Ayah Harun Rasyid Korban Tragedi 22 Mei Ngaku Ditekan Kapolsek Kebon Jeruk

Lebih jauh Didin menyebut anaknya dibunuh menggunakan peluru tajam. Dia juga mengaku belum menerima hasil autopsi jenazah Harun.

“Saya minta hukum ini ditegakkan, Pak. Karena negara ini negara hukum. Kalau dibilang secara politik memang dia di bawah umur. Tidak ada politik. Jadi anak saya ini memang dibunuh. Tidak ada yang namanya demonstrasi itu dengan peluru tajam, itu pasti peluru tajam. Sampai saat ini saya belum dapat hasil autopsi,” kata Didin.

Setelah itu, Didin bercerita mengenai sulitnya mengambil jenazah sang anak di RS Polri. Proses administrasi untuk pengambilan jenazah Harun disebut Didin tidak gampang.

“Jadi cerita dari yang mengambil mayat itu, orang tua saya. Karena saya waktu itu sudah nggak bisa jalan. Jadi orang tua saya yang mengambil. Memang agak sulit, Pak, agak sulit untuk mengambil jenazah anak saya itu. Jadi malamnya saya harus ke Kramat Jati. Dari Kramat Jati katanya harus ada surat dari Polres Jakarta Barat. Dari Polres Jakarta Barat katanya nanti harus pagi karena sudah malam, harus pagi jam 8. Setelah besoknya jam 8 hari Jumat itu, menunggu sampai 1 jam, baru jam 9 baru datang Kapolresnya. Ada tanda tangan, baru diantar oleh pihak polisi. Tapi dari sana harus dianjurkan untuk autopsi. Karena orang tua saya sudah bingung, karena sudah dua hari dua malam cucunya di sana sudah dua hari dua malam, apa pun yang terjadi harus dibawa saja jenazah karena harus segera dimakamkan. Jadi apa pun yang ada di situ ditandatangani,” ujar Didin.

Terkait pengakuan-pengakuan Didin, Ulung meminta tim advokasi membuat kronologi lengkap. Selain itu, Didin diminta membuat surat pernyataan terkait tekanan yang dialaminya.