Film Ketika Cinta Bertasbih 2 Resmi Diluncurkan

Sepekan menjelang tayang perdana di bioskop, film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 2 resmi diluncurkan hari Kamis, 10 September 2009 lalu di Planet Hollywood, Jakarta. Kelanjutan kisah Azzam setelah kembali dari Mesir dan konflik-konflik para pemain lainnya terjawab di KCB 2. Dengan biaya produksi tak kurang dari Rp40 milyar (untuk keseluruhan film KCB 1 dan 2), film ini menjadi alternatif bagi para penikmat film saat libur lebaran, terutama yang ingin membawa Islamic value dari sebuah film.

Disaksikan oleh Masyarakat di lebih dari Tujuh Negara

Antusiasme masyarakat terhadap KCB 1 membuat KCB 2 sangat dinantikan. Rupanya, kesuksesan tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara di Asia meminta agar KCB 2 diputar di negaranya menyusul permintaan para penonton setelah menyaksikan KCB 1. Sebut saja misalnya, masyarakat Hongkong dan Macau yang termasuk wilayah RRC antusias menantikan pemutaran KCB 2. Rencananya, KCB 2 akan dapat disaksikan masyarakat di dua kota tersebut masing-masing mulai tanggal 3 dan 11 Oktober, sementara masyarakat di Indonesia dapat menyaksikan lebih awal, yaitu tanggal 17 September. Kemudian, tak ketinggalan pula masyarakat di Singapura, Malaysia, Brunei, Mesir, dan kota Jeddah akan dapat menyaksikan KCB 2.

Dalam jumpa pers di Planet Hollywood Kamis (10/11/09) lalu, Chaerul Umam, sutradara KCB, mengutarakan agar peredaran KCB 1 diulang agar penonton dapat langsung ‘nyambung’ dengan KCB 2. “Saya khawatir film KCB 2 tidak komunikatif karena penonton ada yang belum menyaksikan KCB 1. Oleh karena itu, saya berharap film KCB 1 dapat diedarkan kembali”, jelas Chaerul Umam yang akrab dipanggil Pak Mamam.

Komunikatif yang dimaksud Pak Mamam adalah masyarakat dapat langsung mengikuti perkembangan konflik yang terjadi di antara para pemain. Pak Mamam mengungkapkan, “KCB ini didukung oleh cerita dari novel. KCB 2 yang merupakan lanjutan KCB 1 mempertajam konflik yang terjadi, terutamanya inner conflict atau konflik internal si pemain tersebut. Disebut juga konflik dengan nasib.”

Terkait dengan tanggapan masyarakat yang beragam terhadap film KCB, Pak Mamam berpendapat, “itu hanya over kompensasi saja dari penonton, tanda bahwa sebenarnya film ini komunikatif. Orang yang sedih saat menyaksikan KCB terus nggak mau nangis, dia malah ketawa, itu sebenarnya over kompensasi darinya. Ini sah-sah saja terjadi.”

“Yang terpenting”, kata Pak Mamam, “mohon doanya agar film ini dapat disaksikan di seluruh dunia. Seluruh dunia nonton film ini. Jadi, nilai-nilai kebaikan dalam film ini dapat tersebar luas.”

Syuting KCB Menambah Wawasan Keislaman Para Pemain

Syuting KCB sebenarnya hanya dilakukan sekali, artinya tidak ada pemisahan syuting untuk KCB 1 dan KCB 2. Makanya, sebenarnya film ini adalah satu kesatuan yang utuh dengan durasi 4 jam. Namun, tidak memungkinkan jika film ini diputar sekaligus, oleh karena itu, KCB dibagi dua.

Pengalaman syuting yang dialami oleh para pemain KCB pun beragam. Misalnya, Arsyil yang berperan sebagai Furqan harus mencubit perutnya sendiri hingga berdarah untuk dapat mendalami karakter Furqan yang sedang dihantui oleh penyakit AIDS. Lalu, Oki sebagai Anna harus take adegan menangis sambil marah kepada Furqan selama 8 jam. Selain pengalaman tersebut, Oki mengakui, keterlibatannya di KCB ingin membuktikan bahwa orang yang memakai jilbab juga dapat berprestasi. Dan hal ini dibuktikan dalam KCB, para pemain yang berjilbab di film juga tetap memakai jilbab di luar film.

Tak hanya artis debutan yang bermain dalam KCB 2, namun terdapat para pesohor yang sudah lalulalang di layar kaca. Selain Alice Norin, Dude Herlino dan Asmirandah turut pula berperan dalam KCB 2 sebagai Ustadz Ilyas dan dr. Fifi.

