Metode CIA Susupi Dunia Sastra Terkuak

Pengaruh CIA di dunia penerbitan mungkin hanya di tingkatan propaganda. Hal yang sama bisa dilakukan oleh sebagian besar donor kegiatan budaya. Apapun sebutannya, itu semua tetap upaya mengontrol perbicangan demokratis warga, upaya mengontrol pilar demokrasi keempat. Operasi CIA adalah sebuah cara mengendalikan para intelektual supaya memandang positif kebijakan dan ideologi AS.

Kembali lagi soal Paris Review , banyak editor mereka terbukti memonitor para penulis dan ekspatriat, serta kejadian-kejadian ranah kebudayaan di seantero Prancis. Kenapa mereka bisa mengganti setiap editor setelah skandal CIA terungkap sebegitu mudahnya?
Hal ini menunjukan yang terjadi di ruang redaksi mereka sejenis kongkalikung halus. Peter Matthiessen mengakui mereka memata-matai, tapi dia buru-buru mengundurkan diri ketika kedoknya terungkap. Ada sejumlah konspirasi di luar sana yang bilang dia tak pernah mengundurkan diri dari CIA (dan bosnya mempekerjakan penulis-penulis bayangan untuknya). Aku pernah mencoba mengamati temuan-temuanku, dan aku bisa bilang rumor itu cukup berdasar. Apakah Nelson Aldrich dan Frances Fitzgerald memata-matai kawan-kawan penulis ketika mereka bekerja untuk CCF? Aku rasa tidak. Mereka pada dasarnya membuat penerbitan itu seakan-akan melakukan pekerjaan budaya tidak berdosa, sambil menjadi humas kepentingan Amerika. Sebetulnya tidak sulit membayangkan diri kita sebagai García Márquez saat itu, menerima uang, lalu belakangan melakukan tindakan yang tidak sesuai keinganan si donor dengan mengakrabi pemimpin Kuba. Itulah sisi lain operasi terselubung ini. CIA seakan-akan mengizinkan para sastrawan berkata pada diri sendiri, “kayaknya aku engga sebusuk itu”, menjustifikasi kelakuan mereka [menerima dana dari CIA]. Masalahnya ketika seorang jurnalis dan penulis bilang begitu, artinya dia sudah memilih sikap berlawanan dengan prinsip dasar jurnalistik, yaitu transparansi.

CIA mengubah penulis menjadi duta budaya bahkan ketika mereka tidak menulis sesuatu yang pro-Amerika secara eksplisit. Kebanyakan cuma mengiklankan “alternatif ala Amerika.” Apa bedanya dengan situasi sekarang? Penulis Barat masih memonopoli sastra dunia—apakah tidak ada lagi dari mereka yang mengangkat narasi yang sama?
Itu pertanyaan bagus, mengingatkanku pada kerja-kerja Guernica selama masa kepresidenan George W. Bush. AS terlibat perang yang parah, dan aku takut, malu, tapi aku hanya cowok lulusan program S2 sastra, jadi apa yang bisa kulakukan untuk membantu? Perasaan itu dirasakan juga oleh banyak penulis saat ini—apa nih yang bisa kita lakukan untuk mengungkap sejarah yang sebenarnya? Aku butuh dijadikan “antek”. Malu sekali rasanya dipimpin Bush atau Donald Trump dan bajingan-bajingan lainnya yang sering curang demi dapat kursi di pemerintahan. Atas semua keinginan itu, aku akan bilang propaganda positif sama menjijikannya dengan disinformasi dan propaganda negatif.

Sekalinya kamu memulai propaganda negatif, itu bisa dengan cepat berubah menjadi disinformasi. Kamu terdorong meladeni setiap argumen yang membuat musuhmu terlihat buruk. Di saat The Paris Review mulai banyak memuat wawancara Boris Pasternak, misi propaganda terselubung mereka berubah menjadi seperti ini: “Kami ingin penulis Amerika dan Barat lebih dikenal di negara-negara lain.”