Din Syamsudin: Muhammadiyah Tak Boleh Netral Dalam Pilpres 2019

Kedua, karena harus memilih dan tentu ada pasangan caon (paslon) yang dipilih, maka tidak ada sikap netral. “Sikap netral mencerminkan keragu-raguan, ketakpastian, dan illiterasi politik, yang akan membawa kerugian,” jelasnya.

Ketiga, bahwa organisasi Muhammadiyah tidak menentukan pilihan, menurut Din, itu sudah seyogyanya. “Tapi warga Muhammadiyah harus mempunyai pilihan. Pilihan tersebut boleh dinyatakan atau tidak dinyatakan,” ungkapnya.

Keempat, bagi kelompok warga Muhammadiyah yang mendeklarasikan dukungan politik kepada calon tertentu, sebaiknya tidak membawa nama, lambang, atau hal yang dapat dipahami sebagai ciri khas Muhammadiyah.

Kelima, sebaiknya mereka yang melakukan hal di atas tidak dengan sikap fanatik, ekstrim, dan euforia (menjadi fanatikus buta atau zealot), apalagi jika mereka hanyalah petugas partai atau pekerja politik belaka. “Terlalu mahal harga yang harus dibayar jika perilaku demikian membawa perpecahan dalam Muhammadiyah,” ujar Din.

“Gunakan hak pilih secara cerdas dan bertanggung jawab, dengan pendekatan ruhiyah yaitu bertanya kepada hati nurani (istafti qalbak) dan pendekatan ‘aqliyyaah yakni mengedepankan akal pikiran (afala tatafakkaruun),” pernyataan keenam Din.

Ketujuh, Din menegaskan, dalam memilih camkan hadits Nabi Muhammad, shollollohu ‘alaihi wa sallam, “Man lam yahtamma bi umuril Muslimin fa laisa min hum (barang siapa yang tidak mempedulikan urusan kaum Muslimin adalah bukan dari mereka/kaum Muslimin).”

“Maka pilihlah paslon yang diyakini secara sejati (bukan basa basi, dan bukan karena motif politik sesaat) memperhatikan, memedulikan, dan membela kepentingan atau aspirasi umat Islam. Tentu tanpa merugikan kepentingan umat agama lain,” pesannya.[]

Sumber: PWMU


BEST SELLER BUKU PEKAN INI, INGIN PESAN? SILAHKAN KLIK LINK INI :

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-diponegoro-1825-pre-order-sgera-pesan.htm