah tau berapa tepatnya penghasilan dia setiap bulannya. dengan alasan gaji yang dia terima sudah habis untuk bayar cicilan motor, bayar hutang, bayar listrik dan air, dll.

Karena saya berkerja, dan penghasilan saya lebih besar dari dia…saya berusaha untuk positive thinking… mungkin ya..gajinya sudah habis untuk ini itu, terutama cicilan motor. tapi bulan lalu cicilannya sudah lunas. dan saat kami membahas mengenai masalah ini, dia bertanya… apakah boleh sebagian dari gaji dia berikan ke ibunya…

Selama ini, saya lebih banyakmemenuhi kebutuhan hidup saya sendiri, makan juga masih numpang dengan orang tua saya.. tapi kenapa saat dia lepas dari cicilan motor, uangnya malah mau dikasih ke ibunya, sedangkan kebutuhan rumah tangga yang jadi kewajiban dia malah tidak dipikirkan.

jujur saya kurang setuju karena untuk rumah tangga saja masih banyak kurangnya…tapi kalau saya larang, saya takut dia marah dan dikira tidak peduli dengan orang tuanya… (padahal dia sendiri ngga pernah peduli dengan orang tua saya)

pertanyaan saya:

1. Wajibkah seorang anak yang sudah menikah memberikan “nafkah” ke orangtuanya? siapa yang harusnya jadi prioritas suami? istri atau ibu nya?

2. apa hukumnya suami yang tidak memenuhi kewajiban untuk menafkahi atau memenuhi kebutuhan rumah tangga?

Terima kasih ustad atas jawabannya, semoga saya mendapat solusi dan menenangkan hati saya…

Wassalamualaikum Wr Wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Syeikhul Islam ibnu Taimiyah mengatakan apabila seorang anak memiliki kelapangan rezeki maka diperbolehkan baginya untuk memberikan nafkah kepada ayah, ibu serta adik-adiknya dan seandainya ia tidak melakukannya maka sesungguhnya orang tersebut telah durhaka terhadap ayahnya, memutuskan tali silaturahimnya dan berhak atasnya siksa Allah swt di dunia dan akherat. (Majmu’ Fatawa juz IX hal 74)

Tidaklah diwajibkan bagi seorang anak memberikan nafkah kepada ayahnya kecuali jika memenuhi dua persyaratan :

1. Anak itu memiliki kelebihan harta dari kebutuhannya

2. Ayahnya tergolong fakir.

Jika orang tua termasuk fakir atau tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sedangkan anaknya memiliki kelebihan harta dari kebutuhan pokok keluarganya maka diwajibkan baginya untuk memberikan bantuan nafkah kepada mereka. Dan jika dia tidak membantu mereka sehingga mereka mendapatkan kesulitan dan kepayahan didalam memenuhi kebutuhan hidupnya maka dirinya berdosa dihadapan Allah swt.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.” (QS. Al Israa : 23)

Diantara perbuatan baik (ihsan) kepada kedua orang tua adalah memberikan infak atau nafkah kepada keduanya.

Akan tetapi jika si anak termasuk orang yang tidak memiliki kelebihan kecuali hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya saja maka tidaklah ada kewajiban baginya memberikan nafkah kepada orang tuanya. Karena memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya adalah kewajiban yang lebih diutamakan daripada memberikan nafkah kepada orang tua, kaum kerabat atau orang yang lainnya.

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah saw bersabda,” Manfaatkanlah uang ini untuk dirimu sendiri, bila ada sisanya maka untuk keluargamu, jika masih tersisa, maka untuk kerabatmu, dan jika masih tersisa, maka untuk orang-orang disekitarmu.”

An Nasai meriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah saw bersabda: “Bersedekahlah kalian”, lalu seseorang berkata ya Rasulullah aku hanya memiliki satu dinar, beliau menjawab: “Bersedekahlah dengannya untuk dirimu, ” ia berkata aku mempunyai yang lain, beliau bersabda: “Bersedekahlah untuk istrimu, ” ia berkata aku mempunyai yang lain, beliau bersabda: “Bersedekahlah untuk anakmu, ” ia berkata aku memiliki yang lain, beliau bersabda: “Bersedekahlah untuk pembantumu, ” ia berkata aku memiliki yang lain, beliau bersabda: “Engkau lebih tahu yang berhak engkau beri.”

Dengan demikian jika selama ini suami anda telah memenuhi kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, perabotan rumah tangga, pembayaran listrik, air, sekolah anak-anak dan kebutuhan-kebutuhan pokok keluarga lainnya dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan kemampuannya dan dirinya masih memiliki penghasilan lebih sementara orang tua atau ibunya seorang yang fakir maka diwajibkan baginya untuk membantu dengan memberikan nafkah kepadanya sebagai bentuk baktinya kepada orang tuanya itu. Kecuali jika suami anda tidak memiliki penghasilan melebihi kebutuhan keluarga anda atau bahkan kurang dari itu maka tidaklah wajib baginya memberikan nafkah kepada orang tuanya sebelum kebutuhan keluarganya terpenuhi.

Adapun besaran dari nafkah seorang suami kepada keluarganya sangatlah tergantung pada kemampuan si suami itu karena Allah tidaklah membebankan seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.

Firman Allah swt :

وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا

Artinya : ”..Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma’ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al Baqoroh : 233)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo,Lc