Mengenal Kelompok Mujahidin Pembela Muslim Rohingya “Harakah Al-Yaqin”

Eramuslim – Nama Harakah Al-Yaqin menjadi santer terdengar dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir setelah mengumumkan aksi pembalasan atas kekejaman militer Myanmar terhadap minoritas Rohingya di provinsi Rakhine.

Lalu siapakah kelompok Harakah Al-Yaqin yang berdiri bangkit melawan penindasan pemerintah Myanmar? Berikut sekilas informasinya.

Laporan International Crisis Group menyatakan Harakah al-Yaqin dipimpin oleh Ata Ullah, seorang Rohingya yang lahir di Pakistan dan tumbuh di Arab Saudi. Ata pernah muncul dalam sebuah rekaman video di Internet. Ia mengutip ayat Al-Quran dan menyerukan “jihad” di Rakhine.

“Dia sering datang ke desa, sangat sering. Dia mengatakan kepada penduduk desa bahwa hak-hak kami akan diperjuangkan,” ungkap seorang guru sekolah dari desa Kyar Gaung Taung.

Pemerintah Myanmar menyakini bahwa Ata Ullah mendapatkan pelatihan militer dari kelompok Taliban Pakistan. Sementara itu, tokoh militer Myanmar mengungkapkan bahwa HaY telah merancang perlawanan sejak 2013. Namun mereka baru dapat menghimpun kekuatan dan dana mulai 2015.

Meski demikian, belum ada kebenaran tentang hal itu. HaY pun telah membantah keterkaitannya dengan kelompok-kelompok Jihad Global. Ata Ullah pemimpin kelompok tersebut mengaku, perang gerilya dilancarkan untuk melawan penindasan yang dilakukan oleh pemerintan Budhis Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya.

Menurut petugas perbatasan, HaY beranggotakan sekelompok pemuda Muslim yang berpendidikan. Beberapa pertemuan pernah mereka selenggarakan di Bangladesh. Sedangkan intelijen Myanmar menuturkan bahwa gerakan ini aktif merekrut dan menggelar pelatihan.

“Mereka bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Menggelar pelatihan singkat, lima sampai sepuluh hari di desa-desa yang berbeda,” ungkap seorang intelijen Myanmar.

Selain itu, juga ada empat warga setempat berjumpa dengan beberapa orang yang memberikan pelatihan. Namun, tidak berbicara dengan bahasa Rohingya melainkan dalam bahasa Urdu, Pakistan dan Inggris.

Pengungsi dan penduduk setempat mengatakan bahwa dukungan terhadap HaY, didasarkan akibat kekecewaan dengan pemerintahan Myanmar. Para analis juga mengatakan bahwa keberadaan mereka memiliki potensi keterlibatan pejuang asing. (Kiblat/Ram)