Golkar Usul, Fraksi-Fraksi Pengusul Hak Angket Impor Beras Menterinya Dicopot

Setelah kalah dalam voting di Paripurna DPR RI dan Bamus DPR Kamis (19/1), yang meloloskan hak angket dan interpelasi tentang impor beras, kelihatannya Fraksi Partai (F-PG) Golkar sudah menyampaakan hal itu sebagai fakta politik kepada Wapres Jusuf Kalla dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Golkar merasa aneh bagi partai yang mempunyai menteri justru menolak kebijakan pemerintah. Karena itu Golkar menyarankan agar SBY—JK mencopot menteri-menteri dari partai yang mendukung angket beras tersebut.

“Saya justru lebih menghargai PDIP yang sejak semula sudah menempatkan dirinya sebagai oposisi. Sehingga selalu menentang kebijakan pemerintah, apakah itu salah atau benar. Tapi, aneh kalau PKS di mana Anton Apriyanto sebagai Menteri Pertanian dan terlibat dalam kebijakan beras itu malah mendukung angket beras,” ujar anggota anggota F-PG Priyo Budhi Santoso dalam diskusi yang bertajuk “Angket Impor Beras” di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Jumat (20/1).

Hadir dalam diskusi itu antara lain Mochamad Qodari (Lembaga Survei Indonesia—LSI), Cecep Rukmana (F-PAN), dan Aspyardi Asda (F-PPP). Priyo mengaku tidak tahu apa yang akan terjadi pada rapat paripurna 24 Januari mendatang yang akan membahas angket beras itu.

Menurut Priyo, ada tiga kemungkinan yang terjadi: yaitu, menerima angket beras dan interpelasi, menerima salah satu hak itu, dan atau mengusulkan jalan tengah.” Saya berharap ada jalan tengah,” aku Wasekjen PG itu.

Semenatra itu, Mokhamad Qodari melihat aneh dan tidak taktis apa yang dilakukan Presiden SBY dengan memanggil menteri-menteri dari partai. Pasalnya, langkah itu menunjukkan kepanikan dan kebingungan pemerintah. Selain itu makin mempertegas dirinya jika SBY berada di belakang Golkar dan Demokrat, yang selama ini disebut-sebut akan menggagalkan angket beras itu.

Ia mempredkesi, sejumlah partai pada 24 Januari itu kemungkinan sikap partai akan berubah alias “masuk angin” untuk balik mendukung pemerintah. Kecuali PKS. “Jadi, posisi partai yang punya menteri itu ambigu—mendua. Ketika menjelang evaluasi kabinet sikapnya manis-manis, tapi ketika kadernya masuk partai dan ada kebijakan menyangkut kepentingan rakyat, seolah-olah partai membela rakyat. Dengan begitu maka siklus politik sekarang ini bersifat tahunan, bukan lima tahunan,” kata Qodari.

Cecep Rukmana dan Aspyardi Asda tetap optimis dengan angket beras tersebut. Mereka juga optimitis hak angkeit itu pada rapat paripurna sebagaimana hak tersebut lolosn di Bamus DPR itu. “Angket itu penting, kata Cecep, “Karena selama masalah perberasan di pemerintah–Bulog seperti kotak hitam (black box) di mana selalu menjadi masalah tapi kita tidak pernah mampu menyentuh dan membongkar kasus beras ini sejak Orde Baru.”

Ditanya bagaimana jika partainya akan me-recall bila mendukung hak angket, sementara partainya “masuk angin?” "Kalau kita memperjuangkan kepentingan rakyat di-recall dari DPR, berarti mengembalikan sistem politik Orde Baru. Bahwa impor beras ini jelas akan merugikan petani dan rakyat. Karena itu melalui hak angket ini mengapa pemerintah ngotot impor beras," katanya.

“Sebagai pemerintahan yang lahir di era demokrasi mestinya tidak usah takut hak angket dan justru harus menjelaskan mengapa harus impor beras. Dan, jika kebijakan itu salah maka pemerintah wajib memperbaikinya. Tidak usah takut,” tutur Cecep.

Aspyardi Asda juga menyatakan, dirinya di DPR akan terus memperjuangkan angket beras sampai titik terakhir dan tidak akan mengikuti intruksi PPP meski partai pimpinan Hamzah Haz ini tetap mempertahankan Suryadharma Ali dan Bachtiar Chamsyah sebagai menteri di Kabinet Indonesia Bersatu itu.

“Sampai saat ini fraksi PPP tetap mendukung hak angket. Tapi, saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada 1—3 hari mendatang,” sambungnya. (dina)