Draft Kontrak Koalisi Menjadi Ganjalan Baru Buat Golkar dan PKS

Politik negeri ini memang aneh bin ajaib. Walau sistem yang dipakai persidensil, tapi pendekatannya lebih kepada parlementer. Walau SBY sudah jadi presiden yang dapat dukungan 60 persen lebih rakyat negeri ini, intrik-intrik menggaet parlemen tetap saja jadi incaran utama pihak SBY.

Setgab Koalisi yang diketuai SBY dan Demokrat menganggap perlu ‘pagar’ baru buat peserta koalisi. Yang baru dari draf itu adalah adanya penghargaan dan hukuman bagi peserta koalisi. Ini barangkali mengambil pelajaran dari ‘kebandelan’ Golkar dan PKS.

Ketua DPP Demokrat, Ja’far Hafsah menjelaskan bahwa draf baru kontrak koalisi tidak banyak perubahan, hanya beberapa penajaman saja. Terutama dalam hal punish and reward tadi.

Dalam soal ini, Golkar dan PKS masih belum sreg untuk menandatangani kontrak baru itu. Keberatannya ada di kesan penyeragaman program partai di parlemen. Padahal, tidak ada program yang lebih penting buat parlemen, kecuali membela kepentingan rakyat. Itu menurut mereka.

Lalu, apa ada alasan lain selain menolak penyeragaman ini? Baik Golkar dan PKS tidak keberatan kalau draf ini bukan sekadar di tingkat Setgab, tapi mesti ada deal antar pimpinan umum kedua partai. Dalam hal ini, Abu Rizal Bakri dan Hilmi Aminuddin.

Baik Golkar dan PKS seperti menganggap kalau Setgab cuma ‘basa-basi’ gaya SBY mengurung partai-partai koalisi. Gak ada yang berisi. Setidaknya, itu yang disebut Nasir Djamil di DPR, siang tadi. “Setgab cuma ngumpul-ngumpul, ramah tamah, makan bersama, kemudian bubar!” ucap politisi muda PKS ini tanpa beban.

Golkar malah lebih tajam lagi. Seperti disampaikan sekjennya, Idrus Marham, mestinya SBY langsung yang pimpin rapat di setgab koalisi. Bisa hadir bersamaan dengan Ical, atau bergantian.

Pada intinya, Golkar dan PKS sekali lagi menegaskan bahwa koalisi mereka bukan dengan Demokrat. Tapi dengan SBY. Dan itu mesti selesai lebih dulu di tingkat pimpinan umum masing-masing partai yang sampai kini belum rampung.

Boleh jadi, di situlah kesepakatan koalisi dan kepentingan-kepentingan yang mengikutinya akan lebih tegas: siapa dapat apa! Dan bukan siapa mesti jadi apa. hb

foto: jakartapers