Gagasan TNI Diberi Hak Pilih pada Pemilu 2009 Ditentang

Gagasan agar anggota TNI diberi hak pilih pada Pemilu 2009 belum bisa direalisasikan. Pasalnya, masih banyak persoalan internal TNI yang harus diperbaiki dan ditingkatkan. Demikian Anggota Komisi I Untung Wahono di Jakarta, Kamis (16/2).

“Perlu ada yang dibenahi dulu, misalnya soal profesionalitas, soal bisnis TNI dan soal konflik antar angkatan. Kalau masalah-masalah belum selesai, lalu ditarik-tarik ke politik maka akan menambah tingkat konflik,” ujar Untung Wahono.

Ia menjelaskan, pada dasarnya di negara demokratis TNI dapat menggunakan hak pilihnya, tapi bukan hak untuk dipilih. “Karena itu kalau ada pendapat yang mengatakan TNI punya hak pilih, itu sah-sah saja,” papar mantan dosen Unversitas Ibnu Khaldun, Bogor.

Untung menyatakan setuju bila hak pilih itu itu diberikan pada pemilu 2014 dengan syarat reformasi internal TNI sudah berjalan dengan baik. “Tunda dulu sampai 2014,” ujarnya.

Fungsionaris DPP PKS itu menambahkan, dengan mundurnya TNI dari parlemen, sebenarnya TNI telah berani memposisikan diri untuk meninggalkan dunia politik praktis.

Tapi, untuk konteks politik Indonesia masalah ini butuh waktu. Selain masyarakat masih trauma dengan politik dwifungsi TNI, juga perlu dipertanyakan apakah pihak sipil sudah siap dengan masuknya TNI dalam wilayah politik praktis. Pasalnya, sipil masih khawatir dengan politik praktis TNI selama Orde Baru (Orba), di mana mereka menguasai semua lini pemerintahan dan birokrasi.

Sebelumnya, pengamat politik UI Arbi Sanit juga sepedapat dengan Untung. Ia berpendapat, belum saatnya TNI diberi hak pilih, kecuali yang sudah pensiun. Menurut Arbi, TNI secara institusi belum matang, dan perubahan institusional juga belum jelas.

"Kalau institusi militer sudah matang, tidak ada lagi perasaan sebagai pasukan Angkatan Laut, Angkatan Udara atau Angkatan Darat, Kopassus dan lain-lain, tapi korps TNI," katanya.

Soal kapan hak pilih itu diberikan ke TNI, Arbi menyatakan, sangat tergantung kepada kesungguhan TNI untuk memenuhi agenda reformasi, yakni profesional, tidak berbisnis. "Kalau sudah, silahkan. Dan hak pilih ada pada orang, bukan lembaga TNI. Jadi, memilih tidak atas dasar komando," tegasnya. (dina)