Izin Dicabut dan Diblokir, Jurdil2019 Protes Bawaslu dan Kominfo!

“Quick count dan real count tidak sama. Yang kita tampilkan real count C1 dari relawan-relawan yang menyampaikan kepada kita. Kemudian kita menampilkannya kepada publik,” ujarnya.

Bagi Rulianti, menampilkan data yang disebutnya real count merupakan upaya memantau pemilu agar berlangsung jujur dan adil. Namun saat ditanya soal bukti foto C1 plano, Rulianti tak menjawab tegas. Dia mempersilakan rekannya, Herman Tohari, berbicara.

Herman mengawali pernyataannya dengan menggugat pemblokiran oleh Bawaslu. Dia memprotes karena merasa situsnya tak menampilkan konten negatif.

“Saya bicara narasi logika hukum. Kominfo memblokir situs kami. Dalam aturannya, diblokir jika ada konten negatif, pornografi atau judi. Buktikan kalau itu ada. Kalau ujug-ujug ditutup secara sepihak, itu arogansi!” ujar Herman.

Herman mengungkit aturan yang ada di UU Pemilu, tepatnya Pasal 440 ayat (1) huruf e. Dia mengatakan pemantau pemilu berhak mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu. Bagi Herman, publikasi data yang disebutnya real count adalah bagian dari pemantauan pemilu.

“Ruang lingkup pemantauan pemilu bukan memantau orang bolak-balik ke TPS, tapi salah satunya dokumentasi hasil C1,” ujar Herman protes.

Saat ditanya soal foto dokumentasi C1 di situsnya, dia mengatakan ada, namun tak ditampilkan di situs. Dia membandingkan dengan situs pemilu2019.kpu.go.id soal penghitungan suara, yang disebutnya tak juga menampilkan foto formulir C1. Padahal, di situs KPU, di bagian bawah grafik, ada hasil scan formulir C1 yang ditampilkan.

Herman kembali memprotes soal pemblokiran. Dia mempermasalahkan tak ada teguran dari Kominfo.

“Salah kami di mana? Ketika kami menampilkan suara rakyat, ketika kami salah, tegur dulu. Ini main tutup saja kaya tukang listrik mutus kabel. Ini negara apaan sih!” ujarnya.

Herman siap buka-bukaan data. Dia mengatakan kantornya berada di wilayah Tebet, Jakarta Selatan.[dtk]