Dulu, Kami Menggoyangkan Langit

masyarakatindonesia“Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita”- Soekarno

Tepat 68 tahun yang lalu, frasa “perjuangan” sangat melekat dengan bangsa ini, kalimat-kalimat optimisme adalah ciri khas manusia-manusia yang hidup berpijak di tanah bumi pertiwi ini, sebut saja kisah heroik yang mungkin tidak akan pernah mati dimakan usia, kisah bangsa berlambangkan Garuda ini dengan Bambu Runcing andalannya. Belum lagi berbicara soal harga diri, Amerika pun yang sekarang meng-hegemoni tak akan bisa menandingi bumi pertiwi. Negeri seribu pulau ini pun juga menggemparkan dunia dengan kecerdasan intelektualnya, sebut saja BJ Habibie yang membawa terbang garuda ini dengan karyanya, sebut saja Agus Salim yang menikam dengan kecerdasan diplomasinya, beliau mampu membungkam puluhan orang yang menghina dirinya jg bangsanya. Berbicara soal perubahan, negeri ini selalu punya harapan untuk mencapainya, terbukti lewat semangat yang selalu berkobar, sebut saja bung Tomo, hingga bung Karno  yang menghentak penjajah lewat orasinya. Maka bangsa mana yang berani meremehkan juga merendahkan Garudaku ini?!

Akan tetapi, detik ini, 68 tahun setelahnya, Garudaku yang bernama “Indonesia” ini seakan terbelenggu, terperangkap, dan terjerat. Sehingga tak bisa terbang bebas melangit luas. 17 Agustus bahkan kemerdekaan bangsa ini hanya menjadi prosedural tanpa memikirkan hingga menyentuh hal-hal substansial. Sebut saja euforia 17 Agustus ini, cenderung tidak menjadi hal “sakral” lagi, upacara bendera hanya menjadi formalitas, selebihnya semua lebih suka terjun dalam karnaval yang menurut saya cenderung berlebihan. Garudaku, sungguh miris melihat tubuhmu ini mulai dijarah lagi oleh asing, Amerika, China,hingga lainnya, terbukti dengan mulai menyebarnya penjarahan kekayaan alam, sebut saja banyaknya sektor migas yang dikuasai asing sesuai peta penyebaran ini.

Belum lagi, hingga sampai kau pun takut untuk bergerak bahkan bersikap, rantai rantai tirani pun mulai membelenggu dan mempermainkanmu. Sebut saja SBY yang berpikir sangat lama untuk bergerak bela perdamaian Mesir, padahal dulu Agus Salim bawa Garuda ini terbang melangit luas di langit perdamaian dunia. Garudaku, sunggu aku rindu ketajamanmu, ketegasanmu, juga keberanianmu.

Aku tak mau juga mengingatkanmu, bahwa kau telah sakit kronis, penyakit ini seakan akan merusak sayap perkasamu, melemahkan nuranimu, dan membutakan mata mu. Penyakit ini sudah  sangat terkenal di bumi pertiwi, dari anak kecil sampai  aki-aki menyebutnya dengan “Korupsi”. Maaf, sepertinya korupsi ini memang substansi dari kemerdekaan kita, bukan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa ini. Terbukti lewat banyaknya berita di media, lebih banyak memaparkan penyakit ini, daripada senyuman bahagia bumi pertiwi, aku takut …. Kau mati oleh korupsi, karena korupsi bisa dibilang saat ini mengalahkan harga diri bumi pertimi.. Ironis.

Tapi, aku selalu mengingat bahwasanya 68 tahun yang lalu kalimat optimisme selalu menjadi kekuatan lebih bangsa ini. Maka tenang Garudaku, engkau tidak akan mati!! Karena Pemuda masih bernyawa, dan akan selalu berteriak …. “Garudaku, Siapakah yg berani mem-belenggumu?!”

 

Dirgahayu RI

Saiful Islam Robbani – Fak. Farmasi Universitas Padjadjaran