Tahun 2009: Indonesia Membaik, Jika Kembali ke Sistem Islam

Kondisi Indonesia di tahun 2009 akan membaik jika negeri ini memiliki kepemimpinan Islam dan mencampakkan sistem kapitalis, kemudian menggantinya dengan sistem Islam atau syariah. Demikian disampaikan oleh Farid Wajdi dari DPP Hizbut Tahrir di acara Halqah Islam dan Peradaban ke 4, Kamis (18/12/2008) di Jakarta.

Kepemimpinan Islam itu, kata Farid memiliki ciri pertama ia bertakwa kepada Alla Swt. Pemimpin yang bertakwa jelas punya rasa takut kepada Allah jika melakukan pelanggaran atas segala perintahnya. Ciri kedua, kepemimpinan dalam Islam itu memiliki al quwah, yakni kekuatan untuk menerapkan sistem yang datangnya dari Allah. “Ia tak kompromi terhadap kejahatan,” ujarnya. Sementara ciri ketiga ra’iyah, yakni mengurusi rakyatnya.

“Negeri ini juga akan membaik ke depan bila menerapkan sistem Islam dalam segala aspek kehidupan baik sosial, ekonomi, politik, budaya, keamanan, dan hubungan luar negeri,” ujarnya.

Sebaliknya, masih kata Farid, kondisi Indonesia ke depan tak akan banyak berubah, bahkan bisa lebih buruk dari tahun sebelumnya, jika basis Ideologi tidak berubah. Sebab dominasi ideologi kapitalistik di negeri ini hingga tahun 2008 telah nyata membawa penderitaan pada bangsa ini. Di samping itu juga telah melahirkan kepemimpinan yang tak amanah dan tak berpihak kepada rakyat.

Karena itu wajar, berbagai catatan hitam mewarnai perjalanan negeri ini, mulai ekonomi, politik, sosial dan luar negeri. Di bidang sosial misalnya, kesulitan ekonomi, pengangguran, dan kemiskinan semakin menjadi-jadi setelah timbul krisis global. “Ancaman PHK massal pun tak bisa dihindari setelah krisis global melanda dunia,” terang Farid.

Di bidang politik, akyat Indonesia mulai merasa jenuh dengan proses demokrasi yang ada. Hal ini kemudian mendorong berkembangnya apatisme, ditandai dengan makin tingginya angka golput. Dari sejumlah pilkada di tahun 2008, ”dimenangi” oleh golput.

Seiring dengan besarnya keinginan partai politik untuk meraih dukungan, pragmatisme politik pun makin kuat terjadi. Hal ini tampak dari koalisi-koalisi yang dibentuk dalam pilkada dan gagasan atau wacana yang dilontarkan parpol. Pragmatisme politik membuat warna ideologi partai menjadi kabur. Untuk partai politik sekuler mungkin tidak menjadi masalah, tapi ternyata pragmatisme politik juga melanda parpol Islam. Catatan hitam negeri ini selaman tahun 2008 juga nampak pada kondisi sosial, ekonomi bahkan hubungan luar negeri.

Namun demikian, menurut Farid , ada yang menggembirakan di tahun 2008 itu, yakni dukungan masyarakat terhadap syariah menguat. Survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah tahun 2001 menunjukkan 57,8% responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia. Survey tahun 2002 menunjukkan sebanyak 67% berpendapat yang sama. Sedangkan survey tahun 2003 menunjukkan sebanyak 75% setuju dengan pendapat tersebut.

Hasil survey aktivis gerakan mahasiswa nasionalis pada tahun 2006 di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya menunjukkan sebanyak 80% mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sementara, survai Roy Morgan Research yang dirilis Juni 2008 memperlihatkan, sebanyak 52% orang Indonesia mengatakan, Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka .Dan survey terbaru dilakukan oleh SEM Institute menunjukkan sekitar 72% masyarakat Indonesia setuju dengan penerapan syariah Islam. “Survey ini sangat obyektif sebab yang melakukan bukan HTI, bahkan yang melakukan survey itu di antaranya kalangan nasionalis,” terang Farid. Pengamat politik Bima Arya mengatakan, adanya survey yang menyebutkan mayoritas masyarakat di Indonesia mendukung syariah memang cukup masuk akal. “Itu terjadi karena adanya kejenuhan dari masyarkat terhadap sistem yang ada,” ujarnya. Bahkan Bima menyatakan jika survey terakhir yang dilakukan oleh LSM Setara pimpinan Hendardi, juga hasilnya tidak jauh berbeda dengan survey-survey yang dilakukan lembaga-lembaga survey tersebut. Menurut survey Setara, mayoritas para pelajar dan mahasiswa mendukung pelaksanaan perda syariah.

“Saya setuju-setuju aja. Mau syariah oke, Asal ada usaha ke situ,” ujar Bima. Namun masalahnya, kata Bima, bagaimana syariah itu supaya bisa dijual dan bisa direalisasikan untuk menjawab berbagai masalah riil yang dihadapi negeri ini. “ Kalau tidak bisa maka publik bisa pindah ke sistem lain,” ujar Bima lagi.

Sementara itu Ismail Jubir HTI, Ismail Yusanto, menyerukan kepada seluruh umat Islam, khususnya mereka yang memiliki kekuatan dan pengaruh seperti pejabat pemerintah, para perwira militer dan kepolisian, pimpinan orpol dan ormas, anggota parlemen, para jurnalis dan tokoh umat untuk berusaha dengan sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya syariah di negeri ini. “Hanya dengan syariah saja kita yakin bisa menyongsong tahun mendatang dengan lebih baik. Lain tidak,” ujarnya.[pendi]