Abaikan Sistem Ekonomi Syariah, Indonesia Terkena Dampak Krisis Global

Ketua Asbisindo (Asosiasi Bank-bank Syariah Indonesia) A. Riawan Amin mengatakan, krisis global yang berdampak bagi Indonesia itu terjadi karena selama ini cenderung menerapkan ekonomi konvensional, sehingga mengabaikan ekonomi syariah.

"Ini semua karena perjudian mata uang di pasar uang internasional. Kita harus jalankan ekonomi syariah,” tandasnya pada diskusi “Kapitalisme, Krisis Global dan Ekonomi Rakyat” di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (15/10).

Menurutnya, penegakkan sistem ekonomi syariah di Indonesia yang sudah dijalankan selama ini masih belum sempurna.

Riawan mengatakan, sejak krisis ekonomi yang pernah terjadi tahun 1997 hingga sekarang kekayaan bangsa Indonesia menurun 10 kali lipat. Pasalnya, karena uang rupiah telah berkurang nilainya terhadap dolar Amerika juga 10 kali lipat. “Jadi kita jangan jalankan itu (ekonomi konvesional),” ucap Dirut Bank Muamalat Indonesia ini.

Sementara itu, pengamat ekonomi Marzuki Usman, MA mengatakan, krisis ekonomi global yang berdampak tanah air dapat diatasi, apabila rakyat Indonesia memiliki ketrampilan dan kepandaian seperti rakyat Singapura. "Ini sunnatullah, siapa yang memberi ketrampilan dan kepandaian pada masyarakat negara pasti kaya," kata mantan Kepala Bapepam dan Menteri Kehutanan ini.

Marzuki mengatakan, pada ekonomi berbasis rakyat, mereka bisa eksis apabila memiliki tanah. Tapi kalau tidak punya maka mereka harus memiliki ketrampilan. “Tapi tidak semua untuk dibantu menjadi orang kaya, alias tidak semua warteg diubah jadi restoran,” ujarnya.

Terkait dengan kapitalisme, menurut dia konotasi kapitalis itu mulai menjadi jelek sejak masa Bung Karno. “Sehingga ada sebutan kapitalis itu sama dengan iblis, mari kita linggis. Padahal yang kita pakai sekarang banyak produk kapitalis,” ujarnya.

Mengenai krisis global berawal dari krisis ekonomi di Amerika Serikat, dimana negara itu mengalami defisit anggaran yang terus meningkat. Selain itu selama ini AS dibiayai modal dari berbagai negara sehinggga mempunyai utang sebesar 11,7 trilyun dolar AS itu.

"Kita jangan panik. Memang 60 persen saham kita milik investor asing, kalau cabut kita kehilangan sekitar 20 milyar dolar. Tapi saham asing itu bisa kita beli, dan kita berhemat," jelas Marzuki. (novel)