Fenomena ‘Kriminalisasi’ Salam Dua Jari

Rupanya, apa yang dialami Anies juga menimpa sejumlah pihak yang mengacungkan jari yang sama. Ini terjadi di Ponorogo, Jawa Timur. DPC PDI Perjuangan resmi melaporkan seorang guru yang mengacungkan dua jari saat menyambut Presiden Jokowi di Kota Ponorogo, pada Jumat (4/1/2019) pekan lalu.

Dalam laporan yang tersebar di media sosial tersebut, Ketua DPC PDI Perjuangan Ponorogo Agus Widodo melaporkan Abdullah Rivai yang diduga memanfaatkan dan mengarahkan anak-anak pelajar SMPN 5 Ponorogo yang sedang menyambut kehadiran Jokowi yang melintasi Jalan Ahmad Dahlan. “Mengarahkan serta mengomando untuk melakukan salam dua jari, pada saat Presiden RI Joko Widodo lewat di depan anak-anak pelajar tersebut,” demikian petikan surat laporan DPC PDI Perjuangan Ponorogo.

Reaksi atas aksi salam dua jari yang muncul belakangan pada akhirnya memancing publik untuk membandingkan aksi serupa namun beda simbol jari yakni simbol satu jari yang identik dengan pasangan Jokowi-Maruf.

Sejumlah kepala daerah yang mendeklarasikan diri sebagai pendukung pasangan petahana hingga saat ini tak ada reaksi dari penyelenggara pemilu. Khusus di Riau, Gubernur Riau telah memberikan surat peringatan terhadap sejumlah kepala daerah di wilayah Riau karena mendeklrasikan dukungan terhadap pasangan Jokowi-Maruf.

Situasi ini sebenanrya tidak menguntungkan bagi pasangan petahana yang saat ini masih menjabat sebagai presiden. Upaya gesit pemeriksaan dan pelaporan terhadap sejumlah pihak yang kedapatan mengacungkan dua jari, justru menjadi kampanye negatif bagi pasangan petahana. Tudingan tidak fair dan tidak adil serta menggunakan cara represif bagi siapa saja yang berbeda pilihan bakal muncul dalam persepsi publik. Ini tentu anggapan yang merugikan pemerintahan Jokowi.

Pengamat hukum tata negara Refly Harun melalui akun twitternya @ReflyHZ menilai tindakan pemeriksaan terhadap kepala daerah akibat mengacungkan jari dan diancam pidana tiga tahun atau denda 36 juta merupakan sikap yang berlebihan. “Pasal itu soal abuse of power bukan gesture of power,” kritik Refly. (inilah)