Alice Norin mengaku sangat senang karena di KCB 2 ia mendapat pengalaman baru, yaitu menggunakan kerudung. Dude pun mengakui bahwa syuting KCB juga bagian dari proses perkembangan dirinya dalam segi spiritual.

Syuting KCB memang lain dari film-film lain. Dalam syuting film KCB, terutama yang diambil di Mesir selama 35 hari, dilibatkan pula sejumlah ustadz dan ulama yang mendampingi para pemain saat break syuting. Selain karena tuntutan materi film, pemain pun dapat mendengarkan tausiyah dan berinteraksi lebih intens dengan wawasan keislaman. “Sebenarnya, pelibatan ustadz ini bukan yang pertama kali. Dulu waktu Fatahillah, juga pernah. Bahkan sampai sholat berjamaah di sela-sela syuting,” papar Chaerul Umam.

Oki menambahkan, “Waktu di sela-sela syuting itu kan banyak, selain mendapat bimbingan dari ustadz, kami juga disuruh menghafal doa-doa dan diberi waktu untuk kultum. Yang terlihat itu adalah shalat berjamaah, setiap kali waktu sholat tiba.”

Product Value KCB

Dalam jumpa pers KCB 2, hadir pula produser KCB, Heru Hendriyarto dan wakil dari Sinemart, Dani Asnawi. Menurut Heru, value dari KCB adalah film ini membawa pesan universal dan nilai-nilai kebaikannya sangat banyak. Sebagai contoh, perjuangan Azzam setelah lulus dari Al-Azhar dan kembali ke tanah air, bagaimana ia merintis karier dengan menjadi kurir hingga akhirnya bisnis kuliner dengan membuka tenda bakso.

Menurut Habiburrahman el-Shirazy, penulis novel KCB, yang juga hadir dalam peluncuran tersebut, KCB memberikan beberapa masukan atau tambahan ilmu kepada penikmat film. Salah satu hal yang disinggung Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman, adalah masalah AIDS dalam KCB. “Tidak ada satu pun kalimat dalam KCB yang mendiskreditkan AIDS dan penderita HIV. Saya hanya ingin memberi pelajaran kepada orang yang sombong seperti Furqan, yang dengan kesombongannya, ketika diberi satu masalah, dia langsung panik, lupa segalanya. Yang ingin saya tekankan, sebaiknya kita bisa lebih obyektif dalam mengapresiasi film, karena dengan sikap seperti itu dapat lebih dekat dengan taqwa.” jelas Kang Abik.

Selain itu, KCB juga memberikan informasi tentang masalah Fiqh, terutama dalam hal rumah tangga, yaitu hak seorang istri terhadap suami. Kang Abik menambahkan, “bahwa perempuan, seorang istri itu mempunyai hak dalam rumah tangga, sama dengan suami. Perempuan berhak mengetahui segala sesuatu yang terkait dengan calon suaminya, misalnya tentang penyakit yang diderita, dan sang pria tak boleh menyembunyikan hal tersebut.”

Nilai tambah lain dari KCB adalah tentang pencarian jodoh secara Islami. Dalam KCB 2, tokoh Azzam berkali-kali mencoba mencari jodoh, bahkan sempat melamar seorang gadis, namun gagal. Pencarian jodoh secara Islami yang diungkapkan di KCB ini membuat tim kreatif KCB bekerja keras dan berhati-hati, yaitu dengan berkonsultasi dengan banyak ulama.

Sementara dari sudut pandang pemain, KCB memberi begitu banyak manfaat bagi penonton. Buat Oki, misalnya, dalam setiap dialog KCB sebenarnya terkandung pesan-pesan bagi para penikmat film. Misalnya, ketika Azzam menolak pemberian french kiss dari Eliana, atau bagaimana menyikapi kematian salah satu anggota keluarga yang terungkap di KCB 2. Banyak pesan dalam KCB, bukan hanya cinta kepada sesama manusia, tapi juga cinta kepada Allah. “KCB 1 kan sudah ditonton oleh 3 juta orang, dan mereka mengakui bahwa film ini sesuai dengan novelnya yang disebut novel pembangun jiwa. Jadi, film KCB terbukti baik, tak hanya sebagai tontonan tapi juga tuntunan,” papar Oki.

Terkait dengan penayangannya di ujung Ramadhan, Oki mengingatkan pula kepada para penonton agar memanfaatkan momen Lailatul Qadar dahulu, ketimbang menonton KCB, “tetap menonton KCB itu harus, agar film-film baik seperti ini didukung dan dapat mendominasi tayangan-tayangan di bioskop, khususnya supaya nilai-nilai kebaikannya dapat dirasakan oleh masyarakat.” (Ind)