Penulis: Ety Nurdiyanti

Pada tahun kedua pernikahan kami suamiku membuat pengakuan kalau dia memang cenderung tertarik sama laki-laki.

Kami sedang mengalami kegundahan luar biasa terkait kondisi putri kami yang berusia 5 tahun. Kami perhatikan ada kelainan sikap yang membuat kami sangat gusar dan juga sedih sekali.

Seorang pria sholeh melamar saya, tetapi saya ragu untuk segera menikah karena saya terbelit hutang yang cukup besar akibat usaha bangkrut.

Sejak usia 3 bulan, anak saya terpaksa harus ditipkan ke rumah kakak ipar. Namun belakangan muncul masalah akibat perbedaan prinsip membesarkan dan memberi makan pada anak.

Suami saya sering sakit-sakitan dan cenderung sangat memanjakan penyakitnya itu, dengan kondisi seperti itu dia pun sepertinya tidak khawatir seandainya dipecat.

Isteri saya sering marah-marah dan kadang memaki-maki saya bahkan kadang memukul kalau sedang marah sampai-sampai saya merasa tak berguna dan tidak merasa seperti kepala keluarga (rendah).

Sejak saya bangkrut isteri tinggal di rumah mertua yang non-muslim, pertama-tama kami tak ada masalah tetapi lama-lama isteri saya tidak bisa diatur bahkan sampai keluar kota dengan pastur tanpa seizin saya.

Akibat stress saya jadi mudah marah dan sering berkata-kata kasar kepada anak jika melakukan kesalahan. Bahkan terkadang saya juga menggunakan tangan untuk mencubit atau memukul pantatnya.