Hampir 3 Tahun Menikah Tapi Masih Sulit Berkomunikasi dengan Isteri

Assalamualaikum wr, wb

Ibu Siti Urbayatun yang dirahmati oleh Allah. Saya terus terang bingung kepada diri saya sendiri dan isteri saya. Sudah 3 tahun menikah tetapi masih belum bisa berkomunikasi dengan isteri. Saya menikahi isteri saya sewaktu dia kuliah. Sehingga pada waktu kuliah kami tinggal di kota yang berbeda, hampir 2 tahun lamanya.

Masa perkenalan saya dengan isteri dibilang cukup singkat. Setelah dikenalkan melalui orang tua, kurang lebih 6 bulan kemudian kami menikah. Yaitu pada tahun 2005.

Sebenarnya pernikahan itu terlalu saya paksakan karena sekarang saya sadari bahwa memang kami berbeda pandangan. Karena itu untuk mempertahankan pernikahan, saya seringkali mengalah.

Sempet isteri saya minta cerai dan pernah kabur dari rumah selama 2 bulan, tetapi akhirnya ditemukan kembali oleh keluarganya.

Akhirnya isteri saya mau kembali serumah dengan saya, tetapi dia tidak yakin dengan keputusan yang dibuatnya.

Kini setelah kami serumah kembali saya masih sulit sekali untuk berkomunikasi dengannya, ketika saya tanya kenapa dia gak mau berbicara dia bilang kalo sebel sekali kalo liat muka saya. Saya sedih sekali mendengarnya. Rasanya sudah tidak ada lagi harapan bagi saya untuk mempertahankan rumah tangga ini.

Perlu ibu ketahui usia saya saat ini hampir, 31 tahun dan isteri 24 tahun dan belum dikaruniai anak. Karena saya ingat terakhir kali kami berhubungan suami isteri Agustus 2006. Setelah itu dia menolak setiap kali diajak berhubungan suami isteri.

Bagaimana menurut pendapat ibu, apakah keluarga seperti ini layak untuk diteruskan.

Jazakallah..

Wassalamualaikum wr wb.

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,

Bapak Abdullah yang disayangi Allah SWT,
Saya turut prihatin atas keadaan yang menimpa Bapak, hidup serumah dengan wanita yang menjadi isteri sah Bapak, namun belum dapat merasakan sakinah mawaddah wa rahmah; keluarga yang tentram penuh cinta dan rahmat.

Kesabaran Bapak untuk mencoba bertahan semoga tercatat sebagai amal shalih yang memberatkan timbangan di yaumil hisab nanti. Amin.
Memang dalam berumah tangga tidak dijamin bahwa ta’aruf dan tafahum (saling mengenal dan memahami) antar suami isteri akan terjadi dengan serta merta. Sering dibutuhkan waktu panjang, bahkan sepanjang usia pernikahan adalah masa yang terus menerus untuk ta’aruf dan tafahum.

Sadari bahwa pasangan kita adalah manusia yang dibesarkan dan tumbuh dengan latar belakang yang khas, bisa jadi berke balikan dengan kondisi kita. Pola asuh orang tua adalah salah satu penentu ciri kepribadian yang penting dalam kehidupan dan seringkali bersifat permanen karena sudah terinternalisasi cukup lama.

Namun bukan tidak mungkin dari perbedaan-perbedaan itu akan saling melengkapi asalkan ada saling pengertian. Perasaan kesenjangan antar suami-isteri biasanya disebabkan oleh jurang perbedaan yang diperlebar oleh ketiadaan komunikasi. Minimal mengkomunikasikan bahwa masing-masing adalah manusia yang punya kekurangan. Kemampuan mengenali diri dan mengenali orang lain (pasangan) adalah ketrampilan yang dibutuhkan dalam rumah tangga, nampaknya hal ini belum Anda wujudkan bersama isteri. Isteri atau suami sebenarnya bermaksud X tetapi yang dipersepsi dan tertangkap oleh pasangan adalah Y, bukankah ini sering terjadi?

Forum sambung rasa, saling mengungkapkan diri secara konkrit apa yang dirasakan dan dimaui oleh masing-masing akan mendekatkan hati, dan ini juga dilakukan oleh salah seorang sahabat Rasul dahulu ketika mereka mau menginjakkan hidup ke pelaminan. Carilah persamaan masing-masing, terutama persamaan visi berumah tangga.

Bapak Abdullah, hindarkan egoisme diri, biasanya seorang wanita akan luluh dengan kelembutan dan perhatian-perhatian sekalipun itu kecil. Beri hadiah-hadiah ringan kesukaannya. Rasulullah saw bersabda, " Saling memberi hadiahlah, maka kalian akan saling mencintai…" Tak ada salahnya Bapak yang mencoba duluan, bukankah dalam ketaqwaan kita tidakdianjurkan untuk saling menunggu tetapi untuk berlomba-lomba?

Hemat saya, keluarga Bapak masih bisa dipertahankan, dengan izin Allah; bersabarlah dan jangan terburu membuat kesimpulan bahwa dua hati tak mungkin bersatu. Berdoalah dengan wirid rabithah/ wirid untuk menyatukan hati. Semoga Allah swt memudahkan usaha Bapak untuk melunakkan hati isteri, semoga hati isteripun dibukakan oleh-Nya untuk menepati kewajibannya menjadi isteri Bapak yang shalihah. Amin… Teriring do’a kami untuk Bapak sekeluarga.

Wallahu a’lam bisshawab,

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ibu Urba