DPR Ogah Restui Traveloka dan Tokopedia Garap Bisnis Umrah

“Entitas bisnis yang terkait dengan haji dan umrah harus tunduk pada ketentuan di UU Nomor 8 Tahun 2019. Tidak ada pengkhususan aturan di bisnis ini,” tegas Khatibul.

Dia tidak menampik keberadaan bisnis yang memanfaatkan digital seperti Tokopedia maupun Traveloka. Hanya saja, kata Khatibul, di UU PIHU tidak ada nomenklatur yang memberi ruang kepada dua unicorn tersebut.

“Apalagi payungnya cuma sekadar nota kesepahaman antarnegara. UU Nomor 8 Tahun 2019 tidak memberi ruang penyelenggara perjalanan ibadah haji dengan basis digital. Ini yang dilupakan oleh pemerintah saat memfasilitasi dua unicorn tersebut,” tambahnya.

Khatibul menambahkan, merujuk kunjungan Raja Salman ke Indonesia pada 2017 menjadi pijakan kesepahaman bisnis umrah berbasis digital, semestinya saat pembahasan RUU PIHU, persoalan bisnis digital di haji dan umrah dapat dibahas bersama-sama dengan berbagai stakeholder.

“Bukan seperti saat ini, menikung di tikungan, tetiba buat kerja sama dengan menabrak aturan main yang telah disepakati DPR dan Pemerintah melalui UU PIHU,” paparnya.

Khatibul mengaku banyak mendapat aspirasi dari pengelola perjalanan travel di berbagai daerah atas rencana turut sertanya dua unicorn dalam bisnis umrah di Indonesia.

“Teman-teman pemilik biro travel ini kan tidak sedikit dari kalangan NU, mereka gelisah atas rencana pemerintah ini. Artinya apa, pemerintah tidak pernah mengajak bicara dengan stakeholder, termasuk DPR,” jelas legislator dapil Jawa Tengah VIII ini.

Untuk itu, dirinya berharap pemerintah mengurungkan rencana tersebut sembari mengajak duduk seluruh stakeholder dan menyiapkan regulasi sebagai basis atas bisnis umrah berbasis digital.

“Opsinya, pemerintah mengurungkan rencana tersebut sembari duduk bersama dengan seluruh stakeholder, cari jalan keluar dan siapkan regulasi agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil,” pungkas dia. (hk/tsc)