Mengungkap Kepentingan Asing di Papua

Eramuslim.com – Kerusuhan yang terjadi di Papua belakangan ini sering menjadi sorotan media-media seperti Reuters, AFP, AP, New Yorks Times dan media-media arus utama yang lain. Salah satu yang menjadi sorotan media-media tersebut tidak lain adalah perlakukan rasis dan penganiayaan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Namun, sorotan media-media itu memberikan pesan “narasi” lain bahwa pemerintahan Indonesia sudah dianggap tidak bisa bertindak responsif, tegas dan sigap dalam mengatasi kasus di Papua.

Padahal kalau ditelisik lebih dalam, peristiwa yang terjadi di Papua sangat sarat dengan kepentingan asing di Papua, terutama Amerika Serikat. Peristiwa itu sengaja dibikin terus memanas dengan mempropagandakan sentimen keagamaan, terutama kepada kelompok radikal yang selama ini sengaja mereka ciptakan untuk melakukan pelbagai aksi destabilitas, terutama di kawasan yang menjadi target penguasaan sumber daya alamnya. Sehingga, narasi media-media nasional dan internasional seolah membenarkan bahwa peristiwa di Papua ditunggangi oleh pengusung ideologi Islam radikal.

Padahal yang terjadi tidaknya demikian. Sebaliknya, ideologi Islam radikal sengaja mereka jadikan instrumen untuk mengadu domba sesama warga bangsa. Skenario itulah yang sering diperagakan AS di Timur Tengah, seperti Libya, Yaman, Irak, Suriah, dan lain-lain.

Untuk kasus di Papua, AS tentu sangat berkepentingan untuk memperkuat daya tawarnya. Mengingat, wilayah Papua kaya akan sumber daya alamnya, terkenal dengan situs penambangan Grasberg, tambang emas terbesar dan tambang tembaga terbesar kedua di dunia. Selama lebih dari 50 tahun Indonesia hanya memiliki 9,36% dari saham pertambangan Freeport, sedangkan sisanya dimiliki oleh Freeport McMoRan yang berbasis di AS. Hanya pada akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil mengambil alih 51% saham atas nama Indonesia.